© MEN
Dream - Krisis penindasan terhadap etnis minoritas Muslim Uighur di China masih terus berlangsung. Namun, seperti biasa, pemerintah China selalu membantah dugaan kekerasan yang dilakukannya.
Bahkan, mereka mengatakan bahwa kamp tahanan yang dibangun bukan sebagai penjara, tetapi sebagai tempat rehabilitasi dan deradikalisasi Muslim Uighur yang dicap teroris.
Terbaru, sebuah laporan oleh Patrick Poon, seorang peneliti China di Amnesty International, menyebut pemerintah China akan menulis ulang buku-buku agama Islam agar sepaham dengan nilai-nilai sosialis.
Artinya, paragraf-paragraf yang tidak sejalan dengan paham Partai Komunis dan dianggap 'salah' akan diubah atau diterjemahkan kembali.
Jadi, buku-buku agama Islam tersebut nantinya hanya memuat ajaran yang sesuai dengan keinginan dan doktrin pemerintah China yang berhaluan komunis.
Meskipun tidak secara spesifik menyebutkan Alquran, China menyatakan bahwa revisi akan dilakukan pada agama-agama yang ada, termasuk Islam.
Mereka menganggap ajaran-ajaran dalam agama tersebut kuno dan sudah tidak kompatibel atau sesuai dengan zaman modern.
Perintah penulisan ulang buku-buku agama Islam ini dikeluarkan November lalu selama pertemuan Komite Urusan Etnis dan Agama Rakyat China yang bertugas mengawasi masalah etnis dan agama di negara itu.
Sebanyak 16 pakar dan perwakilan agama dari Partai Komunis China menghadiri konferensi bulan lalu, menurut Kantor Berita Xinhua.
Pertemuan tersebut diketuai oleh Wang Yang, Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China. Wang menekankan bahwa setiap otoritas agama harus mengikuti instruksi Presiden Xi Jinping.
" Menafsirkan ideologi agama sesuai dengan 'nilai-nilai inti sosialisme' dan 'perkembangan zaman'," katanya seperti dikutip surat kabar Prancis Le Figaro.
Tidak hanya itu, dia juga mendesak para pejabat untuk membangun 'sistem keagamaan yang sesuai dengan karakteristik China'.
Wang berpikir langkah yang ditempuh ini akan mencegah berkembangnya pemikiran radikal yang mengancam negara China.
" Dengan menulis ulang buku-buku agama, kita dapat mencegah pemikiran radikal yang dapat mengancam negara," katanya.
(Sah, Sumber: I Am Lejen)
Dream - Setelah melarang penggunaan hijab dan pemeliharaan jenggot, China kembali menerapkan aturan yang menekan Muslim di Xinjiang. Aturan baru itu berupa larangan memberikan nama Islam pada bayi dari pasangan Muslim yang baru lahir.
Saddam, Haji, dan Jihad adalah sebagian dari 29 nama yang dilarang di China dalam 'Aturan Pemberian Nama bagi Etnis Minoritas'. Daftar nama itu diterima Kantor Berita Taiwan oleh pengurus World Uighur Congress.
Stasiun radio Free Asia menelepon kepolisian setempat untuk memverifikasi kabar tersebut. Melalui sambungan telepon, pejabat kepolisian setempat membenarkan adanya larangan tersebut.
" Anda tidak diizinkan memberi nama berbau agama yang kental seperti Jihad atau nama-nama sejenis itu. Satu hal yang penting di sini yaitu konotasi nama... Tidak boleh memiliki konotasi seperti perang suci atau kemerdekaan Xinjiang," kata pejabat yang bersangkutan.
Jika menggunakan nama para ulama, pejabat itu menjawab, " Suruh dia (orang yang memberi nama) menggantinya, itu bisa dianggap upaya teror."
Sementara jika nama yang diberikan berkonotasi pada simbol seperti bintang dan bulan, pejabat itu membolehkan. " Sebenarnya, bintang dan bulan adalah simbol pagan," kata pejabat tersebut.
" Mekah mungkin jadi yang teratas. Saya pikir Anda tidak bisa memanggil seseorang dengan nama Saddam," lanjut dia.
Selanjutnya, si pejabat itu mengatakan kebijakan ini dijalankan oleh partai penguasa. Perintah tersebut harus diikuti oleh seluruh penduduk China.
" Orang dengan nama yang dilarang akan kesulitan mengurus registrasi kependudukan, jadi mereka akan diusir dari Kantor Hukou ( semacam Departemen Catatan Sipil dan Kependudukan) saat waktunya tiba nanti," ucap pejabat tersebut.
(Sah/Sumber: shanghaiist.com)
Dream - Seorang warga Malaysia, Zikri mengalami hal buruk ketika berkunjung ke Xinjiang. Dia bersama rombongan sempat ditahan polisi China karena sholat di masjid milik komunitas Uighur.
Dilaporkan World of Buzz, awalnya Zikri dan beberapa rekannya merasa senang dapat menemukan masjid di kawasan yang dihuni etnis Uighur. Karena masjid tersebut menjadi satu-satunya tempat ibadah yang bisa dia masuki untuk sholat dengan tenang.
Tetapi, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Setelah sholat, Zikri mendapati sekelompok pasukan bersenjata dan polisi sudah menunggu di luar masjid.
