Dream - Liburan keluarga atau ketika momen berkumpul dan makan bersama tentunya akan kurang lengkap jika tanpa foto-foto.
Nantinya foto tersebut bisa jadi kenang-kenangan yang bisa dibagikan dan diunggah di berbagai media sosial atau aplikasi lain.
Bagi para ayah dan ibu yang sudah memiliki anak pra-remaja, berusia mulai 10 tahun mengajaknya berfoto jadi hal yang kadang sangat sulit. Mereka selalu menolak untuk foto bareng dengan keluarga inti atau keluarga besar. Anak di usia ini juga sangat kesal jika difoto atau direkam tanpa izin.
Sering mengalaminya? Menurut Anas Satriyo, seorang psikolog keluarga, hal ini terjadi karena alasan tertentu yang sangat berkaitan dengan perkembangan psikologis anak.
" Pada masa pra-remaja terjadi peningkatan kesdaran akan dirinya terutama di aspek fisik. Anak pra-remaja mulai lebih memperhatikan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain yang bisa membuat mereka merasa tidak nyaman saat difoto terutama jika mereka tidak yakin bahwa foto tersebut akan mencerminkan diri mereka dengan cara yang mereka inginkan," ungkap Anas.
Ia juga menjelaskan di usia pra remaja dan remaja bagian otak yang bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan kontrol impuls belum sepenuhnya berkembang.
Kondisi tersebut memicu perasaan tidak pasti atau cemas tentang bagiamana mereka dipersepsikan orang lain yang mungkin membuat mereka enggan difoto.
Belum lagi jika anak remaja tahu kalau fotonya akan diunggah di media sosial yang dilihat banyak orang. Tak hanya itu, juga bisa dikomentari, yang mungkin bisa saja komentar negatif.
" Remaja mungkin merasa bahwa mereka tidak dapat bersaing dengan standar kecantikan atau keren yang mereka ihat di medsos dan oleh teman sebaya mereka yang bisa menimbulkan rasa tidak aman," ungkap Anas.
Tak dipungkiri, adannya kemungkinan kalau foto tersebut bakal diunggah di media sosial orangtua atau aplikasi lain yang bisa dilihat banyak orang, membuat anak merasa sangat tidak nyaman. Bila memang anak tidak suka, sebaiknya tidak memaksakan dan bukalah diskusi untuk mencari tahu alasannya.
Coba tempatkan diri di posisi anak dan mencoba empati. " Penting untuk diiingat bahwa setiap remaja adalah unik dan alasan mereka mungkin beragam. Pendekatan terbaik adalah berkomunikasi secara terbuka dan dengan empati untuk memahami perspektif individu mereka," pesan Anas
Sumber: IG @anassatriyo.