Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (Foto: Shutterstock)
Dream - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan corticosteroid dexamethasone masih menjadi satu-satunya obat terapi untuk pasien Covid-19 bergejala parah yang menunjukan efektivitas cukup tinggi. Temuan ini diketahui setelah enam bulan program Solidaritas Trial berjalan.
Trial Solidaririty adalah program yang melibatkan 13 ribu peneliti di 30 negara. Dari penelitian sementara, Remdesivir, Hidroksoklorokuin, Ritonavir, dan Interferon dianggap tidak mampu menurunkan angka kematian Covid-19.
Pernyataan resmi itu disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers baru-baru ini.
Dikutip dari laman resminya pada Senin, 19 Oktober 2020, WHO pada Juni lalu menyatakan penghentian pada kelompok penelitian hidroksiklorokuin. Lalu pada Juli, mereka menyatakan bahwa tidak lagi melibatkan pasien untuk menerima kombinasi Lopinavir dan Ritonavir.
" Hasil sementara dari uji coba sekarang menunjukkan bahwa dua obat lain dalam uji coba, remdesivir dan interferon, memiliki sedikit atau tidak berefek dalam mencegah kematian akibat Covid-19 atau mengurangi waktu di rumah sakit," kata Tedros.
Lebih lanjut, Tedros berharap agar hasil lengkap dari penelitian tersebut segera dipublikasikan di jurnal ilmiah terkemuka.
(Sumber: WHO.int)
Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.
Dream - Kabar mengejutkan datang dari Badan Kesehetan Dunia (WHO). Salah seorang petinggi organisasi tersebut, Dr David Nabarro, menyerukan para pemimpin dunia agar berhenti melakukan lockdown atau penutupan wilayah demi berjalannya ekonomi.
Nabarro mengatakan, lockdown bukan lagi cara untuk mengendalikan penyebaran virus corona. Menurutnya, satu-satunya hal yang dicapai lockdown adalah kemiskinan, tanpa mampu menyelamatkan banyak nyawa yang melayang.
" Lockdown hanya memiliki satu konsekuensi yang tidak boleh Anda remehkan, dan itu membuat orang miskin menjadi semakin miskin," kata Nabarro, dikutip dari Liputan6.com, Senin 12 Oktober 2020.
Menurut Nabarro, WHO tidak lagi menganjurkan untuk melakukan lockdown sebagai cara utama pengendalian Covid-19.
" Satu-satunya yang kami yakini bahwa lockdown dapat dibenarkan untuk memberi Anda waktu untuk mengatur ulang, menyusun kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya Anda, melindungi petugas kesehatan yang kelelahan," katanya.
Lockdown, tambah Nabarro, memberikan dampak secara global, bagaimana ekonomi semakin terpuruk, yang miskin turut terpengaruh secara tidak langsung.
" Lihat apa yang terjadi pada petani kecil di seluruh dunia. Lihat apa yang terjadi dengan tingkat kemiskinan. Tampaknya kita mungkin memiliki dua kali lipat kemiskinan di dunia tahun depan. Begitu juga dengan masalah malanutrisi anak," katanya.
Sumber: Liputan6.com
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Hasil Foto Paspor Shandy Aulia Pakai Makeup Artist Dikritik, Pihak Imigrasi Beri Penjelasan
Zaskia Mecca Kritik Acara Tanya Jawab di Kajian, Seperti Membuka Aib