Mengejar Lebaran Hingga Ribuan Kilometer

Reporter : Maulana Kautsar
Rabu, 6 Juli 2016 20:00
Mengejar Lebaran Hingga Ribuan Kilometer
Seorang Muslim China, harus menempuh jarak 2.400 kilometer untuk merasakan nikmat Lebaran.

Dream - Takbir terus berkumandang. Menggetarkan hati Ma Hongtian. Sejak pagi bersimpuh di Masjid Nanguan, pria renta ini terus dirubung rasa kagum. Dia benar-benar merasakan Idul Fitri berbeda. Suasana yang tak pernah ditemukan di kotanya.

Pagi itu, dia berjubel dengan 14.000 jemaah yang mengisi setiap sudut masjid seluas 8.000 meter persegi itu. Ma larut dalam takbir: Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Laa Ilaha Illallahu Allahu Akbar... Allahu Akbar Walillahilhamd...

Tak mudah bagi Ma untuk menemukan suasana Lebaran sekhusyuk itu. Butuh perjuangan berat. Harus menempuh jarak 2.400 kilometer dari Harbin di Provinsi Heilongjiang ke Yinchuan di wilayah otonomi Ningxia.

“ Di Harbin, hanya ada sedikit etnis Hui, sehingga kami tak sepenuhnya menikmati suasana Lebaran,” tutur Ma.

Kaum Muslim memang menjadi minoritas di China. Dari 1,3 miliar penduduk, hanya 1,6 persen atau sekitar 21 juta saja yang memeluk Islam. Sudah begitu, persebarannya tak merata.

Sehingga, apa yang dilakukan oleh Ma ini bisa saja terjadi. Demi mendapat suasana Idul Fitri yang lebih khusyuk, mereka rela bepergian beribu-ribu kilometer ke wilayah yang didominasi oleh kaum Muslim.

Mengejar Lebaran Hingga Ribuan Kilometer


Dan benar saja, di Yinchuan dia menemukan apa yang dicari. Setiap sudut kota itu merayakan Lebaran. Tak seperti di Harbin yang merayakan Idul Fitri dalam sepi. Tahun 2014 itu juga memberi pengalaman baru bagi tujuh anggota keluarga yang diboyong Ma.

“ Di Yinchuan, orang-orang mulai berkumpul di masjid besar pagi-pagi buta untuk sholat dan mengucapkan selamat satu sama lain,” kata Ma. Dan Takbir terus berkumandang di Masjid Nanguan, sejak malam hingga pagi hari.

Yinchuan memang banyak didiami etnis Hui. Sehingga suasana Idul Fitri lebih semarak. Dipastikan ada perayaan Lebaran di tiap sudut kota. Tak seperti Harbin. “ Hari ini, kami merasakan atmosfer yang bagus. Ini bagus untuk anak-anak kami agar tahu adat dan budaya,” tutur dia.

Mengejar Lebaran Hingga Ribuan Kilometer

Kegembiraan serupa juga dirasakan He Zhangjun, imam Sholat Idul Fitri di Masjid Nanguan. Dia merasakan, semakin tahun, jemaah bertambah banyak. Pertanda bagus bagi perkembangan umat Muslim di negeri Tirai Bambu.

“ Menunjukkan perkembangan Islam di China dan kebebasan warga untuk mengikuti kegiatan keagamaan,” tambah Zhangjun.

Menurut jajak pendapat National Survei Reserach Center (NRSC) di Universitas Renmin, Islam di China memang tengah berkembang pesat. Sebanyak 22,4 persen responden berusia di bawah 30 tahun menyatakan memeluk Islam.

Menurut sejarahnya, Muslim pertama kali masuk ke China pada tahun 650, ketika paman Nabi Muhammad, Sa`ad ibn Abi Waqqas, dikirim sebagai utusan resmi untuk mengajari Kaisar Gaozong tentang Islam.

1 dari 1 halaman

Tradisi Lebaran

Tradisi Lebaran © Dream

Mungkin selama ini kerap muncul berita tentang kekangan pemerintah China terhadap Muslim di sana. Di Xinjiang misalnya, banyak kabar Muslim Uighur dipersulit. Dilarang puasa dan juga melakukan aktivitas keagamaan.

Tapi rupanya, tahun lalu wilayah itu masih saja hirup pikuk oleh aktivitas Idul Fitri. Menurut laman china.org.cn, lebih dari 11 juta penduduk Muslim di Xinjiang merayakan Idul Fitri dengan suka cita.


Ratusan toko penjual daging sapi dan domba ramai dijamah pembeli. Malik Nurlan misalnya. Keturunan Kazak ini mampu menjual 11 domba dan 2 ekor sapi selama Lebaran. “ Terlalu banyak orang yang membeli daging,” kata Nurlan.

Di Aksu, salah satu sudut kota Xinjiang, perayaan Idul Fitri dirasa berbeda. Menari dan menyanyi menjadi bagian penting untuk merayakan hari kemenangan itu.

Sama dengan di belahan Bumi lainnya. Lebaran yang identik dengan kegembiraan juga menjadi “ masa panen” bagi anak-anak. Sebab, banyak orang tua atau yang sudah bekerja memberikan uang saku kepada mereka. Kebiasaan ini juga berlaku di kalangan Muslim China.

Lihatlah apa yang dilakukan oleh seorang perempuan paruh baya dari Qinghai. Dia menyiapkan dana khusus sebesar 600 yuan atau setara Rp1,2 juta untuk diberikan kepada anak-anak.

“ Mau dari etnis Han atau Tibet, aku akan membagikan uang ini. Aku hanya ingin mereka bahagia,” kata perempuan itu.

Selain itu, kaum Muslim di China juga mendapat perlakuan sama dengan kelompok lain. Di Ningxia, meski sebagai minoritas, umat Muslim mendapat libur lebaran sebanyak lima hari. Bahkan biaya tol dgratiskan selama umat Muslim berlibur Lebaran.

Itulah suka duka merayakan Idul Fitri yang menjadi minoritas. Pengalaman ini mungkin tak dialami oleh kita yang berada di negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, yang setiap sudut merayakan Lebaran.

Beri Komentar