Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream – Kasus stunting di Indonesia jadi perhatian besar seluruh pihak, bukan hanya Kementerian Kesehatan. Sederet program dilakukan untuk menekan kasus stunting di berbagai daerah, salah satunya dari Pemantauan Status Gizi (PSG).
Dari datang PSG menunjukkan, kasus stunting pada anak di Indonesia terbilang cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir. Bahkan jumlah kasus anak yang terkena stunting lebih besar daripada kasus permasalahan gizi seperti anak kurus, anak gemuk hingga anak kekurangan gizi.
Banyak orangtua yang tak menyadari kalau anaknya mengalami stunting. Sebagian besar orangtua menilai pertumbuhan dan perkembangan anak melalui berat badan anak saja.
Mereka sering beranggapan jika sang anak memiliki pipi yang tembam menandakan bahwa sudah cukup sehat. Di sisi lain, terdapat beberapa orangtua yang tidak terlalu memikirkan pertumbuhan tinggi badan anak.
Perlu untuk diketahui, salah satu cara yang tepat untuk mengukur baik dan buruknya nutrisi pada anak yaitu dengan melihat tinggi badannya.
Si kecil memiliki tinggi badan yang berbeda dengan teman seumurannya bisa saja itu merupakan tanda bahwa si kecil terkena stunting. Pertumbuhan tidak optimal atau gagal tumbuh tersebutlah yang biasa dikenal dengan stunting.
Untuk mencegahnya, para orangtua harus mengerti terlebih dahulu mengenai stunting. Simak informasi mengenai stunting berdasarkan WHO dan Kementerian Kesehatan RI berikut ini.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting atau kerdil merupakan suatu kondisi di mana sang anak mengalami gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan. Anak dianggap terkena stunting jika tinggi badan mereka jauh di bawah median Standar Pertumbuhan Anak oleh WHO diusia mereka.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, stunting merupakan salah satu masalah kurang gizi kronis karena anak kurang mendapatkan asupan gizi yang cukup dalam waktu lama.
Kondisi tersebut dapat menyebabkan anak mengalami gangguan pertumbuhan salah satunya adalah tinggi badan yang rendah dari standar anak diusianya.
Perlu untuk diketahui, stunting merupakan salah satu gangguan yang bersifat permanen dimana jika si kecil telah terkena stunting maka dia tidak bisa kembali seperti semula. Terutama pada anak yang masih berusia dibawah 2 tahun, orangtua diharuskan untuk segera melakukan konsultasi kepada dokter yang ahli.
Penyebab utama terkena stunting karena sang anak mengalami kekurangan asupan gizi, kurangnya pemberian ASI serta adanya infeksi. Kurangnya asupan gizi ternyata tidak hanya terjadi pada saat sang anak telah lahir ke dunia.
Menurut WHO (World Health Organization), 20% kasus stunting pada anak terjadi pada saat sang anak masih berada di dalam kandungan.
Mengapa bisa begitu?
Asupan yang kurang bernutrisi yang dikonsumsi oleh ibu hamil lah yang penyebabkan sang anak memiliki risiko terkena stunting yang besar. Dengan kurangnya asupan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ibu hamil akan sedikit juga asupan nutirisi yang diterima oleh janin yang dikandungnya.
Padahal, janin yang berada di dalam kandungan sangat membutuhkan asupan nutrisi dan gizi yang banyak untuk proses pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
lita.
Selain itu, tidak diberikannya ASI eksklusif ataupun MPASI ketika sang anak masih balita juga merupakan salah satu penyebab sang anak terkena stunting.
Sederet ahli mengatakan jika kurangnya asupan makanan pada bayi akan memberikan dampak stunting. Terutama makanan yang mengandung zat besi, zinc, dan protein.
Dampak yang akan ditimbulkan jika sang anak terkena stunting terbilang cukup banyak. Tidak hanya itu, dampak ini juga bisa membuat sang anak mengalami keterlambatan dalam berkembang. Berikut merupakan dampak dari stunting pada anak:
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia, terdapat tiga hal yang harus dilakukan untuk dapat mencegah stunting pada anak. Tiga hal tersebut berupa adanya perbaikan terhadap pola makan, pola asuh serta adanya perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Diterangkan lebih lanjut, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, mengatakan bahwa stunting dipengaruhi oelh rendahnya jumlah dan kualitas gizi pada makanan yang dimana seringkali makanan tersebut tidak beragam.
Tidak hanya itu saja, kesalahan dalam pola asuh terutama pada aspek perilaku berupa perilaku pemberian makan bisa meningkatkan risiko stunting pada anak. Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan serta air bersih juga sangat berpengaruh.
Saat ini, Indonesia tengah gencar-gencarnya untuk mengatasi stunting pada anak. Kini pemerintah, tengah memfokuskan pada 100 kabupaten atau kota untuk mengatasi stunting. (mut)
(Sumber: WHO, depkes dan hellosehat)
Advertisement
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
Mantan Ketum PSSI Usulkan STY Kembali Latih Timnas, Ini Alasannya
Wanita Ini 400 Kali Operasi Plastik Selama 15 Tahun
Potret Keren Yuki Kato Taklukan Chicago Marathon 42,2 Kilometer
16 Peneliti dari ITB Masuk Daftar World Top 2% Scientists 2025
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO