Ponpes Millinium, Peraduan para Bayi Telantar

Reporter : Maulana Kautsar
Jumat, 3 Juli 2015 04:26
Ponpes Millinium, Peraduan para Bayi Telantar
Pesantren ini menjadi rumah bagi sekian banyak bayi yang 'tidak diinginkan'. Mereka tumbuh hingga dewasa dengan bekal ilmu agama.

Dream - Wanita paruh baya itu tengah menggendong anak kecil berbaju merah. Si anak menangis terus. Tidak jelas apa yang dimintanya.

Dia kemudian meneruskan pekerjaannya. Sore itu, si wanita tersebut mempersiapkan makanan berbuka untuk santri di Pondok Pesantren Yatim Milinium Roudlotul Jannah Sidoarjo.

" Setiap hari ya memasak begini. 50 kg beras tiap harinya," kata wanita yang biasa dipanggil Mbak Har itu kepada Dream.co.id, Kamis, 2 Juli 2015.

Mbak Har mengabdikan dirinya selama 12 tahun di pesantren tersebut. Selain memasak, kesehariannya merawat bayi dan anak-anak di pondok itu.

Dari luar kamar, terlihat bayi-bayi pulas tertidur. Mereka tidur di lantai beralaskan kasur dan terbungkus kain jarik.

Raut wajah penuh kesedihan tampak dari beberapa pengunjung yang datang. Pasalnya, bayi-bayi yang ditampung di pondok itu kondisinya begitu memprihatinkan.

Ada yang lumpuh, ada pula yang mengidap kanker mata. Parahnya, sebagian besar bayi-bayi itu tak memiliki orang tua.

Pengelola pondok, Muhammad Khoirul Sholeh Efendi, mengatakan anak-anak yang ditampung di ponpes ini tidak jelas asal usulnya. Banyak di antara mereka yang tidak dikehendaki dan dibuang oleh orangtuanya.

" Makanya kita kesulitan mengurus akte untuk mereka," kata pria yang akrab dipanggil Gus Mad itu.

Dalam satu bulan, terkadang ada tiga anak ditampung, namun tak jarang dalam satu bulan tidak ada satupun bayi datang.

Anak-anak yang ditampung di ponpes ini kelak ketika dewasa dibebaskan untuk memilih jalan hidupnya. Bahkan, dia boleh kembali ke orangtua kandungnya. Batasan usia yang ditetapkan ponpes yaitu sudah 17 tahun.

Kini, beberapa kerusakan terlihat di beberapa fasilitas ponpes. Salah satunya kamar tinggal. Bebeapa kamar di ponpes yang berdiri sejak 1989 itu terlihat tidak layak untuk ditempati.

Gus Mad mengiyakan hal itu. Dia beralasan, hal tersebut karena semakin banyak anak yang tinggal. " Anak-anak yang tinggal semakin besar dan banyak," katanya.

Satu-satunya harapan Gus Mad ialah ingin mendirikan sekolah. Dia takut ketika kelak dirinya meninggal, anak-anak yang ditampung tidak lagi memiliki lahan. " Mudah-mudahan anak-anak di sini dapat meneruskan masa depannya," tutup Gus Mad. (Ism) 

Beri Komentar