Dream – Sebagai orangtua, kita memiliki kewajiban untuk berusaha membangun ikatan atau dengan sang buah hati. Para ibu biasanya secara natural akan memiliki bonding yang baik, karena kedekatan sejak dalam kandungan.
Bagaimana dengan ayah?
Ayah memang harus lebih berusaha ekstra jika ingin dekat dengan anak-anaknya, terutama ketika mereka masih bayi. Pada dasarnya, setiap ayah membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk bisa membangun hubungan dengan anaknya.
Ada ayah yang ketika anaknya baru lahir, mereka langsung merasa sangat terikat dengan sang anak. Ada pula ayah yang rasa “memiliki” terhadap anaknya belum muncul bahkan ketika anak mereka lahir.
Hubungan antara ayah dan anak akan semakin kuat seiring berjalannya waktu. Proses ini memang tidak instan. Namun, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan para ayah untuk lebih aktif dalam proses ini, terutama ketika si kecil masih bayi.
- Luangkan waktu untuk skin to skin dengan buah hati karena ini akan membuat bayi kita merasa tenang.
- Ajaklah bayi bicara secara rutin sambil mendekatkan wajah kita ke wajahnya. Tatap juga mata si kecil dalam-dalam, maka ikatan akan perlahan-lahan terbentuk.
- Luangkan waktu juga untuk bermain dengan anak kita. Anak-anak sangat suka bermai
- Bacakan juga dongeng atau bernyanyi untuk bayi, mereka sangat senang mendengar suara ceria
Ibu memang cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan bayi – karena harus menyusui. Ini bukan berarti ayah tidak bisa mendapat “jatah” untuk mengurus si kecil. Para ayah tetap bisa menghabiskan waktu dengan sang buah hati
Misalnya seperti saat bayi baru saja disusui, ayah bisa menggendongnya dengan posisi tegak agar bayi tidak gumoh. Selain itu, ayah juga bisa mengambil alih tugas ibu untuk memberi susu kepada bayi ketika ibu sedang memompa ASI.
Jika ayah mengalami kesulitan dalam membangun hubungan dengan bayinya, bisa saja ini terjadi karena suasana hati sang ayah yang sering dalam keadaan tak baik. Kondisi ini disebut depresi pascapersalinan.
Untuk mengatasi masalah ini, ayah dapat melakukan konsultasi ke psikolog atau ahli kesehatan mental. Dengan begitu, ayah dan ibu tahu pasti apa yang harus dilakukan untuk menyikapi masalah ini.
Laporan Marha Adani/ Sumber: Baby Center