Fatimah Alfi Ahsani
Dream- Fatimah Alfi Ahsani. Dia terpaksa hidup di panti asuhan karena tidak memiliki biaya untuk sekolah. Ayahnya tidak memiliki perkerjaan tetap, sehingga penghasilannya pun tidak menentu.
Meski demikian hal tersebut tidak menyurutkannya untuk terus belajar. Ketika masuk sekolah pertama sempat terlintas dalam benaknya untuk tidak melanjutkan sekolah. Tetapi dengan mimpi dan keteguhan tekad, akhirnya dia bisa menyelesaikan sekolah sampai sekolah menangah atas.
Dengan segala keterbatasan Fatimah bisa meraih prestasi yang maksimal. Dia selalu mendapatkan peringkat pertama di kelas. Kemudian hal yang paling membanggakan baginya dan kedua orangtuanya adalah medapatkan beasiswa. Hal tersebut cukup membantu kehidupannya.
Baca kisah selangkapnya di bawah ini. Apabila tertarik dengan kisah inspiratif Fatimah Alfi Ahsani tersebut berikan suara anda DI SINI
Bagiku mimpi adalah sebuah pengharapan yang tidak perlu dibayar dengan mahal. Mimpi adalah langkah awal perubahan. Dan mimpi itulah yang selalu menguatkan ketika keputusasaan mulai menyerang. Mimpi membuatku bangkit dan menemukan langkah-langkah kepastian.
Aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa. Tetapi itu bukan menjadi harapan utama. Namun itulah yang telah ditakdirkan Tuhan. Pasti ada sebuah pelajaran di balik kepahitan, kesusahan dan kesedihan.
Aku terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Dan pada saat aku kecil, Allah menguji keluargaku dengan kesulitan ekonomi. Ayah tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Bersekolah tanpa uang saku menjadi hal yang biasa bagiku dan ketiga kakakku. Bisa makan sehari tiga kali bagi kami adalah nikmat tersendiri.
Walau hanya dengan menu makan yang begitu sederhana, tapi itu membuatku bersyukur. Dalam kesulitan ekonomi itu, Ibu selalu menasehati kami agar tidak menyerah.
“ Ukirlah mimpimu setinggi langit, karena mimpi itu akan menjadi kekuatan untuk kalian bangkit saat terpuruk. Tunjukanlah bahwa kemiskinan tak menghalangi kalian untuk berprestasi,” Kata Ibu.
Pada 2009 adalah tahun tersulit bagiku. Saat itu aku duduk di bangku SMP. Kondisi ekonomi keluargaku belum juga stabil. Terkadang singkong menjadi makanan pokok di saat tidak bisa membeli beras, dan memasaknya pun harus menggunakan kayu bakar.
Saat itu minyak tanah sudah mulai langka dan harganya pun melambung tinggi. Sempat terfikir untuk menyerah dan berhenti sekolah, namun ketika melihat sebuah tulisan besar di kamarku, semangat itu kembali terpacu.
Aku akan menunjukkan bahwa orang sepertiku mampu mengukir prestasi. Lagi-lagi mimpi membangkitkan sebuah motivasi. Dan akhirnya saat pengumuman kelulusan, aku mendapat peringkat ketiga dengan rata-rata nilai 8,75.
Tetapi nilai tersebut tidak membuat aku lolos dari kesulitan. Ujian tidak hanya sampai di situ, sebab aku harus tinggal di sebuah Panti Asuhan agar tetap bisa melanjutkan sekolah.
Masalah demi masalah baru pun mulai bermunculan. Mulai dari dimusuhi teman satu asrama, hingga harus keluar dari ruangan tes karena belum membayar iuran sekolah dan juga penyakit kakak pertamaku yang semakin parah.
Ketika aku pulang untuk meminta uang untuk bayar sekolah, ayah tidak mempunyai uang sepersen pun saat itu. Kemudian ibu sedang ke Bandung untuk mencari pekerjaan. Jujur hatiku hancur saat itu. Aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan. Aku hanya bisa menangis saat dalam perjalanan kembali ke panti.
Saat itu aku benar-benar pasrah. Ternyata Allah membukakan jalannya. Aku mendapatkan juara pertama saat kelas 10. Aku terpilih untuk mengikuti berbagai lomba, hingga pernah mendapatkan juara I Olimpiade Ahmad Dahlan Bidang Studi Fisika tingkat Kabupaten dan juara II Lomba Cerdas Cermat Pancasila tingkat Kabupaten Karanganyar.
Tentunya untuk mendapatkan hal itu harus melewati berbagai rintangan. Aku harus bisa membagi waktu untuk belajar dan bekerja membersihkan Panti. Tangis dan tawa datang silih berganti. Namun aku tetap bertahan karena aku memiliki mimpi.
Keberhasilan demi keberhasilan kecil mulai kuraih. Satu demi satu bakatku mulai terasah, meski kondisi keluargaku belum berubah saat itu. Aku bersyukur karena aku mendapatkan beasiswa sampai kelas 12.
Dengan beasiswa tersebut sudah cukup membuat kedua orangtuaku bangga. Bahagia rasanya saat pulang ke rumah dan membawa piagam prestasi. Bahagia melihat mereka tersenyum penuh arti.
Semua prestasi yang sempat kuraih, berawal dari mimpi. Dulu dalam tangisku, aku selalu bermimpi menjadi seorang siswa yang berprestasi. Bisa memberikan piala untuk kedua orangtua yang selama ini membesarkanku. Satu demi satu mimpi itu mulai terwujud.
Maka bermimpilah, dan temukan sebuah keajaiban dalam setiap langkahmu.
Advertisement
4 Komunitas Jalan Kaki di Indonesia, Perjalanan Jadi Pengalaman Menyenangkan
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Si Romantis yang Gampang Luluh: 4 Zodiak Ini Paling Cepat Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama
Lebih dari Sekadar Bermain, Permainan Tradisional Ajak Anak Latih Fokus dan Kesabaran
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
Nyaman, Tangguh, dan Stylish: Alas Kaki yang Jadi Sahabat Profesional Modern
4 Komunitas Jalan Kaki di Indonesia, Perjalanan Jadi Pengalaman Menyenangkan
Mau Liburan? KAI Wisata Tebar Promo HUT ke-16, Ada Diskon Bagi yang Ultah Bulan September
Sosok Ferry Irwandi, CEO Malaka Project yang Mau Dilaporkan Jenderal TNI ke Polisi