Pupusnya Harapan Keluarga Korban Tragedi Mina

Reporter : Sandy Mahaputra
Rabu, 7 Oktober 2015 18:32
Pupusnya Harapan Keluarga Korban Tragedi Mina
Empat anggota keluarganya wafat dalam tragedi Mina. Sempat terombang-ambing ketidakpastian data korban.

Dream - Dering telepon seluler memecah lamunan dan kegundahan batin Dede Harlan seharian ini. Dari ujung telepon, terdengar suara terbata-bata penelepon. Suara di seberang itu sesekali terputus karena tertahan tangis sesenggukan.
    
" Pak... Atang dan Ima meninggal dunia. Ira dan Dikdik hilang, belum diketahui kondisinya," kata Irfan Firdaus, anak bungsu Dede.

Air mata di wajah keriput Dede jatuh tak terbendung. " Innalillahi wa inna ilaihi rojiun," jawab pria 70 tahun itu sambil memeluk sang istri, E.E Rohaeni.

Mereka saling berpelukan. Bergetar diguncang rasa duka yang mendalam. Sampai-sampai, keduanya sama-sama bersimpuh di lantai, dengan tangan saling berdekapan dan telepon masih tersambung.

Sehari sebelumnya, Kamis 24 September 2015, perasaan Dede sudah tak enak tatkala melihat berita di layar televisi. Berita mengabarkan terjadi tragedi di Jalan 204 Mina. Ketika ribuan jemaah mendadak bertumpuk sehingga terjadi desak-desakan dan saling dorong.

Akibatnya, sebagian jemaah itu jatuh. Lalu terinjak-injak dan kehabisan napas di tengah kepanikan yang luar biasa. Mereka sampai-sampai harus saling panjat demi mendapatkan nafas. Tragedi itu membuat dunia terhentak. Semua berduka.

Banyak keluarga jemaah yang khawatir. Mereka langsung memantau media dengan harapan menemukan informasi tentang kerabat mereka. Termasuk juga Dede.
 
Seluruh anggota keluarga yang tinggal di Cikabuyutan Barat, RT 05/10 Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar itu dirundung cemas luar biasa.

Esok sorenya, kegelisahan itu terjawab sebagian. Meski pahit terdengar di telinga Dede. Dari Mekah, ia mendapatkan kabar anak dan mantunya menjadi korban tragedi Mina.

" Keluarga saya yang paling banyak menjadi korban. Berangkat tujuh orang, meninggal empat. Mereka anak-anak dan mantu Bapak," kata Dede dengan nada bergetar saat berbincang dengan Dream, akhir pekan kemarin.

ihwal kisah tragis... 

1 dari 2 halaman

Terombang-ambing

Terombang-ambing © Dream

Terombang-ambing

Dengan logat Sunda yang kental, Dede menceritakan ihwal kisah tragis yang menimpa keluarga besarnya. Ia menerima Dream di ruang tamu rumah menantunya, Didik, di Perumahan Timah Blok EE 7 RT 1 RW 12, Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Dengan mata masih sembab, Dede yang mengenakan baju batik menuturkan, tujuh orang dari keluarga itu di antaranya adalah Atang Gumawang dan istrinya Ima Rismawati, Irfan Firdaus dan istrinya Siska Nur Annisa, serta Ira Kusmira berserta suaminya Dikdik M. Tasdik. Mereka berangkat haji melalui kelompok terbang 61 dari Bekasi pada 13 September 2015.

Keberangkatan tujuh anggota Dede itu tanpa diwarnai firasat apapun. Semuanya terasa berjalan lancar. Tetapi, Dede mengingat, menantunya, Ima sempat menuliskan sebuah status di akun Facebook, sebelum pergi ke Tanah Suci.

Di dalam akun tersebut, Ima menulis sebuah pesan bahwa dia ingin meninggal secara syahid. " Doakan ya, saya ingin meninggal secara syahid,” katanya menirukan pesan itu.

Kematian Atang Gumawan, putra keduanya, dan istrinya Ima Rismawati sudah terkonfirmasi melalui rilis yang dikeluarkan Kementerian Agama. 

Meninggalnya Atang Gumawan secara resmi telah dilansir pemerintah pada 30 September lalu. Adapun, konfirmasi mengenai meninggalnya Ima baru diterima Dede pada Jumat 2 Oktober 2015.

" Baru kemarin Jumat dikabari. Padahal meninggalnya sejak 24 September," tutur Dede menghelas nafas panjang dan mata berkaca-kaca.

Sedangkan Ira Kusmira, putri kandungnya, dan sang menantu, Dikdik Muhammad Tasdik, hingga Minggu 4 Oktober 2015, belum secara resmi dinyatakan meninggal oleh pemerintah.

Salah satu anaknya, Irfan yang selamat dari tragedi Mina juga belum bisa memastikan kabar pasti sang kakak dan iparnya itu. " Perasaan saya galau. Mengapa belum juga teridentifikasi," ucap Dede dengan tatapan nanar. 

Dikdik dan Ira telah 12 tahun menikah. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai tiga anak laki-laki; Gamel (10 tahun), Haekal (6 tahun) dan Faher (4 tahun). Ketiga pun sering bertanya kepada Dede dan Rohaeni, soal kabar orangtuanya. 

Sang kakek dan nenek tak sampai hati menjawabnya. Mereka juga bingung harus menjelaskannya, lantaran semua masih simpang-siur dan belum ada kepastian. 

Sejak kabar 'meninggalnya' Dikdik dan Ira, suasana duka memang tak terpancar dari rumahnya. Tak ada karangan bunga atau ucapan duka cita terpampang di sana.

Namun beberapa kali para kerabat dan tetangga berdatangan ikut menyampaikan duka. Sambil bertanya kabar terakhir pasangan suami istri itu.

Musibah yang menimpa keluarga itu sempat membuat toko dan usaha air kemasan milik Dikdik dan Ira berhenti. Namun kini, usaha itu kembali dibuka. 

" Sempat ditutup pas dapat kabar Pak Dikdik dan Bu Ira jadi korban tragedi Mina. Karena banyak yang datang ke rumah dan toko," kata Soimin, salah satu karyawan toko.

Dede turut membantu usaha milik Didik yang berprofesi sebagai guru di Mahad Utsman bin Affan, Cipayung, Jakarta Timur. Ia juga mengurus utang piutang anaknya yang belum sempat terselesaikan. Setelah itu merundingkan pengasuhan anak-anak Dikdik dan Ira.

2 dari 2 halaman

Harapan Itu Pupus

Harapan Itu Pupus © Dream

Harapan Itu Pupus

Dream coba mengkonfirmasi kabar Dikdik dan Ira ke bagian informasi haji Kementerian Agama. Hasilnya nihil. Dalam data itu nama keduanya belum terkategori, apakah meninggal atau masih hidup. 

" Ini belum dimasukkan ke data yang menjadi korban (Mina) ataupun meninggal," kata staf IT Sistem Informasi Haji Terpadu (Siskohat), Aji Setya. 

Menurutnya, anggota keluarga Dede Harlan yang berangkat melalui kloter 61, tergabung dalam rombongan 8 regu 32. " Irfan Firdaus Harlan di dalam data ini menjadi ketua regunya,” kata Aji sembari menunjuk ke layar monitor.

Kepala Bidang Sistem Informasi dan Umrah, Affan Rangkuti juga enggan terburu-buru membenarkan informasi itu. " Kami tidak mau memastikan. Kami masih menunggu hasil investigasi dan kabar dari petugas haji di sana," tegasnya.

Keluarga besar Dede terus menunggu kepastian. Dede mengaku ikhlas dengan guratan takdir yang telah digariskan ini. 

Dalam ketidakpastian itu, ia masih punya secercah harapan; " Semoga saja segera teridentifikasi. Syukur-syukur masih selamat (hidup)," katanya lirih. 

Tapi hari ini, Rabu petang 7 Oktober 2015, petugas data Sistem Haji Terpadu akhirnya memastikan pada Dream,  nama Ira dan Dikdik sudah masuk daftar mereka yang tewas dalam tragedi Mina. Harapan Dede dan keluarga pun pupus…  (eh)

Beri Komentar