Masuk Islam Setelah Lihat Sosok Misterius...

Reporter : Eko Huda S
Rabu, 24 Februari 2016 07:02
Masuk Islam Setelah Lihat Sosok Misterius...
"Tiga hari saya tidak sedarkan diri di rumah sakit sebelum dikejutkansosok misterius yang meminta saya salat Subuh. Tiba-tiba....," kata dia.

Dream - Ini kisah Muhammad Han Iskandar Chan Abdullah. Pria Malaysia ini memutuskan masuk Islam setelah mengalami kecelakaan dalam balap liar, empat tahun silam.

Pada 2012 itu, Abdulah tengah balapan mobil dengan rekannya di Genting Highlands. Namun tiba-tiba dia kehilangan kendali. Mobilnya hampir terjun ke jurang.

" Ketika itu saya melihat berpakaian putih dan berjenggot. Pada mulanya, saya pikir sosok itu hantu, seketika kemudian, saya pingsan," tutur Abdullah sebagaimana dikutip Dream dari laman myMetro, Selasa 23 Februari 2016.

Setelah itu, Abdulah dilarikan ke rumah sakit. Berhari-hari dia tak sadarkan diri. " Tiga hari saya tidak sedarkan diri di rumah sakit sebelum dikejutkan lelaki sama yang meminta saya salat Subuh. Tiba-tiba, saya mendengar azan berkumandang."

Pemuda 32 tahun ini kemudian siuman dari pingsan. Setelah sadar, dia melihat sang bunda dan menceritakan pengalaman itu. Hingga akhirnya dia sembuh dan meninggalkan rumah sakit.

" Selepas keluar rumah sakit, saya terus berusaha mendekati suara azan sebelum nekad ke Masjid Negara di Kuala Lumpur untuk memeluk Islam," tutur dia.

Dia mengaku, keluarganya tak melarangnya masuk Islam. " Ibu tidak menghalangi tindakan saya."

Abdulah hidup dalam keluarga yang kaya raya. Serba kecukupan. Namun, demi Islam, dia tinggalkan kemewahan itu dan mencari kehidupannya sendiri.

Saat ini, Abdulah tengah mencari kerja. Dia sementara tingal di asrama Persatuan Ikatan Ukhwah Saudara Baru di Seremban 2. Sambil mencari kerja, dia terus memperdalam Islam. (Ism) 

1 dari 3 halaman

Tentara AS Temukan Islam di Penjara Paling Mengerikan

Tentara AS Temukan Islam di Penjara Paling Mengerikan © Dream

Dream - Hidayah Allah bisa datang kepada siapa saja. Kapan saja, dan di mana saja. Jika Allah sudah berkehendak, tak ada yang bisa mencegahnya.

Itulah yang dirasakan oleh Terry Colin Holdbrooks. Dia mengenal Islam justru bukan dari masjid atau surau. Tentara Amerika Serikat itu menemukan Islam di dalam penjara paling mengerikan di dunia: Guantanamo!

Holdbrooks bukanlah pria yang tumbuh dari keluarga religius. Sampai lulus SMA, dia tak tahu tujuan hidup. Hingga akhirnya melihat iklan di televisi tentang perekrutan militer AS.

Dia tertarik. Dan mengajukan lamaran. Tapi ditolak. Mencoba lagi, kembali ditolak. Holdbrooks baru diterima setelah lamaran ke empat. Setelah menjalani tes, dia ternyata mendapat nilai tinggi.

Tim rekrutmen mengundangnya kembali. Berdiskusi tentang karier di militer AS yang akan dia jalani. Dan pada 2002, Holdbrooks bergabung dengan tentara dan mulai latihan sebagai polisi militer.

Pada Mei 2002, Holdbrooks dikirim ke kamp tehanan Guantanamo Bay. Militer AS selalu menyiapkan personelnya sebelum dikirim ke sana. Holdbrooks dan kawan-kawannya dicekoki propaganda.

Di kamp pelatihan, saban hari mereka didoktrin bahwa penghuni penjara itu adalah orang yang paling buruk di antara orang terburuk di dunia. Para tahanan yang mayoritas Muslim itu disebut teroris.

Tak hanya itu, doktrin yang dijejalkan ke otak Holdbrooks dan personel lain menyebut bahwa para tahanan itu sangat membenci dan semua ingin membunuh orang AS. Dan semua itu terkait Islam.

Propaganda meresap. Para tentara itu dikirim ke Guantanamo dengan pesawat. Dalam hati mereka telah tertancap kebencian terhadap Muslim. Itu juga dirasakan Holdbrooks.

Tapi, setelah tiba di Guantanamo, Holdbrooks sungguh terkejut. Di sana dia melihat pemandangan yang sangat berbeda dengan gambaran sebelumnya. Sama sekali berbeda dari yang diinformasikan sebelumnya.

Dari 780 tahanan, ada dua remaca berusia 13 tahun. Ada pula kakek-kakek yang berusia lebih dari 70-an tahun. Tak ada tanda-tanda kebrutalan pada mereka.

Para tahana itu adalah orang-orang Muslim dari 46 negara, berbicara dalam 18 bahasa berbeda. Mayoritas dari mereka ditahan tanpa musabab yang jelas. Bukti penangkapan tak cukup kuat untuk menahan mereka di Guantanamo. Penjara paling mengerikan itu.

Lambat laun, tabir kebohongan di Guantanamo mulai tersibak. Holdbrooks mulai melihat kebenaran dan keyakinan.

Di Guantanamo itu, Holdbrooks menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana penjaga memerlakukan tahanan dengan buruk. Untuk meruntuhkan semangat tahanan, para penjaga terkadang mengambil Alquran dari mereka. Membuang dan bahkan merobeknya.

Tak hanya itu. Raung kesakitan selalu menggema di kamp itu. Tanda penjaga tengah menyiksa tahanan. Holdbrooks mulai bertanya tentang apa yang tengah dia jalani saat itu.

“ Apakah ini tentara yang kuikuti? Apakah ini yang diperjuangkan negaraku? Apakah ini perilaku yang dilakukan Amerika? Apakah ini membuat negaraku bangga?” Berbagai tanya itu menggumpal dalam benak dan hati Holdbrooks.

Dia tak suka dengan kondisi itu. Setiap hari setelah berjaga, dia pulang ke rumah. Minum sebanyak-banyaknya untuk menenangkan diri. Dia tidur larut malam. Semua dilakukan untuk menghilangkan rasa bersalah dan malu. Tapi kondisi itu malah bertambah buruk.

Dia lalu mulai memperhatikan perilaku para tahanan. Di tengah siksaan yang mendera, seperti dicambuk dan siksaan yang tak berperi itu, Holdbrooks melihat para tahanan masih saja berdoa.

Holdbrooks melihat para tahanan menjalankan salat saban pagi, siang, sore, dan bahkan malam hari. Para tahanan itu berwudu. Berdoa kepada Allah. Baik berjamaah maupun sendiri-sendiri.

Dari sanalah mata Holdbrooks terbuka. Sadar bahwa para tahanan itu sangat percaya Allah mempedulikan mereka. Dan seorang tahanan yang beruntung masih memiliki Alquran, mengajak sesama tahanan untuk membacanya.

Mereka tersenyum. Bicara mereka pelan, tak kasar. Mereka tak menenggak alkohol, juga tak menyantap daging babi.

Perilaku ini membuat Holdbrooks bingung. Pasti ada sesuatu yang keliru. Sesuatu yang tidak disampaikan oleh militer AS kepadanya.

Dalam hati dia berkata. “ Bagaimana bisa mereka masih punya keyakinan, kekuatan, dan kedamaian hati untuk berdoa kepada Allah? Mengapa mereka berdoa? Mengapa aku tak punya kebahagiaan itu? Mengapa aku tak punya kedamaian itu? Aku ingin itu.”

Saat Holdbrooks bertanya kepada para tahanan, mengapa mereka masih punya keyakinan meski menghadapi kemungkinan terburuk yang tak pernah dibayangkan, mereka menjawab, “ Allah hanya menguji agama kami, keyakinan kami. Kami bisa melewati ini.”

Jawaban itu membawa Holdbrooks mendalami konsep agama. Dia mulai membaca buku-buku Islam. Duduk di lantai, di luar sel tahanan, dia bertanya kepada seorang tahanan khusus.

Setelah itu, dia mulai membaca Alquran. Mulailah Holdbrooks mengubah gaya hidupnya. Meski belum siap menjadi Muslim, dia berusaha sedikit demi sedikit.

Dia berhenti minum alkohol. Tak lagi makan babi. Mengurangi rokok. Dia menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca. Dan yang mengagumkan, dia menjadi lebih bahagia.

Dan pada 29 Desember 2003, Holdbrooks membaca Syahadat di depan tahanan khusus yang menjadi pembimbingnya. Holdbrooks menjadi Muslim.

Pada akhir 2004, Holdbrooks tak lagi berdinas militer. Dia kembali ke AS dengan memori menakutkan tentang Guantanamo. Namun kemudian dia menemukan jalan untuk menjalani kehidupannya lagi.

Dia terus belajar hidup sebagai Muslim. Dia kembali bersekolah, hingga merengkuh gelar sarjana sosiologi dari Arizona State University. Kini dia aktif menuntut penutupan Guantanamo. Penjara paling mengerikan itu. (Ims, Sumber: Saudi Gazette

2 dari 3 halaman

Ustaz yang Mualafkan 3.000 Tentara AS Ceramah di Senayan

Ustaz yang Mualafkan 3.000 Tentara AS Ceramah di Senayan © Dream

Dream - Seorang ulama asal Kanada, yang mengislamkan 3.000 tentara Amerika Serikat pada akhir Perang Teluk, Abu Ameenah Bilal Philips mengunjungi Jakarta pada Senin, 7 September 2015. Pada kesempatan itu, ulama yang akrab disapa Ustaz Philips itu, memberikan ceramah dan pengalaman hijrah yang dialaminya.

" Saya tumbuh dalam lingkungan keluarga non-Muslim yang ketat. Kemudian saat remaja jiwa komunis dalam diri saya. Tetapi, mengenal ajaran Islam membuat saya berubah," katanya kepada ribuan jemaah yang memadati Masjid Al Bina, Senayan, Jakarta.

Selain menceritakan pengalaman berhijrah Ustaz Philips juga membagi ilmunya. Dalam sesi tanya jawab dengan jemaah, dia menjawab berbagai pertanyaan baik bersifat hukum (fiqh) maupun ketuhanan (teologis).

Menurut Ketua Panitia dan pendiri islamdiaries.net, Agus Sasongko kehadiran Ustaz Philips ini untuk menambah khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Sebab, selama ini masyarakat di Indonesia hanya mengenal segelintir ulama asal Amerika Serikat.

" Kita mengundang Ustaz Philips, selain sudah dikenal di khalayak Muslim tanah air juga karena keilmuan beliau. Juga untuk menambah wawasan pemikiran Muslim jika ada ulama besar di luar negara-negara Timur Tengah," katanya kepada Dream.co.id.

Melihat antusiasme jemaah yang mengikuti kajian, dia berharap, kajian yang mendatangkan ulama-ulama besar dari mancanegara ini dapat digelar minimal sekali dalam setahun. (Ism) 

3 dari 3 halaman

`Timah Panas` dari Irak Bikin Tentara AS Ini Jadi Mualaf

`Timah Panas` dari Irak Bikin Tentara AS Ini Jadi Mualaf © Dream

Dream - Jacian Fares adalah mantan tentara AS yang masuk Islam setelah tertembak saat bertugas di Irak. Leluhur Fares berasal dari Hebron, sebuah kota di Tepi Barat, Palestina.

Ayah Fares lahir di Lebanon, sementara ibunya orang Spanyol. Fares adalah generasi pertama yang lahir di Amerika (Michigan tepatnya).

Ayah Fares tidak tertarik lagi dengan agama Islam meskipun kakek dan neneknya adalah muslim yang taat. Maka jelas sekali, Fares dan saudaranya tidak dibesarkan dalam agama tertentu. Fares dan saudaranya hanya dibesarkan sebagai anak-anak Amerika.

Dari tiga bersaudara, hanya Fares yang pernah tinggal di Lebanon saat masih remaja. Fares menyebut masa ini sebagai masa mengenali budaya Timur Tengah.

Fares kemudian mendaftar di Korps Marinir AS. Fares kemudian memimpin sebuah invasi ke Irak. " Aku sebenarnya tidak setuju dengan perang ini. Tapi aku adalah seorang prajurit yang hanya melakukan tugasnya."

Di Fallujah dan daerah lain di provinsi Al-Anbar, Fares sering bertemu dengan penduduk setempat. Fares sering menyaksikan kegiatan orang-orang Arab lainnya pada bulan Ramadan selama bertahun-tahun. " Aku telah menyaksikan bagaimana taatnya mereka kepada agama mereka."

Sayangnya Fares tertembak di Irak dan kehilangan ginjalnya. Saat kembali ke AS, Fares merasa tertekan. Dia merasa seperti tidak punya tujuan hidup yang bisa diikuti.

Namun kakek dan neneknya menganjurkan Fares belajar agama Islam, termasuk bibinya. Begitu juga dengan gadis yang ditemuinya di Kuwait menyarankan Fares untuk mempelajari Islam.

Selama Agustus 2008, Fares membaca Alquran. Dan ternyata semuanya menjadi masuk akal. Alquran memberinya jawaban secara langsung soal rutinitas.

Akhirnya Fares memutuskan kembali ke Islam. Kini dia punya alasan untuk hidup dan Islam membuat hidupnya jauh lebih baik.

Bahkan Fares merasa terinspirasi oleh seorang seorang wanita muslim dari Palestina untuk menjadi seorang muslim yang lebih baik. Kakek dan nenek Fares merasa bersyukur dan senang mendengar cucunya telah kembali ke Islam.

Tahun 2010, Fares bertemu dengan bulan Ramadaan keduanya. Sayangnya, dia tidak bisa ikut puasa karena menderita diabetes.

Tapi Fares menggantinya dengan menyumbangkan makanan, uang, dan waktu untuk orang yang membutuhkan selama tiga puluh hari.

Bagi Fares, Ramadan menjadi pengingat bagaimana menjadi seorang muslim yang baik. Ia berupaya agar setiap hari dalam kehidupannya seperti Ramadan.

" Aku memilih Islam karena itu adalah bagian dari siapa diriku. Aku sudah dikembalikan ke apa yang leluhurku telah yakini. Alquran telah membuatku menemukan jati diriku yang sebenarnya," ujarnya.

" Alquran hanyalah sebuah alat dan panduan yang harus kita gunakan untuk menjalani jalur yang benar. Alquran mendorong perdamaian, cinta, dan kepercayaan yang kuat kepada Allah."

(Ism, Sumber: OnIslam.net)

Beri Komentar