MUI: Hasil Uji Lab Bumbu Solaria, Tak Ada Unsur Babi

Reporter : Maulana Kautsar
Jumat, 27 November 2015 17:02
MUI: Hasil Uji Lab Bumbu Solaria, Tak Ada Unsur Babi
Lukman mengatakan hasil uji laboratorium ini juga sebagai bentuk klarifikasi atas hasil uji cepat (rapid test) yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kota Balikpapan.

Dream - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan hasil uji laboratorium terhadap sampel bumbu restoran Solaria di Balikpapan, Kalimantan Timur telah keluar. Dari hasil tersebut, LPPOM MUI menyatakan tidak ditemukan kandungan unsur babi.

" Berdasarkan hasil uji tes DNA pada sampel berupa bumbu tidak terdeteksi adanya DNA babi," ujar Kepala LPPOM MUI Pusat Lukmanul Hakim dalam konferensi pers di Gedung MUI, Jakarta, Jumat, 27 November 2015.

Lukman mengatakan hasil uji laboratorium ini juga sebagai bentuk klarifikasi atas hasil uji cepat (rapid test) yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kota Balikpapan pada 23 November lalu. Sebab, kata dia, hasil uji cepat tidak bisa menjadi bahan kesimpulan akhir.

" Hasil dari uji cepat bukanlah kesimpulan akhir. Uji cepat merupakan screening awal untuk kemudian dibawa pada tahapan tes lanjutan," papar dia.

Dalam melakukan verifikasi awal metode tes cepat, LPPOM MUI menemukan 'kesalahan positif' pada sampel yang diambil dari dapur Solaria cabang Balikpapan dan cabang-cabang Jabodetabek. 'Kesalahan positif' merupakan hasil tes atas satu sampel, tetapi hasilnya berbeda.

" Dari hasil bumbu yang dipekatkan terdeteksi positif. Tapi, yang encer negatif. Yang positif inilah yang kemudian perlu tes lanjutan karena alat untuk uji cepat ini memiliki sensitivitas yang tinggi," jelas dia.

Hasil sampel positif ini, terang Lukman, diuji kembali oleh tim laboratorium menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode ini digunakan untuk mendeteksi DNA babi dalam suatu produk.

" Hasil dari PCR pada sampel yang positif tidak ditemukan kandungan DNA babi," terang Lukman. (Ism) 

1 dari 4 halaman

Penjelasan Solaria Soal Unsur Babi dalam Bumbu

Penjelasan Solaria Soal Unsur Babi dalam Bumbu © Dream

Dream - Pengelola Solaria akhirnya buka suara terkait dugaan temuan bumbu yang mengandung unsur babi di restoran mereka di Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka memberi penjelasan melalui akun Twitter resmi @SolariaID.

Hai #Solarians, berkaitan dengan pemberitaan mengenai Solaria kota Balikpapan. Berikut yang dapat kami sampaikan :#SolariaInfo,” demikian dikutip Dream dari @SolariaID, Rabu 25 November 2015.

Dalam kicauan itu, pengelola Resto Solaria menyatakan bahwa semua bumbu yang mereka gunakan memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Semua bahan yang kami gunakan bersertifikat halal & kami selalu mengikuti semua prosedur serta arahan dari MUI Pusat.”

Sementara itu, Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) akan menggelar uji banding atas temuan dalam sidak yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Kelautan Kalimantan Timur itu.

“ Informasi temuan bahan itu dari analisa awal Dinas Peternakan dan Kelautan setempat, kami harus klarifikasi dulu,” kata Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim. Hasil itu akan diketahui dalam satu hingga dua hari lagi.

2 dari 4 halaman

Temuan Unsur Babi di Solaria, Ini Kata MUI

Temuan Unsur Babi di Solaria, Ini Kata MUI © Dream

Dream - Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) melakukan uji banding atas informasi temuan bumbu yang mengandung unsur babi di Restoran Solaria Balikpapan, Kalimantan Timur. Uji banding itu dilakukan di beberapa laboratorium terakreditasi.

" Informasi temuan bahan itu dari analisa awal Dinas Peternakan dan Kelautan setempat, kami harus klarifikasi dulu,” kata Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, saat dikonfirmasi Dream, Rabu 25 November 2015.

