Dua Arsitek Wanita Indonesia Ukir Prestasi di Australia

Reporter : Syahid Latif
Kamis, 18 September 2014 13:15
Dua Arsitek Wanita Indonesia Ukir Prestasi di Australia
Cynthia diwisuda dan meraih gelar PhD. Sementara Veronica yang juga seorang profesor arsitektur dipercaya sebagai ketua sementara Fakultas Arsitektur University of Adelaide.

Dream - Empat tahun sudah Cynthia Erlita Wuisang menghabiskan waktu untuk belajar di Universitas Adelaide, Australia. Dan hari ini, Kamis 18 September 2014, mahasiswi asal Indonesia itu diwisuda dan resmi menyandang gelar S3 atau Phd di bidang arsitektur.

Cynthia merupakan arsitek sekaligus dosen di Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sebelum mengejar gelar S3 di Universitas Delaide, Cynthia juga merampungkan S2 di universitas yang sama.

Tentu wisuda kali ini akan menjadi momen yang sangat membahagiakan. Apalagi, namanya akan disebut oleh Veronica Soebarto, profesor asal Indonesia, yang juga ketua sementara Fakultas Arsitektur University of Adelaide, sekaligus pembimbingnya dalam menyelesaikan tesis.

Penelitian Cynthia tentang pentingnya peran lanskap kebudayaan, atau cultural landscape, dalam proses pembangunan suatu wilayah mendapat banyak apresiasi. Termasuk dari Veronica yang membimbing dia.

“ Apa yang [Cynthia] lakukan di lapangan, di Minahasa, luar biasa,” ucap Veronica yang pernah menimba ilmu di Universitas Indonesia dan Texas A&M University, Amerika Serikat, ini.

Penelitian Cynthia berusaha menggali kembali karakter budaya lokal masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara. Tak kurang dari 300 responden dari 14 desa telah dia wawancarai demi mencari tahu tentang cara berpikir masyarakat setempat, terkait lingkungan, kepercayaan, dan budaya.

Menurut Veronica, pengetahuan ini seharusnya digunakan dalam proses pembangunan suatu wilayah. “ Dalam membangun dan menangani wilayah, Minahasa perlu mempertimbangkan aspek-aspek penting ini,” ucap Veronica.

“ Saat ini, proses pembangunan tidak mempertimbangkan hal ini, melainkan sekadar membangun hal-hal baru, tanpa menghargai budaya setempat,” tambah dia.

Menurut Veronica, Cynthia berhasil mendapatkan informasi mendalam tentang kepercayaan masyarakat setempat yang terkait berbagai hal, mulai dari alam, tarian, hingga peralatan yang digunakan sehari-hari.

“ Semua ini bagian dari keseharian mereka, dan cara mereka mengatur kehidupan bermasyarakat, bermukim, mengolah lahan, semuanya berkaitan satu sama lain,” ujar dia. “ Kalau semua ini tidak dipertimbangkan, masyarakat setempat tak akan puas dengan pembangunan.”

Sementara, Cynthia berharap hasil penelitian ini bisa dijadikan masukan bagi pemerintah setempat atau developer yang akan membangun Minahasa. “ Saya ingin sekali setelah balik dari sini memberi kontribusi bagaimana membangun dari bawah. Selama ini yang ada top down,” tutur dia.

Menurut dia, saat ini belum ada perhatian pemerintah untuk mengakomodir apa yang ada di masyarakat, baik secara sosial budaya maupun ekonomi pada tiap-tiap desa.

Kiprah perempuan

Baik Cynthia maupun Veronica mengakui peran kaum perempuan dalam bidang arsitektur masih kurang terdengar gaungnya. Ini tak hanya berlaku di Indonesia, melainkan juga di Australia dan berbagai negara lain.

Menurut Veronica, jumlah perempuan yang mempelajari arsitektur di sebuah fakultas atau jurusan bisa saja setara dengan laki-laki, namun giliran terjun ke dunia kerja, biasanya arsitek laki-laki lebih mudah maju dan dikenal.

Ada beberapa sebab yang mungkin menyebabkan perempuan kurang berkembang di bidang arsitektur. Misalnya karena seorang arsitek seringkali harus bekerja semalaman, dan ini cenderung dihindari perempuan yang sudah berkeluarga.

Selain itu, lingkungan kerjanya pun terkadang keras dan tidak ramah perempuan. “ Anda harus pergi ke lokasi pembangunan dan mengawasi. Saya ingat waktu saya masih berusia 23 atau 24 tahun. Saya harus pergi ke rapat di lokasi proyek, dan disiuli para pekerja,” kata Veronica.

“ Kemudian saya harus memimpin rapat dengan sejumlah kontraktor, dan mereka melihat dengan pandangan seolah berkata ‘siapa kamu? Kami lebih tahu dari kamu,’” tambah dia.

Hal serupa diungkapkan Cynthia. Menurutnya, banyak mahasiswanya yang setelah lulus dari jurusan arsitektur malah bekerja di bidang yang tak ada hubungannya dengan ilmu tersebut, seperti bekerja di bank atau menjadi pegawai negeri.

“ Saya ingin nanti sekembalinya saya di sini, saya mengajar, saya ingin memberikan dorongan terutama untuk arsitek perempuan untuk lebih mengembangkan diri,” tutur Cynthia. (Sumber: ABC Internasional)

Beri Komentar