4 Fakta Penting Trauma Pada Anak, Tak Boleh Dianggap Sepele

Reporter : Mutia Nugraheni
Rabu, 1 Februari 2023 12:48
4 Fakta Penting Trauma Pada Anak, Tak Boleh Dianggap Sepele
Mungkin anak tidak akan ingat persis bagaimana kejadiannya, tetapi rasa menyakitkannya akan tersimpan di otak.

Dream - Masa anak-anak merupakan fondasi penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Banyak kejadian yang dialami anak di masa pertumbuhannya, bukan hanya hal yang menyenangkan tapi juga menyedihkan bahkan menyakitkan dan bisa menimbulkan trauma jangka panjang.

Misalnya, kekerasan fisik atau verbal, bullying, perceraian orangtua, pelecehan seksual, hingga banyak lagi. Banyak yang beranggapan bahwa kejadian tersebut pada anak akan lebih mudah untuk dilupakan seiring waktu.

Hal tersebut tak sepenuhnya tepat. Psikolog Audre Susanto, M.Psi dan Jiemi Ardian, seorang psikiater, lewat unggahan kolaborasi mereka di Instagram, mengingatkan mitos serta fakta penting soal trauma anak. Penting diketahui.

1. Mitos: Anak jarang mengalami trauma
Faktanya, anak juga berisiko tinggi alami trauma, bahkan 2 dari 3 anak alami kejadian traumatis, lalu 1 dari 7 anak alami kekerasan dan pengabaian. Hal tersebut sangat mungkin membuat anak memiliki trauma jangka pendek dan jangka panjang.

 

1 dari 5 halaman

2. Mitos: Anak lebih mudah lupa pengalaman traumatis
Faktanya, trauma yang dialami saat kecil dapat terus melekat hingga dewasa. Mungkin anak tidak akan ingat persis bagaimana kejadiannya, tetapi rasa menyakitkannya akan tersimpan di otak anak.

3. Mitos: Ketika anak memaafkan, trauma akan pulih sepenuhnya
Faktanya, memaafkan itu baik jika mampu dilakukan namun bukan menyembuhkan trauma. Untuk pulih dari trauma, seseorang perlu mampu terkoneksi dengan sekitar dan dirinya dengan aman.

4. Mitos: Efek trauma masa kecil dirasakan sama oleh setiap orang
Faktanya Efek trauma masa kecil dapat dirasakan berbeda setiap orang. Tingkat keparahan dari trauma masa kecil dapat bergantung pada:
- Usia anak, semakin muda akan semakin berdampak
- Persepsi anak mengenai seberapa mengancam situasi
- Ada/ tidaknya support system
- Seberapa sering alami kejadian traumatis

Sumber: Instagram @audreytsusantoInstagram @jiemiardian

2 dari 5 halaman

Usia Anak yang Paling Trauma dengan Perceraian Orangtua

Dream - Efek perceraian tak dipungkiri begitu besar dalam sebuah keluarga. Satu hal yang paling dikhawatirkan adalah dampaknya pada psikologis anak. Faktanya, usia berapa pun anak, baik ketika kecil, remaja atau pun sudah dewasa, ketika menghadapi kenyataan kalau orangtuanya bercerai maka akan sangat menggangu psikologisnya.

Reaksi anak terhadap perceraian berdasarkan usia sangat bervariasi. Konon, para ahli menunjukkan waktu terburuk bagi seorang anak untuk mengalami perceraian tampaknya ketika anak memasuki sekolah dasar. Menurut Scott Carroll, seorang psikolog anak jika perceraian terjadi saat anak masih bayi, kemungkinan trauma perceraian yang dialami anak akan bersifat minim.

“ Mungkin satu-satunya usia di mana kita bisa mengatakan perceraian tidak memiliki dampak yang berarti adalah di bawah dua tahun,” ujar Carroll.

Hal itu sebagian besar terkait dengan perkembangan kemampuan kognitif anak sebelum berusia 3 tahun. “ Bahkan anak berusia 2 tahun memiliki ingatan, jadi mereka menyadari perubahan pada tingkat emosional daripada tingkat kognitif. Hanya saja figur lampirannya tidak ada,” kata Carroll.

 

3 dari 5 halaman

Berapa usia anak yang paling trauma dengan perceraian?

Setelah usia 3 tahun, potensi trauma emosional tampaknya memuncak sekitar usia 11 tahun. Pada titik ini, anak-anak telah memiliki sedikit pemahaman hubungan dengan kedua orangtuanya.

Mereka telah mengembangkan keterikatan yang mendalam dengan kedua orang tua dan keluarga sebagai satu kesatuan. Pada saat yang sama, mereka juga belum mandiri dan sangat egosentris, yang menyebabkan mereka menginternalisasi kehancuran keluarga.

“ Perceraian itu sendiri bukanlah bagian tersulit. Bagian tersulit adalah konflik," ujar Caroll.

Konflik menjadi sangat merusak jika terjadi di depan anak-anak. Lebih buruk lagi adalah ketika orangtua berkomunikasi melalui anak atau saling menjelekkan mantan pasangan mereka. Dalam keadaan yang paling ekstrem, kata Carroll, perceraian bahkan mungkin bermanfaat.

“ Kalau banyak konflik, kadang perceraian itu seperti melegakan," ungkapnya.

4 dari 5 halaman

Bagaimana perceraian mempengaruhi anak yang lebih besar?

Sebelum pubertas, trauma perceraian juga bisa diperparah oleh salah satu orangtua yang pergi begitu saja. Perceraian yang menyebabkan kurangnya kontak, atau kunjungan yang tidak konsisten, dapat menyebabkan seorang anak merasa seolah-olah mereka kehilangan bagian dari diri mereka sendiri.

" Hal terburuk dan mutlak bagi seorang anak adalah jika setelah perceraian ada orangtua yang tidak terlibat. Jika melihat anak yang depresi, lihat apa yang terjadi ketika orangtua tidak muncul setelah perceraian terjadi," kata Caroll.

Menurutnya, begitu seorang anak melewati masa pubertas, ada lebih banyak potensi untuk menerima dan memahami perceraian orang tua. “ Saya pernah melayani konsultasi remaja yang mengadvokasi perceraian orang tua mereka. Terkadang remaja ini jadi pihak yang paling pintar di ruangan," ungkap Caroll.

 

5 dari 5 halaman

Ketangguhan Anak

Carroll menekankan bahwa anak-anak cukup tangguh, terutama jika mereka sehat secara psikologis sebelum perceraian. Mungkin butuh satu tahun atau lebih untuk berduka dan menyesuaikan diri. Kebanyakan anak, pada kenyataannya, menyesuaikan diri dengan realitas baru mereka.

Akan membantu jika orangtua berusaha untuk menjaga agar konflik mereka seputar pengasuhan bersama tidak melibatkan anak. Orangtua harus memahami semakin baik mereka dapat berkomunikasi satu sama lain, semakin baik anak mereka nantinya.

“ Belajar bekerja sama. Karena kalian adalah orangtua. Harus bekerja sama,” pesan Carroll.

Sumber: Fatherly

 

Beri Komentar