Orangtua Berselingkuh, Psikolog Ingatkan Tak Perlu Beritahu Anak

Reporter : Mutia Nugraheni
Selasa, 30 Mei 2023 06:48
Orangtua Berselingkuh, Psikolog Ingatkan Tak Perlu Beritahu Anak
"Mereka punya hak untuk tidak dilibatkan dalam situasi krisis terkait perselingkuhan namun mereka punya hak untuk dipahami".

Dream - Sejumlah kasus perselingkuhan yang ramai di media sosial tentunya membuat miris. Efeknya jadi begitu besar dalam keluarga. Salah satu dampak yang paling besar yaitu perceraian dan trauma yang dialami anak-anak.

Dalam kondisi demikian, mungkin pihak orangtua yang diselingkuhi akan sangat ingin mengungkap kebenaran. Termasuk pada anak-anaknya, dengan mengatakan kalau ayah/ibunya berselingkuh. Hal tersebut rupanya dalam aspek psikologis merupakan hal yang tidak bijak.

Roslina Verauli, seorang psikolog keluarga, dalam akun Instagramnya @verauli.id, menjelaskan kalau perselingkuhan adalah krisis dalam pernikahan dan dalam keluarga. Pada anak yang masih kecil, mereka memang belum paham konsep perselingkuhan seutuhnya, tapi mau tidak mau ikut terdampak atas situasi yang sudah negatif, situasi penuh konfik di antara kedua orangtuanya.

" Dengan profil anak yang cenderung self center masih berpusat pada dirinya mereka akan menghayati bahwa, situasi yang negatif, krisis dan yang menyakitkan tersebut (bisa berpikir) jangan-jangan disebabkan oleh diri mereka. Itu sebab anak butuh support dari orangtua agar apa yang mereka alami yang mereka rasakan, dipahami," kata Vera dalam video yang diunggahnya.

1 dari 6 halaman

Menurutnya, jangan bahas dan menjelekkan salah satu orangtua di depan anak. Termasuk memberitahu anak kalau ayah atau ibunya berselingkuh.

" Ingat, jangan membahas tentang isu-isu perselingkuhan orangtua pada anak, meskipun anda ingin sekali mengungkapkannya. Ingat, anak bukanlah penyebab perselingkuhan pasangan anda, anak juga gak akan mampu memperbaiki situasi terkait perselingkuhan tersebut dan anak juga gak punya kendali atau kontrol atas situasi tadi," ungkap Vera.

Ia berpesan sebisa mungkin jangan membuat anak terlibat dalam situasi krisis yang lebih dalam. Situasi keluarga yang 'memanas' sudah sudah cukup besar berdampak pada psikologisnya. Tugas orangtua adalah selesaikan masalah sebijak mungkin dan pahami kebutuhan emosi dan psikologis anak.

" Mereka punya hak untuk tidak dilibatkan dalam situasi krisis terkait perselingkuhan namun mereka punya hak untuk dipahami kondisi emosional dan psikologis," kata Vera.

2 dari 6 halaman
3 dari 6 halaman

Usia Anak yang Paling Trauma dengan Perceraian Orangtua

Dream - Efek perceraian tak dipungkiri begitu besar dalam sebuah keluarga. Satu hal yang paling dikhawatirkan adalah dampaknya pada psikologis anak. Faktanya, usia berapa pun anak, baik ketika kecil, remaja atau pun sudah dewasa, ketika menghadapi kenyataan kalau orangtuanya bercerai maka akan sangat menggangu psikologisnya.

Reaksi anak terhadap perceraian berdasarkan usia sangat bervariasi. Konon, para ahli menunjukkan waktu terburuk bagi seorang anak untuk mengalami perceraian tampaknya ketika anak memasuki sekolah dasar. Menurut Scott Carroll, seorang psikolog anak jika perceraian terjadi saat anak masih bayi, kemungkinan trauma perceraian yang dialami anak akan bersifat minim.

“ Mungkin satu-satunya usia di mana kita bisa mengatakan perceraian tidak memiliki dampak yang berarti adalah di bawah dua tahun,” ujar Carroll.

Hal itu sebagian besar terkait dengan perkembangan kemampuan kognitif anak sebelum berusia 3 tahun. “ Bahkan anak berusia 2 tahun memiliki ingatan, jadi mereka menyadari perubahan pada tingkat emosional daripada tingkat kognitif. Hanya saja figur lampirannya tidak ada,” kata Carroll.

 

4 dari 6 halaman

Berapa usia anak yang paling trauma dengan perceraian?

Setelah usia 3 tahun, potensi trauma emosional tampaknya memuncak sekitar usia 11 tahun. Pada titik ini, anak-anak telah memiliki sedikit pemahaman hubungan dengan kedua orangtuanya.

Mereka telah mengembangkan keterikatan yang mendalam dengan kedua orang tua dan keluarga sebagai satu kesatuan. Pada saat yang sama, mereka juga belum mandiri dan sangat egosentris, yang menyebabkan mereka menginternalisasi kehancuran keluarga.

“ Perceraian itu sendiri bukanlah bagian tersulit. Bagian tersulit adalah konflik," ujar Caroll.

Konflik menjadi sangat merusak jika terjadi di depan anak-anak. Lebih buruk lagi adalah ketika orangtua berkomunikasi melalui anak atau saling menjelekkan mantan pasangan mereka. Dalam keadaan yang paling ekstrem, kata Carroll, perceraian bahkan mungkin bermanfaat.

“ Kalau banyak konflik, kadang perceraian itu seperti melegakan," ungkapnya.

5 dari 6 halaman

Bagaimana perceraian mempengaruhi anak yang lebih besar?

Sebelum pubertas, trauma perceraian juga bisa diperparah oleh salah satu orangtua yang pergi begitu saja. Perceraian yang menyebabkan kurangnya kontak, atau kunjungan yang tidak konsisten, dapat menyebabkan seorang anak merasa seolah-olah mereka kehilangan bagian dari diri mereka sendiri.

" Hal terburuk dan mutlak bagi seorang anak adalah jika setelah perceraian ada orangtua yang tidak terlibat. Jika melihat anak yang depresi, lihat apa yang terjadi ketika orangtua tidak muncul setelah perceraian terjadi," kata Caroll.

Menurutnya, begitu seorang anak melewati masa pubertas, ada lebih banyak potensi untuk menerima dan memahami perceraian orang tua. “ Saya pernah melayani konsultasi remaja yang mengadvokasi perceraian orang tua mereka. Terkadang remaja ini jadi pihak yang paling pintar di ruangan," ungkap Caroll.

 

6 dari 6 halaman

Ketangguhan Anak

Carroll menekankan bahwa anak-anak cukup tangguh, terutama jika mereka sehat secara psikologis sebelum perceraian. Mungkin butuh satu tahun atau lebih untuk berduka dan menyesuaikan diri. Kebanyakan anak, pada kenyataannya, menyesuaikan diri dengan realitas baru mereka.

Akan membantu jika orangtua berusaha untuk menjaga agar konflik mereka seputar pengasuhan bersama tidak melibatkan anak. Orangtua harus memahami semakin baik mereka dapat berkomunikasi satu sama lain, semakin baik anak mereka nantinya.

“ Belajar bekerja sama. Karena kalian adalah orangtua. Harus bekerja sama,” pesan Carroll.

Sumber: Fatherly

 

Beri Komentar