Cerita Martin Reyhan, CEO Otoklix Masuk '30 Under 30' Forbes kategori Industri

Reporter : Edy Haryadi
Senin, 28 Februari 2022 18:43
Cerita Martin Reyhan, CEO Otoklix Masuk '30 Under 30' Forbes kategori Industri
Ia mengubah bengkel tradisonal dari offline menjadi online.

Dream – Restoran Paulaner Brauhaus, Juni 2019. Langit di luar restoran sudah gelap. Restoran yang khusus menyediakan makanan dan bir Jerman ini terletak di lantai II, sayap timur Grand Indonesia Mall, Thamrin, Jakarta Pusat.

Malam itu restoran sudah ramai pengunjung. Tamu restoran yang datang malam itu di antaranya adalah dua pemuda yang umurnya masih berada di bawah 30 tahun. Mereka duduk di sebuah meja dan memesan makanan. Kedua pemuda itu adalah Martin Reyhan Suryohusudo dan Joseph Alexander Ananto.

Pertemuan itu memang sudah lama dinanti Martin. Pasalnya, Joseph saat itu masih bekerja sebagai insinyur dirgantara di Amerika Serikat. Makan malam itu bisa terlaksana karena Joseph kebetulan sedang pulang berlibur ke Indonesia.

Mereka berdua sudah saling mengenal sejak kecil. Orang tua Martin dan orang tua Joseph sama-sama pengusaha. Orang tua Martin dan orang tua Joseph  kebetulan merupakan mitra bisnis lama sejak mereka masih kecil. Alhasil, saat ayah Martin yang menetap di Surabaya datang ke Jakarta, tempat tinggal orang tua Joseph, Martin selalu diajak. Dari situlah Martin dan Joseph berkenalan. Dan sejak itu pula mereka bersahabat. Sejak muda.

Pada saat makan malam di restoran Paulaner Brauhaus itu, Martin mulai menuturkan idenya ke Joseph untuk melahirkan perusahaan rintisan atau startup. Ia ingin membangun usaha platform aplikasi seluler yang bisa menghubungkan kedua belah pihak, dalam hal ini adalah pemilik mobil dengan bengkel-bengkel yang selama ini berdiri sendiri-sendiri. Dengan demikian dia mau mengubah ekosistem bengkel yang selama ini offline menjadi online.
   
“ Walau merasa awam, Joseph tertarik untuk ikut,” kenang Martin saat dihubungi Dream.co.id pekan lalu.

Joseph kemudian mengungkapkan punya kerabat yang sudah terjun ke dunia otomotif selama 20 tahun lebih. Kerabat Joseph itu adalah Benny Sutedjo.

Akhirnya, setelah makan malam itu usai, Martin dan Joseph membuat janji lagi untuk bertemu Benny di rumah Joseph untuk mematangkan rencana mereka.

Seminggu kemudian, mereka berdua bertemu Benny di rumah Joseph. Benny menyatakan tertarik. Ia melihat ada peluang di sana. Dari situlah ketiga orang itu memutuskan mendirikan perusahaan rintisan atau startup Otoklix.

Otoklix memungkinkan pelanggan untuk dapat mencari layanan reparasi mobil terdekat secara online hanya melalui aplikasi Otoklix di otoklix.com. Nantinya, aplikasi tersebut akan menunjukkan lokasi beserta dengan detail mengenai bengkel terkait, termasuk transparansi harga.

***

Martin Reyhan Suryohusudo lahir 11 Juni 1997 di Surabaya. Ia menghabiskan pendidikan SD sampai di SMA di Surabaya.  

Lulus SMA, Martin memutuskan kuliah di University of Melbourne, Australia. Ia mengambil jurusan Finance and Accounting. Ia tiga tahun kuliah di sana.

Selama kuliah di Australia, dia kerja magang. Dua hari kuliah, tiga hari kerja di Catch.com.au. Perusahaan itu adalah e-commerce terbesar di Austalia.

Lulus kuliah tahun 2018, Martin pindah ke Jakarta. Dia lalu bekerja di EY-Parthenon, anak usaha Ernst & Young's, sebuah lembaga konsultasi managemen global. Ia bekerja sebagai konsultan managemen. Ia bekerja  di situ selama 10 bulan.

Lalu dari mana Martin mendapat ide untuk mendirikan Otoklix? Menurut Martin, itu dimulai sejak duduk di bangku SMA. Saat duduk di bangku SMA dia mengemari otomotif.

Saat duduk di bangku SMA, Martin memiliki Honda Jazz warna merah. Ia senang mengotak-atik mobil kesayangannya. Akibatnya mobil kesayangannya itu lebih banyak di bengkel ketimbang dipakai karena selalu dimodifikasi.

Dari pengalaman pribadi berhubungan dengan bengkel mobil sejak SMA itu dia punya pengalaman buruk. Itu terjadi saat dia membeli lampu mobil. Ia membeli lampu itu seharga Rp 2 juta di bengkel itu. Tapi belakangan dia tahu di Alibaba, lampu serupa hanya dijual Rp 500 ribu. Ia jelas kecewa dan merasa ditipu.

Selain itu, waktu kuliah di Australia, dia juga pernah membantu sebagai konsultan managemen untuk memindahkan pasar retail terbesar di Australia dari toko biasa atau offline menjadi toko online.

Sedang saat dia berada di Indonesia, dia sempat menghadiri acara Kementerian Infomasi saat meluncurkan Next Indonesia Unicorn (Nexicorn) untuk memperkenalkan beberapa perusahaan rintisan (startup).  

Martin lalu melakukan riset pada startup yang tampil saat itu. Dari situ dia menemukan belum ada startup yang mengurus bengkel. Apalagi  mengubah bengkel yang semula offline menjadi online.

Akumulasi pengalaman itulah yang menimbulkan ide pada kepala Martin untuk membuat aplikasi yang memindahkan layanan bengkel tradisional yang semula offline menjadi online.

Itulah yang membuat Martin kemudian menceritakan gagasannya pada sahabatnya, Joseph. Joseph tertarik. Dan, Joseph menarik Benny, saudaranya yang sudah sangat berpengalaman di bisnis otomotif. Benny, sudah menggeluti bisnis otomotif sejak 20 tahun lalu.

Dari sinilah, kemudian mereka bertiga sepakat mendirikan perusahaan rintisan atau startup Otoklix sejak Agustus 2019.

Dari diskusi bersama Benny dan Joseph itu  Martin akhirnya juga melihat peluang bisnis tidak hanya mengubah bengkel tradisional dari offline ke online, tapi Otoklix bisa berbisnis perangkat bengkel seperti memasok oli, ban, suku cadang kendaraan dan, aki.

Karena itu mereka bekerjasama sebagai official supplier  dengan pemasok atau suplier macam Astra Otoparts, Denso, Toyota, produsen oli macam Fuchs dan Total. Kenapa harus demikian? “ Karena kalau kita bicara servis, olinya bisa mahal dan tanpa standar harga. Dengan ikut memasok oli kita juga menjamin mutu oli dan harga,” kata Martin.

Dengan ide itu, Martin sebagai CEO Otoklix, mulai turun ke bengkel-bengkel untuk mengajak bengkel-bengkel bermitra. Maka dia menyebut istilah CEO itu bukan Chief Executive Officer sebagaimana lazimnya, tapi Chief Everything Officer, karena dia praktis mengerjakan segalanya, termasuk turun ke bengkel. Ia pun membujuk pemilik bengkel untuk mau bermitra dengan Otoklix.

Yang lucu, ia datang ke bengkel dengan pakaian rapi karena dulu bekerja sebagai konsultan. Tak pelak, dia kerap disangka agen asuransi oleh pemilik bengkel.

Saat itu aplikasi Otolix.com belum dibangun. Baru setelah dapat kepercayaaan pemilik bengkel untuk bermitra, dia menyebarkan kabar dari mulut ke mulut untuk membawa klien ke bengkel itu. Tujuannya untuk memperlihatkan ke bengkel ada dampak positif jika mereka bergabung dengan Otoklix.

Aplikasi Otoklix.com baru mulai dibangun Desember 2019. Benar-benar memulai dari nol. Pada saat Otoklix tayang mereka baru mendapatkan sedikit bengkel yang bersedia bergabung dengan Otoklix. Bengkel itu juga bersedia menerima suku cadang, ban, oli yang dipasok oleh Otoklix.

Meme Otoklix


Martin menceritakan pengalaman pahit getirnya mendekati pemilik bengkel. Pernah dia harus pulang-pergi Jakarta ke Cibitung dengan mobil untuk meyakinkan pemilik bengkel untuk bermitra dengan Otoklix.

Padahal, jarak Jakarta ke Cibitung lumayan melelahkan. Jaraknya 41,9 km. Pulang-pergi jarak yang ditempuh 82,8 km. Berjam-jam ia harus habiskan di perjalanan hanya demi satu klien, karena jalan tol di sini rawan kemacetan.

Awalnya Martin selalu mendapat penolakan dari pemilik bengkel Cibitung itu. Tapi setelah sebulan didatangi tiap hari, akhirnya pemilik bengkel luluh dan bersedia bergabung dengan Otoklix.

Ia mengakui awal-awal Otoklix berdiri memang jalannya usaha agak seret. Baru pada setengah tahun kemudian, tepatnya Juni 2020, mulai lancar. Sekarang bengkel yang bergabung dengan Otoklix sebanyak 2.176 bengkel yang tersebar di kawasan Jabodetabek

Mulai Juli 2020, bengkel mulai gampang didapat.  Karena sudah ada tim marketing Otoklix sebanyak 10-15 orang yang turun ke bengkel. Peningkatan kemitraan bengkel dan Otoklix pun meningkat sampai 100 persen.

“ Sekarang sudah banyak bengkel yang mendaftar secara online, tapi kemudian kami datangi ke lapangan untuk verifikasi. Kalau terbukti kerjanya buruk, bakal dicoret dari Otoklix,” kata Martin.  

Kini, sudah ada 2.000 lebih bengkel yang bergabung dengan Otoklix di Jabodetabek. Dalam satu bulan, Otoklix bisa memberikan pelayanan untuk 10.000 mobil pribadi.

Kantor Otoklix berada di Permata Hijau, Jakarta Selatan. Tepatnya, di Jalan Terusan Sinabung No.1, Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kantor Otoklix awalnya dulu cuma 5 x 5 meter. Sekarang sudah seluas 500 meter persegi. Itu pun masih terasa sesak diisi seluruh karyawan. Karena, sekarang jumlah karyawan Otoklix  mencapai 126 orang. Padahal, di awal memulai usaha dulu karyawannya cuma dua orang.

***

Pada masa awal pendirian perusahaan, Martin mengaku sudah mendapat pendanaan awal dari angel investor. Investor awal itu merupakan  seorang CEO startup logistik terbesar di Asia Tengara.

Tapi, kata Martin, orang itu tak mau disebutkan namanya. Setelah mendengar visi Martin, investor itu menulis cek sebesar Rp 2 miliar untuk  membantu Otoklix. Dengan modal itu, Otoklix mulai bekerja, selain bermodal dana patungan yang dihimpun dari para pendirinya.

Pada Desember 2020, Otoklix menerima pendanaan kembali sebesar U$ 2 juta atau Rp 29 miliar dari Sequoia Capital India lewat program akselerator, Surge. Ada pula dana investasi lainnya seperti dari GK-Plug, Play Indonesia, Kopi Kenangan's Kenangan Investment Fund 1, hingga dari Co-Founder Youtube, Steve Chen

Tak berhenti di situ,  pada Desember 2021, Otoklix juga menghimpun pendanaan seri A senilai U$ 10 juta atau setara Rp 143,5 miliar. Putaran ini dipimpin Alpha JWC Ventures dan AC Ventures. Turut berpartisipasi investor sebelumnya yaitu Surge (Sequoia Capital India), Ex-CEO Astra International Prijono Sugiarto, Co-founder YouTube dan Google Executives di XA Network Steve Chen

Dengan suntikan investasi, Martin mengungkapkan ada tiga target Otoklix untuk tahun 2022. Yang pertama, memperluas kemitraan Otoklix di Surabaya, Semarang, Bandung.

Kedua, membuka bengkel Otoklix minimal satu buah di setiap daerah di Jabodetabek. Selain itu, khusus DKI Jakarta, akan dibuat satu di setiap wilayah. Misalnya di Jakarta Timur bengkel Otoklix satu, di Jakarta Selatan satu bengkel, dan begitu seterusnya. Jadi akan ada 9 bengkel Otoklix offline di Jabodetabek.

Bengkel Otoklix

Ketiga, untuk pasokan suku cadang, Otoklix juga akan memperluas kemitraan dengan bengkel  di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Jawa.

Pemasukan utama Otoklix, kata Martin, utamanya datang dari bisnis pasokan oli, ban, dan suku cadang ke bengkel. “ Inilah sumber pemasukan utama kami,” kata Martin. Sementara, dari aplikasi Otoklix mereka hanya mengambil komisi dalam jumlah kecil dari bengkel yang bergabung.

Dengan strategi bisnis itu, pada 2020-2021, omzet Otoklix kata Martin berkembang sampai lima kali lipat. Untuk 2022, meski tak mau menyebut angka, tapi pertumbuhan omzet Otoklix menurut Martin ada di angka 50 persen tiap bulannya.

Saat ditanya proses dirinya masuk “ 30 Under 30” majalah Forbes, Martin mengatakan itu adalah berkat salah satu investor yang memasukkan dia dan Joseph sebagai nominator.

Saat menerima penghargaan Forbes sebagai tokoh Asia berumur di bawah 30 tahun yang berpengaruh di bulan April 2021, Martin Reyhan Suryohusodo masih berumur 23 tahun. Sedangkan  Joseph Alexander Ananto masih berumur 26 tahun. Mereka masuk dalam kategori industri, manufaktur, dan energi.

“ Saat kami menerima penghargaan itu, kami bersyukur. Sangat berterimakasih, walau itu bukan tujuan kami. Tujuan kami adalah bagaimana membuat Otoklix menjadi besar, di mana Otoklix bisa menjadi mitra bagi 15.000 bengkel,” ujarnya.

Sebuah tekad yang tak main-main. Terutama tekad dari anak muda berpengaruh Asia yang usianya baru menyentuh 24 tahun untuk tahun ini. (eha)

Beri Komentar