Ali Ibn Abi Thalib, Lambang Keadilan

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 29 Juni 2017 18:01
Ali Ibn Abi Thalib, Lambang Keadilan
Ali dikenal sebagai sosok yang sangat menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

Dream - Ali Ibn Abi Thalib, sosok yang pengaruhnya tidak bisa diabaikan dalam sejarah Islam. Sosok ini mengajarkan kita tentang bagaimana kepemimpinan dijalankan dengan tanggung jawab yang besar serta dengan teknik yang mumpuni, hingga memberikan pengaruh sangat luas.

Sebagai pribadi, Ali dikenal sebagai sosok yang gagah berani, berkarakter mulia, cerdas, sederhana, sekaligus merupakan lambang tegaknya hukum dan keadilan.

Ali adalah satu-satunya anak yang masuk golongan pertama penerima Islam. Dia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW dari garis kakek mereka, Abdul Mutalib ibn Hakim.

Karena menjadi Muslim di usia sangat muda, Ali adalah satu dari sedikit orang Mekah yang tidak pernah menyembah berhala. Sehingga, Ali mendapat julukan Karamallahu Wajhah (semoga Allah memuliakan wajahnya).

Usai kematian ayahnya, Abu Thalib, Ali diasuh oleh Nabi Muhammad SAW. Dia lalu menikah dengan putri Nabi, Fatimah. Dari pernikahan itu, Ali dikaruniai empat anak, dua di antaranya adalah si kembar Hasan dan Husein.

Ali menjalani kehidupan yang sangat sederhana, seperti yang diajarkan Nabi kepadanya, bahkan setelah dia menikah dengan Fatimah. Mereka terbiasa makan hanya dengan bahan pokok. Dan di kesempatan lain, keduanya menjalani kehidupan berhari-hari tanpa makanan.

Bahkan saat ia diangkat sebagai khalifah, Ali tetap hidup secara sederhana. Diriwayatkan dia makan sangat sedikit, mengatakan seorang Khalifah berhak atas dua piring makanan, satu untuk dia dan keluarganya dan satu lagi untuk orang-orang miskin.

Tidak hanya itu, Ali dikenal juga sebagai sosok yang sangat adil. Kisah pendek antara seorang penganut Nasrani dengan Ali saat ia menjabat sebagai khalifah menjadi kisah tentang bagaimana adilnya Ali.

Diriwayatkan, Ali kehilangan baju besinya usai perang Shiffin. Dia kemudian menemukan baju besi itu dibawa seorang Nasrani, yang dikenali dari dekorasi rumahnya.

Meskipun saat itu dia menjadi khalifah, Ali membawa persoalan itu kepada hakim. Hakim kemudian apakah baju besi itu milik Ali atau milik orang Nasrani.

Sang hakim meminta tanggapan si Nasrani atas tuduhan Ali kepadanya, sembari menyebut Ali sebagai Amirul Mukminin. Si Nasrani itu mengatakan baju besi tersebut adalah miliknya.

Ali kemudian mengatakan kepada hakim agar tidak memanggilnya dengan sebutan Amirul Mukminin ketika dia berada di hadapan hakim. Karena Ali menghadap hakim sebagai warga biasa yang meminta keadilan.

Hakim pun bertanya kepada Ali apakah dia punya bukti baju besi itu miliknya. Ali pun menjawab dia tidak punya bukti apapun. Alhasil, hakim memutuskan baju besi itu milik si Nasrani. Lalu, si tertuduh pergi sembari membawa baju besi tersebut dan Ali hanya bisa menatapnya.

Tetapi, beberapa langkah kemudian, si Nasrani itu berhenti dan berbalik. " Saya bersaksi apa yang saya lihat saat ini adalah keadilan para Rasul dan Nabi. Dan Amirul Mukminin mendatangi hakim untuk mengambil haknya dariku. Saya bersaksi tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah, dan saya bersaksi Muhammad adalah Utusan Allah," kata si Nasrani, yang seketika dia telah memeluk Islam.

Dia lalu menjelaskan baju besi itu diambilnya dari Ali setelah mengikuti pasukan Islam dalam sebuah pertempuran.

(ism, Sumber: Al Arabiya)

Beri Komentar