“ Itu temuan awal dari Dinas Peternakan, kami hanya diundang saja saat sidak. Jadi masih perlu kami klarifikasi hasilnya,” tambah dia.

Menurut dia, hasil yang dikeluarkan dalam sidak Dinas Peternakan bersama LPPOM MUI Kalimantan Timur itu dari tes cepat. Bagi LPPOM MUI, hasil tes cepat merupakan informasi awal untuk melakukan tes lebih lanjut.

“ Kami masih melakukan tes. Sekarang belum keluar hasilnya, nanti akan kami umumkan dalam satu atau dua hari ke depan,” tambah Lukman.

Melalui laman www.halalmui.org, Lukman juga menyatakan LPPOM MUI memiliki prosedur pengawasan terhadap pemegang sertifikat halal. Dan selama pengawasan, LPPOM MUI tak menemukan adanya pelanggaran.

“ Selama pengawasan tidak ditemukan hal-hal yang mengarah kepada hasil tersebut di Balikpapan,” tulis Lukman pada laman tersebut.

Sementara, pengelola Resto Solaria, melalui akun Twitter mereka, @SolariaID, memastikan semua bahan dalam bumbu mereka telah mendapat sertifikat halal MUI.

“ Semua bahan yang kami gunakan bersertifikat halal & kami selalu mengikuti semua prosedur serta arahan dari MUI Pusat.” (Ism) 

3 dari 4 halaman

Tertipu Warung Seafood, Sepiring Udang Rp3,2 Juta

Tertipu Warung Seafood, Sepiring Udang Rp3,2 Juta © Dream

Dream - Teliti menu makanan sebelum memesan. Termasuk harga untuk tiap porsi. Bila kurang jelas, tanyakan secara detail kepada pelayan. Bila tidak, bisa-bisa Anda tertipu menu yang tercetak dengan menarik itu.

Simaklah pengalaman wisatawan di China –yang bermarga Zhu– ini. Dia " tertipu" oleh menu yang dipasang sebuah restoran seafood. Akibatnya, Zhu harus merogoh kocek jutaan rupiah hanya untuk sepiring udang dan beberapa menu lainnya.

Kisah itu bermula saat Zhu berlibur ke wilayah Qingdao bersama keluarga. Pria asal Nanjing ini singgah ke restoran seafood. Seperti di restoran lain, di tempat itu Zhu dan keluarga disodori menu makanan. Foto menu makanan itu sungguh menarik, menggugah selera.

Diamatilah menu itu lekat-lekat. Selain melihat menu, mereka juga melihat harga untuk menyesuaikan isi kantong. Dan terpautlah mata mereka pada menu udang lezat. Mereka melihat jelas tulisan 38 yuan atau sekitar Rp82 ribu. Ah, masih terjangkau. Sejauh itu, tak ada masalah.

Pesanlah mereka sepiring udang dan beberapa menu lain. Dengan lahap mereka santap, termasuk satu piring berisi 40 udang. Mereka habiskan beramai-ramai. Nikmat masih terasa di lidah. Kenyang di perut belum juga turun. Namun mereka harus segera beranjak. Maka dibayarlah pesanan yang telah ludes dimakan itu.

Dan saat menerima bon tagihan, Zhu dan keluarganya terperanjat. Mereka mengamati lekat-lekat bill itu karena merasa ada yang salah. Zhu tak menyangka harus membayar 2.700 yuan atau sekitar Rp5,8 juta untuk pesanan yang telah mereka habiskan. Sepiring udang yang mereka pesan ternyata harganya 1.520 yuan atau sekitar Rp3,2 juta.

Ya, harga Rp82 ribu yang tertera pada daftar menu itu ternyata bukan harga sepiring udang. Yang tertulis itu ternyata harga perekor. Satu ekor udang dihargai Rp82 ribu. Sehingga, Zhu harus membayar satu piring berisi 40 ekor udang dengan Rp3,2 juta. Ditambah menu lain, Zhu harus membayar Rp5,8 juta.

Merasa tertipu, Zhu mendatangi sang pemilik restoran. Dia menanyakan mengapa harga udangnya tak sama dengan yang tertera pada daftar menu. Namun, sang pemilik restoran dengan tenang memberikan penjelasan.

Pemilik restoran itu menunjukkan tulisan dengan ukuran sangat kecil pada bagian bawah menu. Bunyinya: “ harga seafood di atas adalah harga per item.”

Mendapat penjelasan itu, Zhu tetap tak terima. Dia menolak membayar harga yang dinilai terlalu tinggi. Pemilik restoran itu kemudian mengeluarkan tongkat, mengancam Zhu agar mau membayar.

Namun kemudian polisi dipanggil ke restoran utnuk menyelesaikan sengketa itu. Mereka bernegosiasi dan akhirnya Zhu tetap harus membayar dengan harga yang masih dianggap tinggi. Yaitu 2.000 yuan atau sekitar Rp4,3 juta.

Kepada media lokal, sang pemilik restoran mengaku sengaja memasang harga selangit, karena udang-udang yang dijual itu merupakan udang segar, yang baru ditangkap.

Kasus ini dengan cepat menyebar ke media sosial China, Weibo. “ 38 yuan large prawn” menjaditrending topik. Pengguna media sosial China mengecam pemilik restoran dan aparat yang dinilai tak sensitif dengan kasus yang disebut sebagai penipuan terhadap pelanggan ini.

“ Lain kali, jika saya makan di Qingdao, lebih baik bertanya dulu berapa harga tiap butir nasi atau tiap mie atau yang lainnya,” demikian tulis pengguna Weibo, YanchixiaS, sebagaimana dikutip Dream dari Shanghaiist, Kamis 8 Oktober 2015.

4 dari 4 halaman

Pengakuan Korban `Dirampok` Bon Makan Anyer

Pengakuan Korban `Dirampok` Bon Makan Anyer © Dream

Dream - Kasus rumah makan di Anyer, Banten 'getok' harga seenaknya bukan pertama kali terjadi. Beberapa orang pernah mengaku jadi korban.

Kali seorang pengguna Facebook bernama Abah Choirun Sholeh menceritakan pengalaman pahit makan di Pantai Karang Bolong, Anyer, 1 Maret 2014 lalu.

Dia kena 'getok' harga selangit Rp 515.000 dengan pesanan makanan; 1 Porsi Ikan bakar Rp 180.000, 1 porsi Cumi Saos Tiram Rp 200.000, 1 bakul nasi Rp 40.000, 4 kelapa muda Rp 80.000, dan 1 piring lalapan Rp 15.000.

" Begitu liat harganya Rp 515.000 awalnya ga percaya, mungkin nolnya kebanyakan jadi Rp 51.500. tapi kok masa sih tempat wisata murah banget. Saat tanya ternyata benar totalnya segitu," tulis Abah menceritakan pengalamannya itu di akun Facebook miliknya.

" Niatnya mau seneng jadi kecut gara kejadian itu. Untuk yang mau ke karang bolong ataupun wisata lainnya dimohon hati-hati kalau pergi ke tempat makan dimana pun berada" .

Banyak Makan Korban

Sejumlah rumah makan masakan laut di Anyer ditenggarai banyak tak mencantumkan harga. Yulia, seorang resepsionis hotel di Anyer mengaku sudah banyak yang jadi korban rumah makan getok harga ini.

" Kalau tamu hotel sering kita kasih rekomendasi, ini rumah makan yang harganya wajar. Biar mereka nggak kena tipu. Banyak yang mengeluh soal kena tipu pas makan sea food," kata Yulia saat berbincang dengan Merdeka.com dikutip Dream.co.id, Senin 8 September 2014.

Yulia menambahkan biasanya untuk makan berempat atau berlima dengan lauk ikan, udang dan cumi sekitar Rp 300.000. Menurutnya harga Rp 1 juta yang ramai diposting di Facebook sudah sangat tak masuk akal.

Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI), Serang, Hardomo mengaku telah memberi masukan kepada dinas terkait untuk membuat peraturan agar rumah makan di Anyer mencantumkan lengkap menu dan harga.

Tapi dari asosiasi, lanjut dia, tidak mengontrol lagi. Karena itu tugas dinas terkait, entah dinas pariwisata ataupun dinas perdagangan.

Ia mengimbau wisatawan agar masuk ke rumah makan yang mencantumkan lengkap menu beserta harga. " Kalau tidak ada daftar harga jangan makan di situ," ujarnya. (Ism)

Beri Komentar