Ilustrasi
Dream - Perusahaan telekomunikasi Qatar, Ooredoo mulai menjual kartu SIM murah di Myanmar pada Sabtu lalu. Myanmar merupakan pasar layanan mobile yang potensial dan hampir tidak tersentuh perusahaan telekomunikasi asing.
Kurang lebih 10 persen dari populasi penduduk Myanmar memiliki akses telepon genggam. Namun mereka terkendala harga kartu SIM yang selangit sebagai bagian dari aturan mantan junta militer yang menjadikan telepon genggam sebagai barang mewah. Tapi tahun lalu, pemerintah reformis yang dipimpin oleh Presiden Thein Sein memberi izin perusahaan telekomunikasi Ooredoo, serta Telenor dari Norwegia. Izin ini untuk membuka pasar kartu perdana yang sebelumnya dimonopoli oleh perusahaan negara Myanmar.
" Ini adalah sejarah yang kami buat di sini hari ini," kata CEO Ooredoo Myanmar Ross Cormack pada konferensi pers di Yangon. Dia menambahkan, perusahaannya juga membawa teknologi terbaru untuk bangsa yang sudah lama terisolasi tersebut.
Kartu SIM dari Ooredoo secara resmi telah diluncurkan pada Sabtu kemarin di kota-kota besar di Yangon, Mandalay dan Nay Pyi Taw dengan harga US$1.50. Harga itu sedikit lebih murah dari kartu yang dijual di Myanmar yang mencapai US$2. Sebelumnya, di bawah aturan junta militer harga sebuah kartu SIM bisa lebih dari US$1.500.
Beberapa juta kartu SIM akan dijual melalui 6.500 dealer, kata Cormack. Beberapa toko dilaporkan sudah mulai menjualnya sejak pekan lalu.
" Saya membeli dua kartu SIM kemarin. Harganya pun masih sangat murah jika dibandingkan dengan sebelumnya," kata Khaing Moe, seorang mahasiswa, kepada AFP.
Sementara Telenor mengatakan akan meluncurkan kartu SIM miliknya pada bulan September. Telenor juga berencana menjual kartu SIM seharga US$1.50.
Myanmar telah menarik minat investor internasional besar, sejak diperkenalkannya reformasi yang luas di bawah pemerintahan kuasi-sipil di mana banyak sanksi Barat dicabut.
Proses tender telekomunikasi dimenangkan oleh Telenor dan Ooredoo pada Juni lalu. Mereka berhasil menyisihkan sekitar 90 perusahaan yang bersaing mendapatkan lisensi selama 15 tahun. Namun kedua perusahaan asing itu akan bersaing dengan perusahaan telekomunikasi negara Myanmar untuk mengeruk untung dari pelanggan potensial yang diperkirakan 60 juta orang. (Ism)