Peluncuran Produk Sharp Dehumidifier Di Jakarta (Foto: Istimewa)
Dream - Masa pandemi hampir berlalu, seiring dengan langkah pemerintah yang sedang mempersiapkan transisi menuju endemi. Namun kenangan pandemi masih begitu melekat dengan banyaknya bisnis yang terdampak, tak terkecuali sektor elektronik.
National Sales Senior GM PT Sharp Electronics Indonesia, Andry Adi Utomo, mengatakan, pada awal pandemi pertumbuhan bisnis elektronik turun di angka lebih dari 50 persen.
“ Waktu awal pandemi bisnis elektronik turun sampai lebih dari 50 persen karena toko-toko nggak boleh buka, orang nggak boleh beraktivitas,” kata Andry saat ditemui Dream pada acara peluncuran produk Sharp Dehumidifier di Jakarta, Rabu 8 Februari 2023.
Andry menyebut angka tersebut dapat menjadi rata-rata untuk kondisi perusahaan elektronik secara keseluruhan. Sebab Sharp merupakan brand nomor 1 elektronik di Indonesia yang menjadi trend setter.
“ Ada yang mungkin lebih parah lagi mungkin 70 persen, karena mungkin bisnisnya tergantung sama offline. Kita waktu itu sudah ada online. Jadi nggak terlalu drop, itu pun 50 persen drop banget,” ungkap Andry.
Meskipun turun hampir setengahnya, lanjut Andry, Sharp Indonesia tidak berpangku tangan dengan kondisi begitu saja. Mereka langsung merubah strategi penjualan berbasis daring alias online.
“ Tapi berjalannya waktu kita nggak bisa boleh nyerah. Kita tentu rubah strategi penjualan kita lebih ke online,” katanya.
Andry pun tak menampik saat pandemi, tren bisnis online menjadi booming, namun penjualan Sharp tidak hanya terfokus di Jakarta ataupun kota besar. Mereka juga menyasar daerah-daerah yang tak bisa dijangkau dengan mudah, karena notabene-nya Indonesia adalah negara kepulauan.
Oleh sebab itu, Sharp mengajak biro-bironya berjualan melalui media sosial hingga melakukan edukasi melalui aplikasi Zoom.
“ Kita coba waktu itu mengajak biro-biro kita untuk jualan lewat WhatsApp. Kita kan punya nomornya, kita fasilitasi berjualan lewat WhatsApp, Instagram, Facebook yang mereka punya. Kalaupun mereka enggak punya kita coba edukasi pakai zoom. Akhirnya bisa jualan,” terangnya.
Strategi itu berhasil, Sharp mampu bertahan dan meraih rekor baru di tahun 2021. Penjualan Sharp tembus Rp1 triliun per bulan.
“ Tahun 2021 kemarin malah elektronik di Sharp kita banyak menghit new record, malah jadi lebih bagus. Pada saat onlinenya hidup, offlinenya juga sudah mulai beraktivitas pada 2021. Dan kita sudah siap untuk berjualan elektronik lebih banyak lagi. Kita hit new record, makanya kita bisa jualan lebih dari Rp1 triliun per bulan untuk secara keseluruhan,” terang Andry.
Produk elektronik dalam bisnis Sharp yang paling banyak diincar saat pandemi berhubungan dengan kesehatan. Seperti plasmacluster yang bisa tembus 20 ribu unit per bulan.
“ Makanya Plasmacluster saya bilang, biasanya kita jual 2.000-4.000 sebulan. Itu jual bisa sampai 20.000,” hitungnya.
Kemudian ada mesin cuci, yang tak kalah moncer penjualannya. Andry menilai, saat pandemi banyak orang yang tidak ada pembantu, sehingga mereka harus mencuci baju sendiri. Namun mencuci adalah pekerjaan berat, mau tidak mau, mesin cuci menjadi alat yang meringankan.
“ Makanya waktu itu mesin cuci booming luar biasa dan kita masih bisa supply pada saat itu,” ujar Andry.
Penjualan produk elektronik selanjutnya yang dinilai bagus adalah smartphone dan televisi, hingga lemari es berukuran besar. Aktivitas dari masyarakat yang selalu di rumah mendorong pembelian produk tersebut.
“ Yang ramai lagi adalah lemari es tapi yang gede, karena orang dulu mungkin nyimpan makanan sehari, seminggu, tiba-tiba karena Covid-19 harus nyimpen sebulan. Jadi mereka cari lemari es yang lebih besar,” ungkap Andry.
Produk terakhir yang Andre sebutkan adalah AC (Air Conditioner). Penjualan produk AC dinilai bagus di kala pandemi untuk mengurangi hawa panas, karena semua aktivitas kantor maupun sekolah harus di rumah selama 24 jam.
Namun ada satu kekurangan, Andy mengungkap tidak mempunyai tenaga untuk memasang AC atau biasa disebut tukang pasang AC, bukan lain karena tak bisa sembarang orang masuk ke rumah. Sharp pun menyikapi masalah itu dengan menjual AC portable.
“ Cuman kekurangannya waktu itu tukang pasangnya susah. Orang terima tamu untuk masang nggak bisa. Kita sikapi dengan waktu itu jual AC portable. Jadi AC yang siap pasang aja,” ujarnya.
Dari sisi Sharp, Andry menilai bisnis elektronik di sektornya saat ini sudah terbilang bagus. “ Jadi kalau di bilang bisnis elektronik bagus, sekarang bagus. Sudah lebih baik dari 2019 sebelum Covid-19. Ini dari sisi Sharp, secara overall mungkin masih mirip-mirip dengan 2019,” katanya.
Untuk ke depannya, dia memproyeksiksan bisnis elektonik akan kembali membaik. Meskipun, bisnis Sharp pun kembali turun akibat krisis global pada bulan November hingga Desember 2022 lalu.
“ Udah bagus, cuman masalah sekarang ada isu yang berikutnya adalah global crisis. Itu sempat terjadi bulan Oktober kemarin, itu cukup memukul bisnis kita turun, tapi bulan November, Desember, Januari kita udah recovery lagi,” terangnya.
Sebagai informasi, Sharp merupakan perusahaan multinasional yang merancang dan memproduksi produk elektronik yang berbasis di Osaka Jepang. Sharp didirikan pada tahun 1912 di Tokyo.
Di Indonesia sendiri Sharp memulai perjalanannya sejak tahun 1970. Bermula dari PT Yasonta, yang didirikan pada tahun 1970 sebagai perusahaan nasional. Di tahun 1994 Sharp Corporation menjadikan PT Yasonta perusahaan patungan PMA dengan mengakuisisi PT Yasonta dan mengubah namanya menjadi PT Sharp Yasonta Indonesia (SYI).
Pada tanggal 1 April 2005, PT Sharp Yasonta Antarnusa (kantor cabang SYI) bergabung menjadi satu dengan PT Sharp Yasonta Indonesia. Dan sejak Mei 2005 PT Sharp Yasonta Indonesia berubah nama menjadi PT SHARP Electronics Indonesia (SEID) seperti yang dikenal sampai saat ini.