Dream - Sejak beberapa tahun belakangan, pemerintah Jepang melakukan berbagai cara untuk meningkatkan angka kelahiran di negaranya. Jepang dikenal sebagai negara dengan industri teknologi yang sangat maju.
Sayangnya, hal ini tak dibarengi dengan angka kelahiran. Setiap tahunnya jumlah populasi penduduk Jepang merosot drastis.
Pasalnya, banyak anak muda Jepang enggan untuk memiliki anak.
Sejak beberapa tahun belakangan, pemerintah Jepang melakukan berbagai cara untuk meningkatkan angka kelahiran di negaranya.
Mulai dari fasilitas untuk ibu hamil dan menyusui, tunjangan hingga berbagai kemudahan, tapi angka kelahiran tidak kunjung naik dan malah terus merosot.
Untuk mencari solusi lain dari masalah populasi ini, Jepang rupanya mencoba solusi yang sangat high tech, yaitu memanfaatkan AI (artificial intelligence/ kecerdasan buatan).
Teknologi AI untuk meningkatkan jumlah pernikahan dan kelahiran, bagaimana caranya?
Beberapa tahun terakhir, pemerintah Jepang memanfaatkan big data dalam database AI yang mereka punya untuk jadi ‘mak comblang’. Menggabungkan perjodohan tradisional atau ‘konkatsu’ dengan modernisasi dan kemajuan teknologi.
Cara kerjanya, admin akan menggunakan AI untuk menganalisis informasi pribadi, juga data-data yang berasal dari pusat atau kuisioner yang diberikan pada peserta.
Untuk mendukung program perjodohan publik itu, pemerintah Jepang kemudian memberikan banyak subsidi. Terhitung Maret 2023, 31 dari total 47 prefektur di Jepang termasuk Tokyo menawarkan layanan ini secara massal ke penduduknya.
Berkat teknologi AI dalam program perjodohan online ini, salah satu prefektur di Jepang yaitu Prefektur Saitama telah menghasilkan 139 pasangan menikah.
Pengguna program perjodohan ini juga mengakui bahwa program yang di-setting menggunakan AI tersebut sangat membantu mereka dalam menemukan pasangan idaman.
Prefektur Shiga ikut meluncurkan platform online dengan mengadopsi sistem serupa pada 2022. Hingga bulan Januari 2024, tercatat sebanyak 6 pasangan telah bertunangan melalui platform tersebut.
Mayu Komori, kepala biro anak dan remaja di Prefektur Shiga menyebutkan bahwa biaya pendaftaran layanan tersebut adalah sebesar 15 ribu yen Jepang (sekitar 1,6 juta rupiah). Biaya yang cukup tinggi ini menandakan bahwa orang-orang yang bergabung di platform ini memiliki keinginan serius untuk mencari pasangan untuk menikah.
Sungguh pemanfaatan teknologi yang sangat efektif ya, Sahabat Dream.
Laporan Salma Rihhadatul Aisy/ Sumber: Next Shark