Rupiah / Foto: Unsplash
DREAM.CO.ID – Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Purbaya Yudhi Sadewa kembali menghidupkan wacana redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah. Gagasan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029, yang baru saja diundangkan pada Oktober 2025.
Dalam dokumen tersebut, redenominasi rupiah masuk sebagai salah satu prioritas regulasi baru di bidang fiskal yang ditugaskan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah atau Redenominasi ditetapkan sebagai RUU luncuran dengan target penyelesaian pada tahun 2027.
Redenominasi sendiri bukanlah langkah untuk mengubah nilai tukar rupiah terhadap dolar. Ini merupakan bentuk penyederhanaan sistem nominal agar lebih efisien dan mudah digunakan dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.
Langkah ini memiliki empat tujuan utama sebagaimana tertuang dalam Renstra. Pertama, untuk mencapai efisiensi perekonomian nasional melalui peningkatan daya saing. Dengan nominal yang lebih sederhana, transaksi dan sistem keuangan diharapkan menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien.
Kedua, redenominasi juga ditujukan untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional. Pemerintah menilai penyederhanaan nilai mata uang dapat memperkuat fondasi ekonomi dan menciptakan kestabilan jangka panjang.
Tujuan ketiga adalah menjaga stabilitas nilai rupiah agar daya beli masyarakat tetap terpelihara. Dalam konteks ini, redenominasi diharapkan memperkuat persepsi masyarakat terhadap mata uang nasional dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap sistem moneter.
Terakhir, kebijakan ini bertujuan meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional. Pemerintah memandang penyederhanaan nominal sebagai bagian dari reformasi moneter yang menegaskan keseriusan Indonesia membangun ekonomi yang modern, kompetitif, dan stabil.
Secara sederhana, redenominasi adalah proses penyederhanaan nilai mata uang dengan cara mengurangi jumlah nol tanpa mengubah nilai daya beli. Misalnya, uang Rp1.000 akan menjadi Rp1, namun harga barang juga ikut disesuaikan (roti seharga Rp10.000 menjadi Rp10).
Langkah ini berbeda dari sanering, yang menurunkan nilai uang dan daya beli masyarakat. Tujuan utama redenominasi adalah menciptakan sistem moneter yang lebih efisien, praktis, dan kredibel. Banyak negara seperti Turki dan Korea Selatan pernah berhasil melaksanakannya dengan menjaga stabilitas harga dan komunikasi publik yang baik.
Rencana redenominasi rupiah sebenarnya bukanlah hal baru. Sejak 2010, Bank Indonesia telah mewacanakannya, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada 2013 mengusulkan Rancangan Undang-Undang Redenominasi Rupiah ke DPR sebagai bagian dari Prolegnas Prioritas 2013. Namun, pembahasannya tertunda karena fokus pemerintah saat itu lebih banyak diarahkan pada stabilitas fiskal dan inflasi.
Dalam kerangka Renstra Kemenkeu 2025-2029, RUU Redenominasi Rupiah dijadwalkan rampung pada tahun 2027, setelah melewati serangkaian kajian teknis, uji publik, dan koordinasi lintas kementerian.
Jika berhasil disahkan, masa transisi diperkirakan berlangsung bertahap hingga beberapa tahun setelahnya agar seluruh sistem keuangan, perbankan, dan akuntansi nasional dapat menyesuaikan dengan nominal baru.
Advertisement
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Muncul Gelombang Kritikan

Curhat Dosen S3 Lulusan Monash University Dibayar Rp300 Ribu, Influencer Dapat Belasan Juta

Puncak Musim Hujan, BMKG Ingatkan Siaga Hadapi Cuaca Ekstrem

BRIN Buat Komunitas IC-LARFA untuk Perkuat Ekosistem Riset Skala Besar

Erspo Minta Maaf Usai Dihujat Netizen karena Gaet Azizah Salsha di JFW 2026


Penutup Megah “The Race of Rising Stars”: Kilas Balik IHR Piala Raja HB X 2025


Profesi Baru, Joki Kursi di KRL Jabotabek Tarifnya Mulai Rp10.000

BPOM Kembali Rilis 23 Produk Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya


Curhat Dosen S3 Lulusan Monash University Dibayar Rp300 Ribu, Influencer Dapat Belasan Juta

Harga Tiket dan Seat Plan Konser BoyBand Ateez di Jakarta Januari 2026