Ilustrasi/ Foto: Shutterstock
Dream - Orangtua memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik anak-anaknya. Harapannya, kelak saat dewasa anak akan menjadi pribadi yang baik, dan orang yang soleh dan soleha.
Sayangnya kadang harapan orangtua tak selalu berjalan dengan mulus. Beberapa anak justru melakukan hal yang sebaliknya. Seperti maksiat, mengambil hak orang lain dan berbuat buruk.
Mungkin banyak yang bertanya, apakah dosa yang dilakukan anak, juga akan berdampak pada orangtua? Misalnya saat anak berbuat maksiat, lalu orangtuanya mendapat siksa karena dianggap orang yang paling berperan dalam mendidiknya.
Dikutip dari Cariustadz.id, menurut M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran, Alquran menegaskan bahwa suatu jiwa tidak dapat memikul dosa jiwa yang lain [QS al-An’am [6]: 164].
Dengan demikian, seseorang tidak akan disiksa karena dosa yang dilakukan orang lain. Dosa yang dilakukan anak tidak dapat dipikulkan kepada orangtua, demikian juga sebaliknya.
Akan tetapi, dalam soal ini, ada beberapa pengecualian, sehingga sang anak menjadi bejat dan berbuat aneka maksiat seperti berjudi di kala dewasanya. Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa seorang ayah dihalangi masuk ke surga lantaran pengaduan anaknya yang durhaka.
Sang anak meminta keadilan Allah swt sambil berkata, “ Ya Allah, aku meminta keadilan-Mu atas orang zalim ini karena dia tidak mendidikku di waktu kecil [sehingga aku menjadi bejat]]”
Adapun jika orangtua itu pada masa hidupnya telah mendidik anaknya dengan baik sesuai dengan kemampuannya, tentu saja, dia tidak berdosa dan tidak akan disiksa. Akan tetapi, boleh jadi hati orangtua itu risau atau mereka merasa dipermalukan di hadapan orang-orang lain yang juga telah meninggal dunia, akibat kelakuan anaknya itu, karena yang kini telah meninggal dunia dapat memandang ke dunia melalui jendela alam barzakh.
Dalam konteks inilah Nabi Saw berpesan, “ Janganlah mempermalukan keluarga kamu yang telah wafat dengan keburukan amal perbuatan kamu" . Selengkapnya baca di sini.
Dream - Pola pengasuhan anak yang diterapkan orangtua memang berbeda-beda. Ada yang lembut, keras, penuh disiplin atau perpaduan di antara hal tersebut. Satu hal yang harus selalu diingat, buah hati merupakan amanah dari Alalh SWT yang harus dijaga dan diasuh dengan baik.
Kelak, para orangtua akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Dalam hal mengasuh anak, KH. Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengingatkan kebiasaan para Nabi, yaitu memuliakannya.
© Instagram Ngaji Gus Baha
(Gus Baha)
Dikutip dari tulisan Rifqi Fairuz di Islami.co, memuliakan artinya hubungan antara orangtua dan anak itu saling menghormati, sehingga hubungan antara orang tua dan anak itu senang dan nyaman di antara kedua belah pihak. Al-Quran sudah mengabadikan perihal memuliakan anak ini dalam surat Maryam ayat 12-13:
© Islami.co
Artinya: " Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya) selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertakwa" .
Gus Baha menekankan redaksi kata hanan di ayat tersebut. Beliau menjelaskan bahwa arti kata hanan di sini adalah bermakna sifat aris, sifat senang dan menciptakan suasana nyaman. Hal itulah yang harus dijadikan landasan hubungan anak dan orangtua.
Mengapa memuliakan anak menjadi penting? Jangan sampai karena orangtua terlampau keras, sehingga anak jadi kecewa dengan sistem Islam yang diterapkan keluarganya sendiri. Sebab anak adalah harapan orangtua untuk melanjutkan kalimat tauhid ke generasi dan keturunan selanjutnya di masa depan.
Gus Baha mengutip doa Nabi Zakaria ketika memohon kepada Allah supaya dikaruniai keturunan sebagaimana tertera di surat Maryam ayat 4:
© Islami.co
Artinya: " Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Ayat tersebut merupakan doa Nabi Zakaria yang meyakini bahwa anak merupakan pewaris kalimat tauhid dan ajaran Islam di masa mendatang. Lebih lanjut, Gus Baha menyebutkan bahwa amal saleh yang dilakukan anak sendiri jauh lebih memberi pahala bagi kita, dibandingkan amal saleh dari santri atau murid.
“ Jadi, di antara adabnya para nabi itu adalah memuliakan anak. Karena anak itu yang kelak lebih panjang waktunya untuk membawa kalimat tauhid," ujarnya.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Dream – Mengasuh dan membesarkan anak bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak sekali cobaan yang datang dan sebagai orangtua kita harus selalu meminta perlindungan dan kekuatan dari Allah SWT.
Dikutip dari BincangMuslimah.com, Nabi Ibrahim a.s. merupakan salah satu sosok orangtua ideal yang telah dicontohkan Allah SWT di dalam Alquran. Menurut Prof. Quraish Shihab dalam tafsirnya, beliau mengutip pendapat sebagian ulama yang menyatakan bahwa nama Ibrahim merupakan bentuk majmu’ dari kata ab dan rahim.
Ab berarti ayah dan rahim berarti penuh kasih. Beliau adalah ayah yang penuh kasih. Ada juga yang berpendapat bahwa nama tersebut berasal dari bahasa Ibrani, Abram yang bermakna ayah kelompok manusia yang banyak. Sifat penuh kasih Nabi Ibrahim a.s. ditunjukkan dengan doa-doa beliau untuk anak-anaknya dan keturunan.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah mengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim a.s. yang selalu menyertakan anak cucunya dalam doanya. Di antaranya adalah Q.S. Al-Baqarah ayat 124.
© Bincang Muslimah
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “ Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “ Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “ (Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Pada Q.S. Ibrahim ayat 35, Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah SWT agar anak cucunya dijauhkan dari penyembahan berhala. Beliau memohon agar kiranya fitrah kesucian yang dianugerahkan Allah dalam jiwa setiap manusia yaitu Tauhid terus terpelihara dalam jiwa anak cucunya.
© Bincang Muslimah
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “ Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.
Nabi Ibrahim a.s. tidak hanya memohon kepada Allah agar anak keturunannya memiliki iman yang kokoh. Beliau juga berdoa seperti dituliskan di Q.S. Ibrahim ayat 40 demi anak dan keturunannya menjadi hamba-hamba Allah yang selalu melaksanakan perintah-Nya berupa sholat.
© Bincang Muslimah
Artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Doa Nabi Ibrahim a.s. tersebut, mengingatkan para orangtua agar tidak lupa mendoakan putra putrinya agar termasuk orang yang istiqamah dalam menjalankan sholat.
Penjelasan selengkapnya baca di sini.