Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream – Hari-hari pertama setelah persalinan (periode post-natal) merupakan fase kritis bagi kehidupan ibu dan bayi. Risiko kematian bisa terjadi pada fase ini, namun sayangnya orang-orang justru mengabaikannya.
Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 303.000 kasus kematian ibu setiap tahunnya dikarenakan mengalami depresi atau kecemasan selama kehamilan atau pasca kehamilan yang diikuti dengan kelelahan, gangguan nafsu makan, perubahan suasana hati, perasaan kewalahan mengurus bayi dan disfungsi seksual.
Setiap kehamilan memiliki keunikan dan kebutuhannya sendiri, perawatan persalinan dan pasca melahirkan harus dilakukan secara menyeluruh baik secara fisik, psikologis, dan sosial.
" Dianjurkan untuk pemeriksaan setelah melahirkan dan kontak dengan dokter kandungan antara 3 minggu pertama persalinan dan 12 minggu setelah melahirkan,” ujar dr. Ivan M Sondakh, Sp.OG, Klinik Health360 Indonesia pada konfrensi pers Pentingnya Melakukan Perawatan Terpadu Pasca Mealhirkan, Selasa, 9 Maret 2021.
Setela melahirkan, ibu membutuhkan perawatan menyeluruh, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Hal ini agar ibu bisa menjalani pemulihan dengan cepat, mencegah komplikasi, dan juga meningkatkan kualitas hubungan ibu dan bayi.
Kesehatan mental ibu pasca melahirkan sama juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik, tetapi hal ini sering kali tidak diperhatikan juga oleh ibu dan keluarganya. Mental ibu sangat penting karena nantinya akan berguna dalam mengurus dan mengasuh bayinya, serta dapat mempengaruhi keseluruhan fungsi ibu dalam kegiatan sehari-hari.
" Baby blue syndrome, depresi dan cemas postpartum merupakan hal yang paling sering terjadi pada ibu pasca melahirkan. Sebelum mengatasinya, diperlukan pemahaman terlebih dahulu tentang jenis gangguan, apa gejalanya, penyebabnya, serta apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya,” kata dr. Daniella Satyasari, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Klinik Health360 Indonesia pada kesempatan yang sama.
Oleh karenanya dukungan dari suami sangat penting, selain suami kerabat keluarga sekitar juga berperang cukup penting dalam mencegah terjadinya gangguan mental dan membantu memperbaiki kondisi mental ibu.
Laporan: Josephine Widya
Dream - Kondisi psikologis ibu setelah melahirkan sangat rentan. Perubahan hormon secara drastis, adaptasi dengan kehadiran bayi, kewajiban pengasuhan, lingkungan yang kurang mendukung, dan faktor lainnya, bisa dengan mudah memicu depresi pada ibu.
Kondisi depresi ini ternyata menurut sebuah studi terbaru bisa bertahan sampai tiga tahun setelah melahirkan. Para ahli mengatakan skrining PPD (post partum depression) untuk ibu setelah tahun pertama mungkin diperlukan.
Pada beberapa ibu baru, depresi pasca melahirkan bisa bertahan hingga tiga tahun. Hal ini menurut penelitian dalam National Institutes of Health (NIH). Dikutip dari Parents, penelitian yang dipublikasi dalam Journal Pediatrics, mengamati 5.000 wanita dan menemukan sekitar 1 dari 4 wanita memiliki gejala depresi tingkat tinggi di beberapa titik dalam tiga tahun setelah melahirkan.
Sementara ibu lainnya memiliki tingkat depresi yang rendah selama periode waktu yang sama. Hal ini memunculkan gagasan bahwa ibu mungkin memerlukan skrining yang lebih lama untuk depresi pascapersalinan daripada yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP), yaitu satu, dua, empat, dan enam bulan setelah melahirkan.
Saat ini kesadaran tentang kesehatan mental dan psikologis ibu setelah melahirkan cukup banyak dibahas dan mulai banyak orang yang mengerti dan memberi perhatian khusus. Faktanya, depresi pascapersalinan (PPD) terjadi pada 20 persen ibu.
Gejalanya antara lain suasana hati yang tertekan dan menangis terus-menerus tanpa sebab. Biasanya dimulai dalam beberapa minggu pertama setelah melahirkan dan juga dapat muncul di kemudian hari selama satu tahun pertama.
“ Studi kami menunjukkan bahwa enam bulan mungkin tidak cukup lama untuk mengukur gejala depresi. Data jangka panjang ini adalah kunci untuk meningkatkan pemahaman kami tentang kesehatan mental ibu, yang sangat penting untuk kesejahteraan dan perkembangan anaknya Diane Putnick, Ph.D., penulis utama dan staf ilmuwan di epidemiologi Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD).
Skrining depresi pascapersalinan, menurut peneliti, mungkin perlu dilanjutkan setidaknya selama dua tahun. Putnick mencatat tingginya depresi pasca melahirkan dianggap bulan pertama setelah lahir. Ibu yang mengalami gejala depresi pertama dua tahun kemudian umumnya menderita depresi tanpa permulaan.
" Satu-satunya perbedaan dalam kriteria diagnostik untuk episode depresi reguler dan depresi pascapartum adalah kapan mulainya dan bukan kapan berakhir," kata Dr. Putnick.
Penelitian juga menemukan bahwa ibu yang memiliki kondisi tertentu, seperti gangguan mood dan / atau diabetes gestasional, memiliki peluang lebih besar untuk mengalami depresi yang lebih parah.
" Siapa pun dapat mengalami depresi pascapartum, tetapi individu tertentu mungkin berisiko lebih tinggi, termasuk mereka yang sebelumnya pernah mengalami gangguan kesehatan mental, individu dengan kondisi kesehatan kronis, dan mereka yang memiliki situasi sosial yang sulit," kata Amy Addante, MD, seorang spesialis kandungan.
Advertisement
5 Sumber Cuan Sabrina Chairunnisa, Istri Deddy Corbuzier di Tengah Isu Keretakan Rumah Tangga
Cucu Mahfud MD Jadi Korban Keracunan MBG di Yogyakarta
Alasan Orang Korea Sangat Percaya MBTI Bisa Ungkap Kepribadian
Presiden Prabowo Bertemu Marc Marquez dan Pebalap Tanah Air Bahas Sport Tourism
Ponpes Al-Khoziny Ambruk, Menag Tanggapi Isu Pelibatan Santri dalam Pengecoran Gedung
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
30 Kata-Kata Bijak Singkat Penuh Makna untuk Inspirasi Hidup
5 Sumber Cuan Sabrina Chairunnisa, Istri Deddy Corbuzier di Tengah Isu Keretakan Rumah Tangga
Ibunda Tasya Kamila Jalani Operasi Bariatrik Usai Gagal Diet Selama 25 Tahun