Ini Temuan KPAI dan Ahli Soal Metode Sekolah Online Masa Pandemik

Reporter : Arini Saadah
Sabtu, 14 November 2020 16:30
Ini Temuan KPAI dan Ahli Soal Metode Sekolah Online Masa Pandemik
Banyak ditemukan kendala yang kompleks dalam pelaksanannya pembelajaran jarak jauh di lapangan.

Dream – Pandemi Covid-19 yang sudah belangsung selama delapan bulan menjadi tantangan berat bagi dunia pendidikan. Pada Maret 2020, pemerintah telah menginstruksikan pengelola sekolah dan universitas untuk memberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau sekolah online.

Metode baru kegiatan belajar mengajar ini tentu membuat banyak pihak terkejut. Mungkin tak seorang pun yang bakal menduga munculnya pandemik yang mengubah hampir semua sendi kehidupan ini. Namun perlahan-lahan, semua pihak beradaptasi meski masih ada kendala yang harus diperbaiki. 

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti melaporkan lembaganya menerima ratusan pengaduan terkait penyelenggaraan PJJ tersebut.

Pada PJJ fase pertama tercatat ada sekitar 246 pengaduan dari orang tua murid yang mengeluhkan banyaknya tugas dari guru yang diberikan kepada anak didiknya di bulan pertama sekolah online berjalan. Sedangkan pada PJJ fase kedua jumlah itu meningkat hampir 800 pengaduan.

“ Banyak yang mengeluhkan PJJ itu gurunya ngasih tugas melulu, sehingga anak-anak jadi stress. Mungkin itu masih awal, belum siap,” jelas Retno dalam dialog bertajuk ‘Belajar Efektif Selama Pandemi’ di Media Center Satgas Covid-19 Graha BNPB Jakarta, Jumat 13 November 2020.

Namun proses pelaksanaan PJJ lambat laun mulai bisa diadaptasi oleh guru, anak didik, dan orang tua. Kondisi ini bisa terjadi karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat aturan atau pedoman yang lebih jelas tentang pelaksanaan pembelajaran jarak jauh

1 dari 3 halaman

Guru Sulit Terapkan Penyederhanaan Kurikulum

Ilustrasi

Dari hasil pengawasan KPAI terhadap 46 sekolah di 19 kabupaten/kota di Indonesia di awal pemberlakuan PJJ diketahui jika bahwa para pengelola sekolah nyaris belum sepenuhnya memahami surat edaran pedoman belajar jarak jauh.

Kondisi membaik pada fase PJJ kedua. Sebanyak 9 daerah dari 19 kabupaten/kota itu sudah benar-benar menggunakan kurikulum penyederhananan kurikulum ketiga (K13). Sementara sisanya masih menggunakan kurikulum-13 yang lama.

“ Jadi prinsipnya PJJ fase kedua ini masih berat bagi anak-anak. Responsif sebenarnya Kemendikbud itu. Tapi sayangnya (kurikulum PJJ) ini gak nyampek,” lanjut Retno.

Sementara Ombudsman Republik Indonesia Prof Adrianus Meliala mengatakan pada dasarnya kebijakan PJJ ini adalah hal yang baik dan tepat pada masanya.

“ Anak-anak tidak lagi datang ke sekolah, hingga kita kenal sebagai Pembelajaran Jarak Jauh. Pada dasarnya kebijakan kebijakan PJJ ini adalah hal yang baik dan tepat pada masanya,” jelas Adrianus

2 dari 3 halaman

Terus Diupayakan Pemerintah

Ilustrasi

Koordinator Bidang Peserta Didik Direktorat SMA Kemendikbud Juandanilsyah menanggapi survey di lapangan yang dilakukan KPAI.

Ia mengatakan pihaknya terus berupaya memfasilitasi PJJ semaksimal mungkin, termasuk pemberian kuota internet untuk proses pembelajaran daring.

Sebenarnya masalah ini tidak hanya masalah para pendidik, namun kendalanya juga melibatkan para siswa dan orang tua.

“ Ada kendala di lapangan. Tapi kita terus berupaya memperbaiki itu. Namun di lapangan keluhan ini bisa terjadi karena banyak masalah juga, tidak hanya pada guru, tapi pada siswa dan orang tua,” ujar Juandanilsyah.

3 dari 3 halaman

Sedikitnya Interaksi Guru dan Murid

Ilustrasi

Namun Tim Pakar Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Agnes Tuti Rumiati mengatakan, ia membagi pembelajaran jarak jauh itu ada dua macam yaitu daring dan luring.

Lanjut Agnes, daring itu menggunakan jaringan internet dan gadget yang menimbulkan adanya banyak interaksi dalam proses pembelajaran. Sedangkan luring, semakin sedikit interaksinya, sebab guru lebih suka memberikan tugas melalui WhatsApp, atau bahkan hanya menonton acara di TVRI sehingga komunikasi dari guru ke siswa itu lebih sedikit.

“ Artinya, mungkin si guru itu merasa sudah memberikan tugas, tetapi nyatanya siswa itu disuruh belajar sendiri, dibantu orang tuanya. Jadi orang tua itu dipaksa harus bisa mengajari anaknya. Jadi di situ kesulitannya. Daring pun, gurunya harus mampu memanfaatkan teknologi,” terang Agnes yang juga merupakan Ketua Pusat Kajian SDG's Institut Teknologi Surabaya tersebut.

Menurutnya komunikasi orang tua dan guru menjadi kunci efektivitas Pembelajaran Jarak Jauh. Sebab kondisi belajar secara daring ini memiliki banyak kesulitan. Namun ia menegaskan bukan berarti kebijakan ini salah, sebab menurutnya masyarakat sekarang tidak ada pilihan lain selain PJJ.

“ Bukan berarti kebijakan ini salah, kita tidak punya pilihan, kita dalam kondisi seperti itu,” pungkasnya.(Sah)

 

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

Beri Komentar