Instagram @tyaajj_001
Dream - Suasana sekolah yang menyenangkan penting untuk dibentuk, terutama pada anak-anak usia dini yang baru pertama kali sekolah. Jangan sampai sekolah jadi hal yang menakutkan dan menimbulkan trauma.
Pengalaman seorang ibu, pemilik akun Instagram @tyaajj_001 yang tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur, mungkin bisa jadi pelajaran. Ia membagikan cerita di Instagram, putranya yang masih berusia 3,6 tahun sangat takut ke sekolah. Sang putra sudah didaftarkan di salah satu TK tapi tak mau masuk kelas sama sekali hingga menangis histeris.
" Hari pertama sekolah pengenalan di KB " A" udah bayar pendaftara pula, sudah dirayu jajan dulu tetep nangis. Di kantin sampai lati jatuh bangun ke parkiran," tulis sang ibu dalam video yang diunggahnya.
Ibu tersebut akhirnya memindahkan putranya ke sekolah kedua, hasilnya sama saja. Pindah lagi ke sekolah lain yang ternyata juga putranya tetap histeris bahkan sampai lompat pagar agar bisa kabur sekolah.
" Hasilnya sama histerisnya, bahkan kembali jatuh bangun saking takutnya lihat gerbang sekolah," ungkap ibu tersebut.
Kesulitan menghadapi putranya, ibu tersebut akhirnya membawa sang anak ke psikolog. Dari hasil analis, ternyata putranya itu mengalami " school phobia" .
" Hancur sudah rasanya seperti dipukul pake balok kayu segede gaban. Sempet ditanya awalnya apakah pernah mengalami kekerasan sebelumnya. Jangankan kekerasan, saya bentak anak ini saja tidak pernah, apalagi main tangan. Sama sekali tidak pernah. Tapi dari matanya dia sangat ketakutan setiap melihat sekolah," tulis ibu tersebut.
Untungnya di sekolah ketiga sang anak mau masuk ke halaman sekolah. Bocah itu bermain sendiri dengan mainan yang ada, tapi sama sekali tak mau masuk kelas.
Pihak sekolah tak memaksa dan membiarkan anak tersebut untuk beradaptasi. Menurut sang ibu, psikolog juga menyarankan untuk tak memaksa anak untuk belajar di kelas, hal yang perlu diatasi adalah trauma dan ketakutannya lebih dulu.
" Sudah 2 minggu tetap ga mau masuk kelas. Masya Allah pendiriannya kuat ya de," ungkap sang ibu.
Ibu tersebut bercerita kalau sebelumnya sang anak dimasukkan ke sekolah tahfidz seperti kakak-kakaknya. Saat itu hanya bertahan tiga hari karena putranya menangis terus.
" Pas umur 3 tahun kurang saya masukkan sekolah tahfidz. Seperti kakak2nya dulu. Mungkin yg ini belum siap jadi school phobia," ungkap sang ibu.
Ada juga para Bunda yang memiliki pengalaman sama?
Sumber: Instagram @tyaajj_001
Dream - Pekan ini sekolah tatap muka dimulai kembali setelah 2 tahun online karena kasus Covid-19 yang tinggi. Para murid harus kembali melakukan adaptasi dengan teman sekelas yang baru, juga suasana sekolah yang begitu berbeda.
Terutama pada anak-anak yang sebelumnya selalu sekolah online di rumah dan baru pertama kali belajar di sekolah tanpa didampingi orangtua. Hal tersebut sebenarnya bukan hal mudah. Penting bagi orangtua memahami kondisi anak-anaknya dan melihat respons mereka.
Farraas A. Muhdiar, seorang psikolog keluarga, mengungkap kalau dalam situasi pandemi seperti sekarang sangat wajar anak mengalami kecemasan ketika kembali ke sekolah. Di satu sisi mereka senang, tapi juga cemas dengan kondisi yang sangat berbeda.
Bagi anak usia TK dan SD, mungkin ada yang selalu menangis di kelas saat ditinggal. Bisa juga hanya diam saja tak mau bicara sama sekali.
" Kondisi pandemi meningkatkan kecemasan anak untuk bertemu orang baru / masuk ke situasi baru, jadi makin wajar kalau anak cemas saat tiba-tiba harus dateng ke situasi baru dengan kebiasaan dan orang-orang yang serba baru," tulis Farraas di akun Instagramnya @farraas.
Lalu apa yang harus dilakukan orangtua untuk membantu anak meredakan level kecemasannya? Menurut Farraas, berikan label pada emosi anak, apakah ia takut, khawatir sedih atau bersemangat. Hal ini membuat anak mengenali hal yang dirasakan dan mengungkapkannya dengan baik.
Setelah itu, validasi atau akui perasaan anak. Bila anak bilang takut, katakan kalau hal itu bisa dirasakannya dan wajar. Jangan mengecilkannya dengan bilang " ah gitu aja takut" .
Coba berikan beberapa opsi untuk bisa membuat anak nyaman. Misalnya dengan pegangan tangan, berpelukan, menarik napas, bernyanyi atau mungkin minum teh hangat.
" Percaya pada prosesnya. Anak pasti akan bisa melakukannya saat mereka sudah siap," pesan Farraas.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi
Rekam Jejak Profesional dan Birokrasi Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani Indrawati