Survei Menunjukkan Kenaikan Tarif Ojek Online Bisa Menurunkan Jumlah Penumpang. (Foto: Shutterstock)
Dream – Pemerintah saat ini masih mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online (Ojol). Dalam berbagai pembahasan, muncul wacana kenaikan tarif Rp900 perkilometer, dari Rp2.200 menjadi Rp3.100.
Research Institute of Socio-Economic Development (Rised) melakukan penelitian mengenai potensi adanya pengurangan penumpang jika tarif naik. Penelitan itu dilakukan pada Januari 2019 selama dua minggu dengan melibatkan 2.001 pengguna Ojol aktif di 10 provinsi.
" Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 72,12 persen," ujar Ketua Tim Peneliti Rised, Rumayya Batubara, di Jakarta, Senin 11 Februari 2019.
Dalam survei tersebut, konsumen yang menolak adanya kenaikan tarif sebanyak 22,99 persen, kemudian 48,13 persen menyatakan jika ada kenaikan tidak lebih dari Rp5 ribu dan 28,88 persen menyanggupi kenaikan tarif lebih dari Rp5 ribu.
Rised juga menyurvei rata-rata pengguna Ojol itu berjarak 8,8 kilometer. Dengan jarak tempuh tersebut, jika tarif naik menjadi Rp3,1 ribu perkilometer, konsumen harus mengeluarkan tambahan biaya sebesar Rp7.920.
" Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh konsumen yang tidak mau mengeluarkan tambahan biaya sama sekali dan dibawah Rp5 ribu, prosentasenya 71,12 persen," kata dia.
Selain itu, kata Rumayya, kenaikan tarif ojol akan berpotensi meningkatkan jumlah kemacetan. Sebab, keberadaan Ojol mengurangi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.
Setelah ada ojol, jumlah masyarakat yang naik kendaraan pribadi, turun. Ada 18,63 persen masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi 10-20 kali per minggu dan yang naik 1-10 kali ada 72,52 persen.
“ Sebelum ada ojol, masyarakat menggunakan kendaraan pribadi 20 kali perminggu," kata dia.
Rumayya mengatakan, dalam penelitian yang dilakukan Rised ini juga diketahui pengguna sebanyak 40,98 persen destinasinya menuju ke stasiun atau terminal. Artinya, ojol juga membantu masyarakat untuk menggunakan alat transportasi publik.
" Jika tarif naik, kemungkinan masyarakat akan kembali menggunakan kendaraan pribadi jarak yang jauh dari rumahnya ke stasiun," kata dia.
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Zumrotin K Susilo mengatakan, kenaikan tarif yang tujuannya untuk mensejahterakan driver itu seharusnya tidak melibatkan konsumen.
" Kalau driver yang dipertimbangkan ini tanggung jawab provider, di mana harus bisa memberikan kompensasi kepada driver. Memperbaiki hak driver itu tanggung jawab provider," ujar Zumrotin.
Ia pun meminta Kementerian Ketanagakerjaan juga ikut turun menanggapi permasalahan ini. Sebab, ini juga masuk dalam ranah pekerjaan, apakah provider sudah memenuhi hak-hak driver atau belum.
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya