(Sumber Foto: Crain's New York Business)
Dream - Deretan rak warna-warni masih mengisi berbagai ruang di gedung tiga lantai itu. Tapi kondisinya tak seperti dulu. Rak-rak itu sudah kosong melompong. Tak lagi disesaki aneka mainan lucu dengan berbagai bentuk.
Bianglala raksasa setinggi 18 meter, replika Tyrannosaurus atau T-Rex setinggi enam meter dan rumah Barbie berukuran jumbo--ikon tempat ini--seolah kehilangan daya tarik. Tak lagi memikat!
Sepi. Pengunjung nyaris tak ada yang datang. Para pramuniaga berpakaian biru mondar-mandir. Raut gelisah. Sebentar duduk, sesekali dia berdiri. Seperti orang salah tingkah. Kerjaan mereka hanya terus menunggu.
Sungguh menyedihkan. Begitulah kondisi hari-hari terakhir Toys 'R' Us--toko terbesarnya--di Broadway and 44th Street, Times Square New York, Amerika Serikat.
Bagi banyak anak-anak, tak cuma di negeri Paman Sam, toko tersebut adalah perwujudan mimpi. Namun, kini setelah 14 tahun mewujudkan fantasi masa kecil, Toys 'R' Us menutup pintunya.
Bukan hanya Toys 'R' Us yang bersedih. Warga di kota yang tak pernah tidur itu berbondong-bondong datang, mengucapkan salam perpisahan.
Toko ritel penjual mainan global ini tumbang. Mereka telah mengumumkan kebangkrutannya. Tak ada yang menyangka, toko " surga" mainan paling sohor itu akhirnya kalah, tergilas persaingan.
Seperti halnya gerai tradisonal lain, Toys 'R' Us menyerah karena sapuan pasar online.
****
Padahal di masa jayanya, toko yang berdiri sejak 1957 di Amerika Serikat itu begitu digandrungi. Jadi destinasi wajib anak-anak di setiap musim liburan.
Tak hanya itu, banyak turis mancanegara yang datang ke AS, kemudian sengaja mampir ke Toys 'R' Us dan 'tenggelam' di surga mainan.
Lahir dari tangan dingin Charles P. Lazarus, bisnis yang awalnya hanya berupa toko boks dan perabotan bayi ini sukses melesat. Namanya terus melambung.
Bahkan, Toys 'R' Us perlahan mengokohkan citra sebagai 'kiblat' bisnis mainan. Seiring perkembangannya, toko ritel ini terus membuat terobosan. Koleksi mainannya terus bertambah.
Diciptakan pula ikon-ikon mainan demi menarik pelanggan. Vendor-vendor merek baru digandeng. Mulai dari boneka Barbie, mobil-mobilan, hingga sepeda.
Upaya itu tak sia-sia. Setelah kurang lebih 20 tahun berjalan, tepatnya di 1978, Toys 'R' Us melantai di bursa efek untuk kali pertama. Sejak itu, Toys 'R' Us mulai berani ekspansi keluar negeri. Semakin moncer.
Ditandai pembukaan jaringan toko lain di Kanada dan Singapura pada 1984. Berlanjut di berbagai negara. Menurut data terakhir, tercatat setidaknya sudah ada 1.600 jaringan toko Toys 'R' Us yang dibuka di 38 negara dengan total 64.000 pegawai yang dipekerjakan.
Namun 2003, Toys 'R' Us mulai dirundung masalah. Perusahaan itu mengalami penurunan penjualan selama tiga tahun berturut-turut, hingga merugi sebesar 28 juta dolar atau 13 sen per saham. Karena masalah itu, salah satu brand-nya, Kids 'R' Us " disuntik mati" .
Sejak itu, Toys 'R' Us berusaha bertahan meski terseok-seok. Beragam persoalan tak henti-hentinya mendera di tahun berikutnya. Kerugian demi kerugian dalam jumlah fantastis tak dapat dielakkan.
Puncaknya, pada 2014, Toys 'R' Us dilaporkan menutup sekitar 100 toko mereka. Dan pada 2015, perusahaan mainan itu resmi menutup tokonya yang paling populer dan besar di Times Square, New York.
Menurut juru bicara Toys 'R' Us, ditutupnya gerai paling terkenal di Times Square lantaran harga sewa yang terus naik. Sehingga perusahaan tak lagi mampu menanggung.
Harga sewa yang tadinya sebesar 400 dolar AS (Rp5,2 juta) per kaki persegi per tahun, terus meningkat hingga yang terakhir menjadi 2000 dolar AS (Rp26 juta). Yang artinya, dengan toko seluas 21.000 kaki, Toys 'R' Us setidaknya harus merogoh kocek hingga 42 juta dolar AS (Rp565 miliar) per tahun.
Penutupan Toys 'R' Us di kawasan Times Square ternyata berdampak sangat signifikan pada kondisi perusahaan. Penutupan toko ini menyebabkan penurunan penjualan bersih sampai 262 juta dolar AS (Rp3,5 triliun).
Kerugian semakin menjadi-jadi setelah perusahaan ini salah mengambil strategi. Di saat para kompetitor mainan lainnya berlomba memberikan program diskon bagi pelanggan, Toys 'R' Us justru bersikeras tak ingin ikut arus persaingan potongan harga tersebut.
Di sisi lain, hantaman para peritel online yang makin eksis seperti Amazon.com, membuat Toys 'R' Us kian terpuruk. Perusahaan mainan Amerika Serikat itu akhirnya mengajukan pailit karena persoalan keuangan.
Toys 'R' Us dikabarkan memiliki total utang senilai 4,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp65,170 triliun, dan 400 juta dolar AS atau sekitar Rp5,320 triliun diantaranya akan jatuh tempo pada tahun depan.
CEO Toys 'R' Us, David Brandon mengakui jika salah satu penyebab ambruknya jaringan toko online yang ia gawangi itu adalah hantaman toko ritel online.
Kebiasaan jual beli masyarakat yang berubah drastis sejak booming-nya transaksi digital, membuat eksistensi toko offline semakin terkikis.
Dan hal tersebut tak hanya bisa dibuktikan lewat jatuhnya Toys 'R' Us. Beberapa perusahaan besar lainnya sudah lebih dulu tumbang dihajar gelombang revolusi digital. Seperti Disc Tarra, perusahaan ritel CD yang resmi ditutup pada akhir 2015 silam.
Pergeseran minat penikmat musik--yang awalnya hobi membeli cd dan kaset lalu berganti menggunakan media digital--membuat Disc Tarra kehilangan pelanggan, bangkrut dan menutup seluruh outletnya.
Lalu, ada juga Kodak, produk yang pernah berjaya di eranya. Pada Januari 2012 silam, perusahaan kamera film AS itu akhirnya ditutup karena bangkrut. Kodak gagal bertahan lantaran tak sigap mengikuti perkembangan tren digital.
Tak bisa dipungkiri, gelombang digitalisasi sangat berimbas pada bisnis ritel offline. Terlebih di Amerika Serikat, yang notabene adalah pusat dunia digital.
Gaya hidup masyarakat Amerika yang serba digital membuat tren jual beli bergeser. Menurut pendiri toko mainan The Entertainer, Gary Grant, kebiasaan jual beli masyarakat telah berubah sejak toko online booming.
" Kami bahkan menyaksikan sebuah supermarket yang biasanya ramai dikunjungi para konsumen, kini menjadi tampak lebih sepi, sama seperti toko-toko besar di kota-kota kecil," kata Grant.
Dan seiring berkembangnya tren digital, para peritel online tampil merajai industri bisnis. Termasuk dalam industri bisnis mainan.
Menurut laporan Statista, Amazon kini menjadi pemain utama dalam industri mainan di dunia dengan omzet hingga 2,1 miliar dolar (Rp28 triliun) pada 2016.
Diikuti Walmart pada posisi kedua dengan omzet penjualan mencapai 1,2 miliar dolar AS (Rp16 triliun). Sementara Toys 'R' Us harus puas hanya bertenger di urutan ketiga dengan pendapatan sebesar 921 juta dolar AS (Rp12 triliun).
Dan Amazon, rupanya tak hanya merajai industri bisnis mainan. Lebih dari itu, perusahaan yang berdiri sejak 1995 ini adalah salah satu penggerak utama tren pasar online Amerika.
Awalnya, Amazon hanya menjual buku secara online. Kemudian dengan sangat cepat memperluas bisnisnya menjual semua produk trendi. Mulai dari dvd hingga barang elektronik.
Perlahan tapi pasti, Amazon mengukuhkan diri sebagai salah satu pemain besar yang diperhitungkan dalam industri bisnis online Amerika.
Kini, perusahaan yang berkantor pusat di Seattle, AS itu telah memiliki jutaaan karyawan. Amazon mengklaim, situsnya telah memiliki lebih dari 250 juta kunjungan per bulan.
Keunggulan Amazon semakin diakui lantaran mempunyai layanan komputasi awan terbesar dan menjadi penyedia layanan infrastruktur cloud (IaaS) paling besar di dunia.
Selain Amazon, ada pula EBay. Perusahaan multinasional dan e-commerce ini juga merupakan pemain besar sekaligus 'influencer' dalam pasar online Amerika Serikat. EBay menjadi salah satu pionir layanan penjualan berbasis internet dengan metode 'customer to costumer' dan 'business to customer'.
EBay memberi layanan lelang online dan situs belanja dimana pelanggan dapat berbisnis dengan membeli serta menjual berbagai macam barang dan jasa di seluruh dunia.
Selain penjualan secara lelang, Ebay memperluas layanan lewat beragam metode transaksi seperti 'Buy Now' atau belanja by UPC, ISBN, atau jenis lain dari SKU (via Half.com); iklan baris online (via Kijiji atau EBay Secret); online trading tiket (melalui StubHub); dan layanan lainnya. Ebay saat ini merupakan bisnis bernilai miliaran dolar dengan operasi lokal di lebih dari 30 negara.
(Berbagai sumber)
Advertisement
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Prabowo Subianto Resmi Lantik 4 Menteri Baru Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya
Menanti Babak Baru Kabinet: Sinyal Menkopolhukam Dirangkap, Akankah Panggung Politik Berubah?