Survey: Tarif Naik, Driver Ojek Bakal Ditinggal 71% Penumpang

Reporter : Muhammad Ilman Nafi'an
Senin, 11 Februari 2019 17:15
Survey: Tarif Naik, Driver Ojek Bakal Ditinggal 71% Penumpang
Pemerintah diimbau tak gegabah menentukan kenaikan tarif ojek online.

Dream – Hampir seluruh driver ojek online (ojol) mengharapkan kenaikan tarif ojol dan meminta pemerintah mengeluarkan aturan tarif batas bawah. Para driver ojol ini yakin provider tak semena-mena memasang beragam promo dengan regulasi itu.

Namun, ekonom menyarankan pemerintah tak gegabah menaikkan tarif ojek online.

“ Seluruh pemangku kepentingan harus diperhitungkan dalam proses perumusan regulasi,” kata Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, di Jakarta, Senin 11 Februari 2019.

Fithra mengatakan penumpang tak pernah dilibatkan dalam proses diskusi membahas kenaikan tarif ojol. Padahal, penumpang merupakan bagian penting bagi keberlangsungan ojol.

“ Konsumen ini yang akan terdampak secara signifikan kalau tarif naik,” kata dia.

Dalam penelitian Research Institute of Socio Economic Development (Rised), muncul adanya potensi pengurangan jumlah konsumen sebesar 71,12 persen kalau tarif ojol dinaikkan. Memang, pendapatan driver akan meningkat dalam jangka pendek.

“ Dampak jangka pendek tentu itu driver mendapatkan peningkatan penghasilan. Tapi, itu sebulan dua bulan. Tapi, nantinya akan kehilangan konsumen,” kata dia.

Kalau kondisi ini terjadi, Fathri, mengatakan posisi driver akan menjadi sulit. Terlebih, mereka harus menghidupi keluarganya.

1 dari 3 halaman

Survei: Konsumen Keberatan Tarif Ojol Naik

Dream – Pemerintah saat ini masih mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online (Ojol). Dalam berbagai pembahasan, muncul wacana kenaikan tarif Rp900 perkilometer, dari Rp2.200 menjadi Rp3.100.

Research Institute of Socio-Economic Development (Rised) melakukan penelitian mengenai potensi adanya pengurangan penumpang jika tarif naik. Penelitan itu dilakukan pada Januari 2019 selama dua minggu dengan melibatkan 2.001 pengguna Ojol aktif di 10 provinsi.

" Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 72,12 persen," ujar Ketua Tim Peneliti Rised, Rumayya Batubara, di Jakarta, Senin 11 Februari 2019.

Apa yang terjadi jika tarif ojek online naik?

Dalam survei tersebut, konsumen yang menolak adanya kenaikan tarif sebanyak 22,99 persen, kemudian 48,13 persen menyatakan jika ada kenaikan tidak lebih dari Rp5 ribu dan 28,88 persen menyanggupi kenaikan tarif lebih dari Rp5 ribu.

Rised juga menyurvei rata-rata pengguna Ojol itu berjarak 8,8 kilometer. Dengan jarak tempuh tersebut, jika tarif naik menjadi Rp3,1 ribu perkilometer, konsumen harus mengeluarkan tambahan biaya sebesar Rp7.920 ribu.

" Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh konsumen yang tidak mau mengeluarkan tambahan biaya sama sekali dan dibawah Rp5 ribu, prosentasenya 71,12 persen," kata dia.

2 dari 3 halaman

Keberadaan Ojek Online Kurangi Intensitas Penggunaan Kendaraan Pribadi

Selain itu, kata Rumayya, kenaikan tarif ojol akan berpotensi meningkatkan jumlah kemacetan. Sebab, keberadaan Ojol mengurangi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.

Setelah ada ojol, jumlah masyarakat yang naik kendaraan pribadi, turun. Ada 18,63 persen masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi 10-20 kali per minggu dan yang naik 1-10 kali ada 72,52 persen.

“ Sebelum ada ojol, masyarakat menggunakan kendaraan pribadi 20 kali perminggu," kata dia.

Rumayya mengatakan, dalam penelitian yang dilakukan Rised ini juga diketahui pengguna sebanyak 40,98 persen destinasinya menuju ke stasiun atau terminal. Artinya, ojol juga membantu masyarakat untuk menggunakan alat transportasi publik.

" Jika tarif naik, kemungkinan masyarakat akan kembali menggunakan kendaraan pribadi jarak yang jauh dari rumahnya ke stasiun," kata dia.

3 dari 3 halaman

Harusnya Tak Libatkan Konsumen

Mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Zumrotin K Susilo mengatakan, kenaikan tarif yang tujuannya untuk mensejahterakan driver itu seharusnya tidak melibatkan konsumen.

" Kalau driver yang dipertimbangkan ini tanggung jawab provider, di mana harus bisa memberikan kompensasi kepada driver. Memperbaiki hak driver itu tanggung jawab provider," ujar Zumrotin.

Ia pun meminta Kementerian Ketanagakerjaan juga ikut turun menanggapi permasalahan ini. Sebab, ini juga masuk dalam ranah pekerjaan, apakah provider sudah memenuhi hak-hak driver atau belum.

Beri Komentar