Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Prosesi pernikahan berjalan diawali dengan pinangan. Saat pinangan, biasanya calon mempelai pria memberikan sejumlah buah tangan yang disebut seserahan.
Masing-masing daerah memiliki ketentuan berbeda mengenai seserahan. Ada yang cukup dengan barang kebutuhan wanita yaitu pakaian lengkap dan kosmetik serta makanan. Kebiasaan di daerah lain ada masyarakat yang tak enak hati jika tak turut membawa perabotan kamar.
Tentu, seserahan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan ada sebagian Muslim yang menghabiskan jutaan rupiah untuk belanja barang seserahan.
Jika tidak terjadi pernikahan, apakah pihak laki-laki boleh meminta kembali seserahan tersebut?
Dikutip dari NU Online, Syeikh Wahbah Az Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama empat mazhab.
Mazhab Hanafi contohnya, memaknai barang seserahan adalah hibah dari pihak laki-laki kepada perempuan. Menurut mazhab ini, pihak laki-laki berhak meminta kembali barang seserahan jika pernikahan batal terjadi kecuali jika ada uzur.
Contoh uzur yang dimaksud seperti barang rusak atau habis karena telah digunakan, juga terjadi perubahan bentuk barang. Jika dalam kondisi ini, maka pihak laki-laki tidak berhak meminta kembali barang tersebut dan tidak diperbolehkan meminta kompensasi.
Mazhab Maliki berpandangan penarikan hibah didasarkan pada pihak mana yang membatalkan pernikahan lebih dulu. Jika yang membatalkan adalah pihak perempuan, maka pihak laki-laki berhak menarik seserahannya.
Tetapi, jika pembatalnya adalah pihak laki-laki, maka seserahan tidak dapat ditarik. Ketentuan ini tidak memandang barang masih ada atau sudah habis maupun rusak.
Sedangkan Mazhab Syafi'i dan Hambali berpandangan orang yang sudah menghibahkan sesuatu kepada orang lain tidak berhak menariknya. Kecuali jika yang menghibahkan adalah ayah kepada anaknya.
Sehingga, pihak laki-laki sudah tidak berhak menarik kembali seserahannya kepada pihak perempuan jika pernikahan batal.
Seserahan yang dimaksud adalah barang yang tidak menjadi mahar. Sebab, mahar masih menjadi laki-laki jika belum terjadi akad nikah.
Advertisement
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati
Bahaya Duduk Terlalu Lama di Toilet, Wasir Hingga Gejala Kanker
Prabowo Subianto Resmi Lantik 4 Menteri Baru Kabinet Merah Putih, Ini Daftarnya