" Polisi itu tampak seperti memarahi seorang imam,” kata dia.
Zikir menduga pemicu amarah tersebut adalah diizinkannya dia sholat di masjid tersebut.
Rombongan asal Malaysia yang sempat ditangkap pemerintah China (Foto: World of Buzz)
Rombongan tersebut lalu ditangkap dan dipaksa meninggalkan masjid. Dalam kondisi tersebut, pimpinan rombongannya, Khir Ariffin, dengan tenang memberi tahu editor senior kantor berita Malaysia, Bernama, Haji Ara.
“ WhatsApp teman-temanmu di Bernama. Beri tahu mereka jika kami tidak bisa dihubungi dalam 24 jam ke depan, beri tahu kedutaan tanpa menyebarkan berita ke media. S.O.S,” kata Khir.
“ Kendaraan kami dikontrol ketat oleh angkatan bersenjata dan polisi membawa kami ke lokasi yang tidak kami ketahui. Kami gugup tetapi kami mengikuti perintah tanpa ada provokasi,” ucap Khir menambahkan.
Menurut Khir, petugas keamanan kerap menyamar sebagai tukang kebersihan, warga lokal dan pemilik toko. " Kami terus diawasi,” ucap dia.
Ketika mereka tiba di lokasi yang dirahasiakan, kelompok itu terkejut melihat gerbang dan halaman yang terlindung di tengah-tengah desa tua. Satu tim beranggotakan militer dan polisi menunggu kedatangan rombongan.
Khir memberi sinyal tertutup kepada timnya untuk membiarkan pemandu wisata tepercaya mereka, Andy, menangani situasi.
“ Kami menghindari berbicara satu sama lain sehingga mereka tidak akan salah paham tentang niat kami. Kami tetap tenang, berusaha tersenyum dan menghindari provokasi,” ucap dia.
Setelah pertemuan itu, rombongan sempat ditahan di kamar yang menyerupai penjara. Mereka menunggu Andy selesai bernegosiasi dengan pihak berwenang.
Akhirnya, setelah menunggu selama berjam-jam, seorang pejabat militer yang tidak dikenal datang menyambut rombongan dan meminta maaf.
Personil militer yang menangkap mereka di masjid tidak terlihat. Meski akhirnya lega, Zikri merasa tertolak karena dilarang sholat di masjid.(Beq)
Dream - Masalah nasib etnis Uighur di Xinjiang, China, tampaknya tidak ada habisnya. Dugaan terjadinya pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap minoritas Muslim di kawasan ini telah diketahui dunia Internasional.
Perlakuan kejam terhadap etnis Uighur tersebut sudah menjadi rahasia umum. Sudah banyak media yang mengungkap dan membuktikan kekejaman pemerintah China.
Terlalu banyak bentuk penindasan yang harus dilalui oleh warga Muslim Uighur. Hal ini mengundang perhatian laman The Diplomat.
Dilansir dari Siakapkeli.my, laman The Diplomat merilis daftar 22 negara di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menentang kekejaman pemerintah China terhadap etnis Muslim Uighur.
Kelompok negara tersebut menandatangani surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan HAM PBB dan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.
Surat tersebut berisi desakan kepada pemerintah China untuk menghentikan penahanan massal secara besar-besaran di Xinjiang.
Berikut ini adalah daftar negara-negara yang secara terbuka menyatakan penolakan mereka terhadap kekejaman China terhadap etnis Muslim Uighur:
Dari daftar tersebut terlihat banyak negara Eropa yang menolak kebijakan kejam Beijing terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.
Selain itu, Amerika Serikat mungkin juga ada dalam daftar karena Presiden Donald Trump telah secara terbuka menyuarakan pendapatnya tentang kekejaman etnis Uighur.
Namun, ada juga negara-negara yang mendukung kebijakan kekerasan domestik yang dilakukan Beijing dengan mengirim surat. Di antara daftar negara yang diduga mendukung kekejaman China:
Sangat mengejutkan bahwa ada negara-negara Islam yang mendukung kebijakan Beijing yang kejam ini, termasuk Arab Saudi, Pakistan, Kuwait, Uni Emirat Arab.
Sementara, perwakilan dari Asia seperti Malaysia dan Indonesia tidak termasuk dalam daftar negara-negara penentang maupun pendukung hak-hak Uighur di Xinjiang.
Meskipun sudah banyak aktivis dan demonstrasi yang menentang kekejaman China terhadap Uighur di dalam negeri. Namun sampai saat ini kedua negara tersebut belum menyatakan sikap resminya.
Dilaporkan Liputan6.com, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah Indonesia tidak mau ikut campur urusan negara China terkait masalah muslim Uighur, di Xinjiang. Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah tak bisa mengintevensi urusan dalam negeri China.
" Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China, mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," ujar Moeldoko di Kantor Staf Presiden Jakarta, Senin (23/12/2019).
" Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri. Itu prinsip-prinsip dalam standar hubungan internasional," jelas dia.
Sebelumnya, Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, mempersilakan masyarakat Indonesia untuk melihat langsung kondisi muslim di Uighur, China. Dia menampik adanya pemberitaan adanya tindakan intimidasi dan aksi kekerasan oleh pemerintah China.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal