Dream - Kasus stunting atau gagal tumbuh anak-anak di Indonesia jadi masalah yang hingga kini masih terus menghantui. Dikutip dari Bkkbn.go.id, sekitar 11,3 juta keluarga berisiko stunting.
Stunting, menurut Kementerian Kesehatan, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Salah satunya dengan pembuatan sistem deteksi dini stunting di Puskesmas (pusat kesehatan masyarakat). Sistem tersebut yaitu terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Hasil pemeriksaan USG jadi deteksi dini masalah kehamilan maupun masalah stunting atau kekurangan gizi kronis yang menyebabkan bayi gagal tumbuh seperti bertubuh pendek dan berat badannya kurang.
Nantinya, hasil pemeriksaan tersebut dengan SATUSEHAT (platform data Kemnkes) dan secara otomatis diterima oleh ibu hamil melalui Whatsapp.
Seluruh data penimbangan balita dari Posyandu dilakukan secara by name by address juga sudah terhubung dengan Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK) di level nasional.
Seluruh Puskesmas dan Posyandu juga akan dilengkapi alat antropometri digital. Alat tersebut berfungsi untuk menstandardisasi pengukuran berat dan tinggi badan anak.
Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke Puskesmas Toroh 1 di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, beberapa hari lalu mengungkap kalau tersebut telah didistribusikan ke 300 ribu posyandu di seluruh Indonesia sejak 2022-2023.
" Ada 300 ribu timbangan yang sudah kita berikan, yang sebelumnya tidak ada, semuanya sekarang diberikan timbangan. Untuk cek berat badan bayi, panjang dan semuanya,” kata Presiden.
Dari pengukuran tersebut, nantinya diketahui status gizi anak sejak dini, termasuk apakah kebutuhan gizinya telah terpenuhi sesuai kebutuhan atau belum.
Bila terdapat masalah, akan dilakukan intervensi agar tidak menimbulkan sejumlah masalah gizi pada balita seperti weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar, berat badan kurang, gizi kurang, gizi buruk, dan stunting.
Pada anak yang mengalami weight faltering (tidak sesuai standar) apabila dibiarkan akan menjadi berat badan kurang (underweight) dan berlanjut menjadi gizi kurang (wasted). Penanganan weight faltering adalah dengan merujuk balita ke puskesmas untuk ditangani oleh dokter, diberikan makanan tambahan kaya protein selama 14 hari, dan diberikan konseling oleh dokter umum.
Bila dibiarkan, akan terjadi gizi buruk dan anak akan sangat kurus. Kondisi ini apabila tidak segera ditangani dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi tubuh.
Penanganan anak dengan gizi buruk adalah dengan merujuknya ke puskesmas dan memberikan makanan tambahan kaya akan protein hewani selama 90 hari. Bila balita memiliki indikasi penyakit berat seperti jantung bawaan maka wajib dirujuk ke rumah sakit.
Penanganan anak stunting sendiri nantinya kan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dokter spesialis anak serta konseling dan pemberian PKMK (Pangan dengan Keperluan Medis Khusus) sesuai indikasi dan resep dokter anak.
Sementara itu, untuk balita dengan berat dan tinggi badan normal, tetap harus diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal berisi protein hewani dan susu. Langkah ini bisa mencegah weight faltering sampai dengan 54%.
Untuk pencegahan stunting di tahapan selanjutnya, harus diberikan Pangan Olahan untuk Diet Khusus (PDK) seharga Rp 150 ribu selama 16 hari, yang bisa mencegah stunting 90%.
Sumber: Kemkes.go.id
Advertisement