Ki Bagus terlahir dari keluarga santri. Sang ayah, Raden Haji Lurah Hasyim, merupakan seorang abdi dalem putihan agama Islam Kraton Yogyakarta. Sejak kecil, dia telah dididik dalam lingkungan keluarga agamis. Selain dari kedua orangtuanya, pria dengan nama kecil R Hidayat ini mendapat asupan ilmu agama dari para kiai di sekitar Kauman. Ki Bagus sempat merasakan bangku sekolah umum, namun hanya sampai ‘Sekolah Ongko Loro’ atau tingkat tiga sekolah dasar sekarang. Dia melanjutkan pendidikan di pesantren Wonokromo, dan mengkaji banyak kitab fikih dan tasawuf. Karirnya di dunia dakwah begitu cemerlang. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah pada 1922. Ki Bagus pernah pula menjabat sebagai Ketua Majelis Tarjih dan anggota Komisi MPM Hoofdbestuur Muhammadiyah pada 1926. Dalam kongres Muhammadiyah 1937, Ki Bagus ditunjuk oleh KH Mas Mansur untuk menggantikannya memimpin persyarikatan. Ki Bagus sempat menolak lantaran merasa tidak sanggup. Tetapi, pada 1942 Mas Mansur harus memaksa Ki Bagus menerima jabatan itu karena dia ditunjuk menjadi Pengurus Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Saat itu, situasi sedang bergejolak lantaran Perang Dunia II. Ki Bagus kemudian memegang amanah itu selama 11 tahun lamanya. Dalam masa kepemimpinannya di Muhammadiyah, Ki Bagus berani melawan kekuasaan militer Dai Nippon yang terkenal kejam. Dia menentang keras perintah militer Jepang yang mewajibkan rakyat Indonesia setiap pagi menghadap ke arah timur laut. Ini sebagai bentuk penghormatan terhadap Kaisar Jepang yang dianggap sebagai titisan Dewa Matahari. Saat Republik berdiri, kiprah Ki Bagus tidak bisa dianggap remeh. Dia tercatat sebagai salah satu anggota konstituante. Melalui jabatan itu, dia terus memperjuangkan pemberlakuan hukum Islam di negara Indonesia. ***
Cita-cita itu belum terwujud. Allah SWT menakdirkan Ki Bagus pergi mendahului para pejuang yang lain. Di usianya 64 tahun, Ki Bagus meninggal dunia. Ki Bagus adalah sosok ulama yang sangat menghindari pengkhultusan. Meski jasanya begitu besar, dia tidak mau dianggap sebagai sosok suci. Bahkan saat meninggal, Ki Bagus tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Hanya di sebuah komplek pemakaman umum Kuncen di Kecamatan Wirobrajan, Yogyakarta. Tidak ada penanda apapun di makam itu. Hal ini membuat kesulitan untuk menemukan di mana tepatnya letak makam Ki Bagus sebenarnya. Bahkan, banyak orang yang abai lantaran tidak ada yang tahu di mana letak makam sosok ulama satu ini. Semua terkuak saat Presiden Joko Widodo memberikan gelar Pahlawan Nasional. Buah pikiran Ki Bagus selamanya tidak akan pernah hilang dari identitas bangsa Indonesia. Jejaknya begitu besar bagi berdirinya Republik ini. Dan atas buah pikirannya lah, bangsa ini dikenal sebagai bangsa religius.
Advertisement
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada
4 Komunitas Seru di Bogor, Capoera hingga Anak Jalanan Berprestasi
Resmi Meluncur, Tengok Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone 17
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation