Bahaya Menyepelekan Keluhan Batuk Berkepanjangan

Reporter : Mutia Nugraheni
Kamis, 26 Agustus 2021 19:45
Bahaya Menyepelekan Keluhan Batuk Berkepanjangan
Bisa jadi tanda adanya keganasan.

Dream – Batuk sering kali dianggap sebagai penyakit yang normal dan bisa sembuh dengan sendirinya. Dalam situasi pandemi seperti sekarang, banyak juga yang langsung mencurigai sebagai gejala Covid-19.

Batuk memang merupakan sinyal tubuh yang menandakan kalau ada yang tak beres dengan tenggorokan, paru-paru atau mungkin keganasan. Terutama jika gejala batuk yang muncul sudah cukup lama atau berkepanjangan.

Dokter Evlina Suzanna seorang spesialis patologi anatomi di Rumah Sakit Dharmais menjelaskan ada persamaan gejala pada pasien Covid-19 dan kanker paru yakni batuk, gangguan pernapasan, dan kelelahan.

Hal yang membedakan adalah pada gejala kanker paru biasanya seseorang akan mengalami batuk yang berkepanjangan. Untuk itu ia menyarankan agar segera melakukan screening atau pemeriksaan jika memiliki gejala tersebut.

“ Jangan menunggu ada batuk yang berkepanjangan, ini nanti juga disamarkan dengan gejala COVID-19. Kita harus betul-betul memperhatikan keduanya,” kata dr. Evlina dalam diskusi media yang memperingati Hari Kanker Paru Sedunia 2021 pada Kamis, 26 Agustus 2021.

 

1 dari 4 halaman

Kanker paru sendiri merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi di dunia. Menurut Global Cancer Statistic 2020, terdapat lebih dari satu juta kematian akibat kanker paru di seluruh dunia.

Di Indonesia, angka kejadian kanker paru meningkat setiap tahunnya. Pada 2018 terdapat 30.023 kasus sementara di 2020 menjadi 34.783. Oleh sebab itu, selain mengenali gejala awal, penting juga untuk mengetahui faktor risiko dan pencegahan kanker paru.

Dalam acara yang sama, dr. Ikhwan Rinaldi spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menjelaskan, merokok menjadi penyebab terbesar kematian karena kanker dengan persentase sebesar 80%. Hal ini membuat perokok aktif 20 sampai 50 kali lebih berisiko terkena kanker paru.

 

2 dari 4 halaman

Selain itu, perokok pasif juga berisiko dengan tujuh ribu kematian setahun karena kanker yang meningkat 20-30%. Dokter Ikhwan juga menyoroti penyebab kanker paru seperti diet tinggi daging merah yang mengandung nitrosamin, mengonsumsi suplemen yang mengandung beta karotin, atau paparan zat di tempat kerja (radioaktif, abses, logam berat, dll).

Batuk kering

Sekitar 52% pasien kanker paru terdeteksi dalam stadium lanjut dan hanya 5,2% pasien stadium lanjut yang masih hidup dalam lima tahun. Padahal, kanker paru bisa diatasi jika melakukan pemeriksaan lebih awal dan melakukan pencegahan sedini mungkin.

" Sementara untuk masyarakat yang memiliki gejala tadi, jangan sepelekan gejala ini. Jangan anggap remeh terhadap gejala yang memungkinkan kanker paru seperti batuk. Harus diperhatikan dan datang ke dokter untuk mendapat diagnosis yang tepat,” kata dr. Ikhwan.

Laporan: Elyzabeth Yulivia

3 dari 4 halaman

Berbicara Lebih Berisiko Tularkan Virus Covid-19 daripada Batuk

Dream - Hindari berdekatan dengan orang lain apalagi sampai berbicara dalam waktu lama di situasi pandemi seperti sekarang. Sebuah studi baru menguak fakta terbaru soal risiko penularan Covid-19 saat berbicara.

Rupanya berbicara dapat menyebabkan lebih banyak penularan COVID-19 daripada batuk, terutama di ruang yang berventilasi buruk. Dalam studi baru yang diterbitkan 19 Januari 2021 di Journal Proceedings of the Royal Society A, mengungkap dalam kondisi tersebut, virus dapat menyebar lebih dari 6 kaki (2 meter) hanya dalam hitungan detik.

Temuan menunjukkan bahwa jarak sosial saja tidak cukup untuk mencegah penularan Covid-19, masker wajah dan ventilasi yang memadai juga sangat penting untuk mencegah penyebaran. Para peneliti menggunakan model matematika untuk memeriksa bagaimana Covid-19 menyebar di dalam ruangan tergantung pada ukuran ruangan, jumlah orang di dalamnya, termasuk seberapa baik ruangan tersebut berventilasi dan apakah orang-orang mengenakan masker wajah.

Studi tersebut menemukan bahwa ketika dua orang berada di ruang yang berventilasi buruk dan tidak memakai masker, berbicara dalam waktu lama lebih mungkin menyebarkan virus daripada batuk ringan. Itu karena ketika kita berbicara, mulut mengeluarkan menghasilkan tetesan kecil yang dapat menggantung di udara, menyebar dan menumpuk di area yang tidak memiliki ventilasi yang memadai.

" Ventilasi sangat penting dalam meminimalkan risiko infeksi di dalam ruangan. Dari pengetahuan kami tentang penularan SARS-CoV-2 melalui udara telah berevolusi dengan kecepatan yang luar biasa," kata kepala studi, Pedro de Oliveira dari University of Cambridge dan Imperial College London, dikutip dari LiveScience.com

 

4 dari 4 halaman

Sementara, batuk menghasilkan tetesan yang lebih besar, yang dengan cepat jatuh ke lantai dan mengendap di permukaan. Dalam satu model skenario, para peneliti menemukan bahwa setelah batuk singkat, jumlah partikel infeksius di udara akan turun dengan cepat setelah 1 hingga 7 menit.

Sebaliknya, setelah berbicara selama 30 detik, hanya dalam waktu 30 menit jumlah partikel infeksius turun ke tingkat yang sama dan sejumlah besar partikel masih tersuspensi setelah satu jam.

Dengan kata lain, satu dosis partikel virus yang mampu menyebabkan infeksi akan bertahan di udara lebih lama setelah bicara daripada batuk. Dalam skenario model ini, jumlah tetesan yang sama masuk selama batuk 0,5 detik seperti selama 30 detik bicara.

 

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

Beri Komentar