(Foto: Ilustrasi/Shutterstock)
Dream - Temuan awal dari penelitian di Queen Elizabeth Hospital Foundation Trust dan University of East Anglia di Inggris menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D dikaitkan dengan kematian yang lebih tinggi pada pasien Covid-19.
Namun perlu diingat bahwa ini masih merupakan temuan awal dari penelitian yang belum mendapat peninjauan dari para peneliti lainnya.
Meski begitu, temuan ini menimbulkan pertanyaan soal perlu atau tidaknya negara yang penduduknya mengalami kekurangan vitamin D untuk mengonsumsi suplemen sebagai tindakan pencegahan.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, banyak warga masyarakat yang berada di dalam rumah sepanjang hari dalam waktu yang lama. Sehingga mereka mengalami kekurangan vitamin D yang didapatkan dari sinar Matahari pagi.
Seperti diketahui tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri ketika sel-sel kulit kita terpapar sinar Matahari pagi. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan vitamin D dari makanan seperti ikan dan jamur.
Vitamin D diperlukan untuk mengatur jumlah kalsium dan fosfat dalam tubuh. Vitamin juga dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tulang, gigi, dan otot.
Kekurangan vitamin D dalam jumlah besar bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit kelainan tulang seperti rakitis dan osteomalacia.
Ada juga bukti baru tentang peran vitamin D dalam sistem kekebalan tubuh. Kadar vitamin D yang rendah telah dikaitkan dengan kondisi autoimun.
Kekurangan vitamin D ini juga dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi pada pasien Covid-19 di negara-negara Eropa.
Kaitan tersebut ditemukan setelah dilakukan peninjauan data tentang kadar rata-rata vitamin D di antara penduduk 20 negara di Eropa.
Data ini kemudian dibandingkan dengan angka kematian dari Covid-19 di 20 negara yang sama. Analisis statistik mengungkapkan korelasi yang signifikan.
Wilayah yang mengalami tingkat kematian tertinggi akibat Covid-19 merupakan daerah dengan populasi yang memiliki kadar rata-rata vitamin D sangat rendah.
" Kelompok populasi yang paling rentan terinfeksi Covid-19 juga merupakan kelompok yang paling kekurangan vitamin D," bunyi kesimpulan dalam penelitian tersebut.
Namun, para peneliti memperingatkan bahwa temuan awal mereka ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena hanya menggunakan satu variabel.
Wilayah yang penduduknya memiliki kadar vitamin D yang lebih tinggi mungkin mendapat manfaat dari beberapa keuntungan fisiologis lain yang menurunkan risiko kematian mereka dari Covid-19. Sehingga, mengonsumsi suplemen menjadi tidak efektif dan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan lainnya karena suplementasi yang tidak perlu.
Tetapi, jika dilakukan peninjauan oleh peneliti lainnya, temuan awal tentang kaitan vitamin D dan Covid-19 ini layak untuk jadi bahan penyelidikan lebih lanjut dalam mengidentifikasi faktor gaya hidup yang dapat meningkatkan atau memperburuk tingkat penyakit yang dialami.
Sumber: IFL Science
Advertisement
Dompet Dhuafa Kirim 60 Ton Bantuan Kemanusiaan untuk Penyintas Bencana di Sumatera

Perlindungan Rambut Maksimal yang Ringan dan Praktis Lewat Ellips Hair Serum Ultra Treatment

Temukan Pengalaman Liburan Akhir Tahun yang Hangat di Archipelago Hotels

Kolaborasi Strategis KEC dan Archipelago Hadirkan Perusahaan Manajemen Hotel Baru di Madinah

Komunitas `Hutan Itu Indonesia` Ajak Anak Muda Jatuh Cinta Lagi pada Zamrud Khatulistiwa
