Ilustrasi/ Foto: Shutterstock
Dream - Sebagai muslim dan muslimah, mereka yang sudah baligh (dewasa) diwajibkan untuk menutup aurat. Aurat sendiri merupakan bagian tubuh yang tak boleh diperlihatkan atau terlihat oleh orang yang bukan muhrimnya.
Allah SWT memerintahkan untuk menutup aurat demi menjaga kehormatan umatnya dan juga meningkatkan ketakwaan. Bagi orang dewasa, aurat pria menurut Imam Syafii, adalah antara pusar dan lutut.
Sementara batasan aurat perempuan ada beberapa pendapat. Menurut Imam Nawawi, aurat wanita adalah seluruh badan selain wajah dan kedua telapak tangan. Ada juga pendapat dari Mazhab lainnya.
Lalu bagaimana dengan aurat anak-anak? Dikutip dari BincangSyariah.com, ulama empat mazhab berbeda pendapat mengenai batasan aurat bagi anak kecil. Syekh Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz 1, halaman 666-667, menjelaskan perbedaan di antara ulama sebagai berikut:
Pertama, menurut mazhab Hanafi anak yang berusia 4 tahun ke bawah tidak memiliki aurat. Dalam hal ini, seseorang diperbolehkan melihat aurat anak tersebut.
Semenjak usia 4 tahun sampai 10 tahun auratnya adalah kemaluan depan dan belakang. Lalu beranjak usia 10 tahun ke atas aurat anak disamakan sebagaimana aurat orang dewasa.
Kedua, ulama mazhab Maliki membedakan antara aurat anak laki-laki dan perempuan. Anak lak-laki yang berumur 8 tahun kebawah tidak memiliki aurat, dalam usia ini perempuan boleh melihat aurat anak tersebut, bahkan boleh juga untuk memandikannya. Apabila telah masuk usia 9 tahun sampai 12 tahun, perempuan boleh melihat tetapi tidak boleh sampai memandikannya. Beranjak usia 13 tahun ke atas auratnya disamakan seperti pria dewasa.
Adapun mengenai aurat perempuan pada usia 2 tahun lebih 8 bulan ke bawah tidak memiliki aurat, sehingga laki-laki boleh melihat badan anak tersebut, bahkan boleh juga memandikannya. Apabila menginjak usia 3 – 4 tahun laki-laki boleh melihat tapi tidak diperkenankan untuk menyentuhnya. Apabila telah genap berusia 6 tahun maka disamakan dengan wanita dewasa.
Ketiga, menurut mazhab Syafi’i aurat anak kecil laki-laki sekalipun belum tamyiz disamakan dengan pria dewasa, yakni antara pusar dan lutut. Aurat anak perempuan juga disamakan dengan perempuan dewasa baik ketika shalat dan diluar shalat.
Keempat, menurut mazhab Hambali anak yang berusia 7 tahun ke bawah tidak memiliki aurat, sehingga boleh bagi seseorang untuk melihat seluruh aurat anak tersebut. Beranjak usia 7-10 tahun aurat anak laki-laki adalah kemaluan depan dan belakang baik di dalam shalat dan di luar shalat, sementara aurat anak perempuan ketika dalam shalat adalah sesuatu di antara pusar dan lutut dan ketika diluar shalat disamakan dengan wanita dewasa.
Semenjak usia 10 tahun ke atas aurat anak-anak disamakan dengan wanita dan pria dewasa baik ketika shalat maupun di luar shalat. Menurut Syekh Wahbah zuhaily pendapat yang lebih unggul adalah pendapat mazhab Hambali dan Hanafi
Beliau berpendapat demikian karena merasa kedua mazhab tersebut sesuai dengan hadis nabi yang memerintahkan anak usia 7 tahun untuk salat serta kebolehan memukul apabila telah masuk usia 10 tahun. Sebagaimana perkataan beliau berikut,
Artinya : “ Dan menjadi jelas bagiku bahwa pendapat ini (Hambali) dan pendapat Hanafi lebih utama. Hal ini karena sesuai dengan hadis nabi yang memerintahkan anak usia 7 tahun untuk salat serta kebolehan memukul apabila telah masuk usia 10 tahun" .
Penjelasan selengkapnya baca di sini.
Dream - Perkembangan teknologi dalam dunia kedokteran sudah sangat pesat. Salah satunya adalah deteksi dini kondisi kesehatan janin sebelum lahir. Lewat tes dan pemeriksaan tertentu, bisa diketahui secara detail bila ada kelainan bawaan seperti down syndrome (DS).
Bila janin ternyata mengalami kelainan tersebut atau gangguan lain yang membuatnya tak bisa tumbuh dengan baik tentunya membuat khawatir orangtua. Terkait hal ini dan jika ingin membuat keputusuan soal kehamilan, rekomendasi dokter adalah yang utama.
Yahya Zainul Ma'arif yang lebih akrab disapa Buya Yahya, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, menjelaskan kalau terkait hal apa pun, seseorang harus bertanya pada ahlinya. Bila terkait kesehatan janin dan ibu hamil, tentunya dokter kandungan.
Buya Yahya/ Foto: Instagram Buya Yahya
" Dalam segala hal, tanyakan kepada ahlinya. Untuk menentukan itu janin baik atau tidak baik, bukan saya, jadi harus dokter. Tapi untuk bertanya hukum boleh tanya kepada kami," ujar Buya Yahya, dikutip dari YouTube channel Al-Bahjah TV.
Menurutnya, jika dokter merekomendasikan tindakan tertentu pada janin, seperti mengugurkan, apa pun kondisinya demi alasan kesehatan, baru kemudian ditanyakan pada ustaz atau ulama soal hukumnya. Hal ini mengingat kondisi tiap kasus berbeda-beda.
" Kalau memang nanti menurut petunjuk dokter tidak baik untuk janin itu dibiarkan untuk berlanjut, bukan kita batasi dengan satu jenis, bermacam-macam penyakit, apa pun. Maka selagi keputusan dokter, bukan menurut Kyai fulan atau Ustad fulan, bukan. Keputusan dokter baru ke ranah hukum (Islam)," ungkap Buya.
Bila memang kondisi janin tidak baik dan demi alasan kesehatan janin direkomendasikan untuk digugurkan, menurut Buya Yahya dibolehkan, namun ada syaratnya. Syaratnya adalah usia janin tak boleh di atas 4 bulan.
" Kalau menurut keputusan dokter janin tersebut tidak layak dikembangkan dan membahayakan ibunya atau janin itu sendiri tidak baik, maka disepakati nggak ada khilaf. Selagi di bawah 4 bulan ditiupkan ruh, maka boleh digugurkan karena keadaan janin yang semacam itu atau membahayakan ibunya," ungkap Buya Yahya.
Lihat penjelasan selengkapnya dalam video berikut.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN