Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Foto burung pelatuk berjambul merah sedang bertangger di pohon menjadi viral di Twitter. Foto tersebut sekilas terlihat biasa saja, burung pelatuk menyembunyikan suplai buah geluk.
Warganet tidak mengomentari burung atau biji-bijian dalam foto. Tetapi, lebih terfokus pada lubang di pohon itu.
Lubang dengan pola yang tidak teratur itu mengganggu karena kondisi yang disebut trypophobia.
Trypophobia ditandai dengan keengganan melihat pada pola-pola lubang atau benjolan yang tidak beraturan. Istilah ini diciptakan seseorang di forum daring pada 2005.
Meski demikian para ilmuwan mengatakan, kondisi tersebut kemungkinan sudah ada sejak lama.
" Kami tahu bahwa kondisi ini sudah ada sebelumnya di internet - meskipun internet mungkin telah memperburuknya," kata Arnold Wilkins, seorang psikolog di University of Essex, mengatakan kepada Live Science, Selasa, 11 Juni 2019.
This Acorn Woodpecker admiring his stash in a granary tree pic.twitter.com/ppHgSVoyfK
— 41 Strange (@41Strange)June 6, 2019
Fobia ini tergolong bukan gangguan resmi. Artinya tidak terdaftar dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental.
Wilkins mengatakan, sebanyak 10 persen orang melaporkan mengalami gejala, yang meliputi kecemasan, mual, dan sensasi " merinding" , setelah melihat gambar tertentu.
Lantas, mengapa fobia ini sangat umum? Para ilmuwan masih berusaha menjawab pertanyaan ini, tetapi banyak yang percaya keengganan itu bersifat adaptif evolusioner.
" Anda menghindari hal-hal yang cenderung membahayakan Anda," kata Wilkins.
Dalam dokumentasi ilmiah trypophobia yang pertama kali diterbitkan dalam Psychological Science, Wilkins membandingkan gambar-gambar yang memicu trypophobia dengan gambar-gambar binatang beracun, seperti gurita cincin biru.
Dia dan rekan penulisnya menemukan bintik-bintik, benjolan atau lubang yang sama, serta tingkat kontras yang serupa dalam gambar. Para peneliti menyimpulkan bahwa fobia dapat berasal dari keengganan adaptif evolusioner terhadap makhluk beracun.
Sementara itu, dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2018 di jurnal Cognition and Emotion, para ilmuwan berpendapat bahwa fobia berkembang sebagai respons terhadap penyakit.
Kondisi ini disebabkan karena kelompok lubang terlihat seperti lesi, benjolan dan pustula yang disebabkan penyakit infeksi seperti cacar. Penyakit itu sendiri membunuh hingga 10 persen dari populasi dalam milenium terakhir.
Jadi, menurut para psikolog, respons yang muncul yaitu, jijik atau disebut sebagai " emosi penghindaran penyakit" .
Wilkins tidak yakin tentang model penghindaran penyakit - dia pikir itu kemungkinan merupakan bagian dari teka-teki atas reaksi manusia. (Ism)
Advertisement
Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau

Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi


5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

VinFast Beri Apreasiasi 7 Figur Inspiratif Indonesia, Ada Anya Geraldine hingga Giorgio Antonio

Influencer Fitness Meninggal Dunia Setelah Konsumsi 10.000 Kalori per Hari

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari