Heboh Wacana Pemutaran Kembali Film G30S/PKI

Reporter : Maulana Kautsar
Selasa, 19 September 2017 12:02
Heboh Wacana Pemutaran Kembali Film G30S/PKI
Banyak tokoh berbeda pendapatn soal pemutaran kembali film dokudrama peristiwa 1965 itu.

Dream - Wacana pemutaran kembali film dokudrama (dokumenter drama) Penumpasan Pemberintakan G 30 S PKI atau lebih dikenal dengan judul G 30 S PKI kembali mencuat dan menimbulkan polemik. Film garapan sutradara Arifin C Noer ini tidak lagi ditayangkan di layar kaca setelah reformasi 1998.

Sejumlah tokoh menanggapi wacana tersebut, termasuk Presiden Joko Widodo. Menurut Jokowi, pemutaran kembali film tentang peristiwa 30 September 1965 bisa saja dilakukan namun dengan versi yang baru. 

" Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Jokowi dalam keterangan tertulisnya.

Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempersilakan film itu diputar kembali di sejumlah stasiun televisi.

" Kalau saya, silakan saja diputar di televisi," ujar Tjahjo.

Tatkala rezim Orde Baru mengendalikan pemerintahan, film ini selalu diputar pada malam hari tanggal 30 September. Masyarakat dan pelajar bahkan mendapat imbauan untuk menyaksikan film tersebut di layar kaca.

Menurut Tjahjo, pemutaran kembali film tersebut merupakan bagian dari upaya memelihara sejarah. Dia ingin generasi muda juga mengetahui adanya gerakan yang berusaha merebut kekuasaan pemerintah secara paksa.

" Namanya sejarah, agar masyarakat dan generasi muda mengetahui bahwa pernah ada gerakan tersebut," ujar dia.

Di kesempatan lain, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menilai pemutaran film G 30 S PKI perlu dilakukan sebagai pengingat agar peristiwa serupa tak terjadi lagi. Dilaporkan Merdeka.com, Gatot cuek terhadap polemik yang muncul dari film tersebut.

" (Ya) Perintah saya, mau apa memangnya. Biarin saja (ada polemik)," tegas Gatot usai ziarah Makam Proklamator Soekarno di Blitar, Jawa Timur.

Wacana pemutaran kembali film ini juga menuai penolakan dari sejumlah pihak. Salah satu penolakan muncul dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis menyatakan pemutaran kembali film G 30 S PKI tidak sesuai dilihat anak-anak. Sebabnya, film ini mengandung unsur kekerasan yang bisa menimbulkan trauma bagi anak-anak.

" Mulai ditembaknya Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Tjakrabirawa hingga darah yang menetes dari tubuh Ade Irma Nasution, termasuk adegan saat anggota Gerwani menyilet salah satu wajah korban," ujar Retno.

Penolakan juga muncul dari aktivis HAM yang juga koordinator Kontras, Yati Andriyani. Secara tegas, Yati menyebut pemutaran kembali film tersebut merupakan bentuk kemunduran sekaligus tekanan bagi upaya pengungkapan kasus hitam itu.

" Bahwa ada ketidaksukaan dari sejumlah pihak, tekanan dari banyak pihak termasuk dari militer, tidak bisa kita pungkiri," ucap Yati.

Meski tidak lagi diputar sejak bergulirnya reformasi, film G 30 S PKI masih menjadi narasi tunggal dalam menjelaskan peristiwa politik yang terjadi kala itu. Seiring berjalannya waktu, muncul beberapa film yang bisa dijadikan pembanding narasi besar itu.

Dua film tersebut yaitu The Act of Killing (2012) dan The Look of Silence (2014). Dua film ini digarap oleh sineas yang juga aktivis sosial, Joshua Oppenheimer dan sempat menjadi nominasi untuk kategori Best Documentary, Feature pada ajang Oscar 2014 dan 2016.

(Sah)

Beri Komentar