Habitat Terus Tergerus Masif, Populasi Gajah Sumatera Kian Terdesak ke Ambang Kepunahan

Reporter : Abidah
Kamis, 27 November 2025 18:00
Habitat Terus Tergerus Masif, Populasi Gajah Sumatera Kian Terdesak ke Ambang Kepunahan
Berdasarkan data monitoring terbaru, estimasi populasi gajah di Tesso Nilo saat ini hanya berkisar 150 ekor.

DREAM.CO.ID – Kelangsungan hidup Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pulau Sumatera kini menghadapi ancaman eksistensial yang serius. Data teranyar dari dua kantong habitat utama, yakni Bengkulu dan Riau, menunjukkan tren penurunan populasi yang berjalan linear dengan laju kerusakan hutan akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit ilegal dan pembalakan liar.

Penyusutan Populasi di Tesso Nilo

Di Provinsi Riau, kondisi kritis terlihat jelas di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan. Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro, mengonfirmasi adanya penurunan jumlah individu gajah liar di kawasan yang tersisa seluas 83.000 hektare tersebut.

Berdasarkan data monitoring terbaru yang dirilis Selasa (25/11), estimasi populasi gajah di Tesso Nilo saat ini hanya berkisar 150 ekor. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan data tahun 2004 yang mencatat keberadaan sekitar 200 individu.

Menurut Heru, faktor determinan penurunan ini adalah hilangnya hutan primer yang berfungsi vital sebagai " apotek alam" . Alih fungsi lahan menjadi perkebunan monokultur membuat gajah kesulitan mendapatkan pakan beragam dan tanaman obat alami yang krusial bagi imunitas serta kesehatan kawanan gajah liar.

“ Gajah itu butuh hutan primer atau hutan alami. Karena di situ tempat makanan yang beragam, termasuk obat-obatan untuk dia. Makanya penting menjaga Tesso Nilo, karena itu apoteknya satwa liar,” jelasnya dikutip dari GoRiau, 27 November 2025.

 

1 dari 4 halaman

Operasi Penegakan Hukum dan Ketegangan Fisik

Masifnya perambahan di Tesso Nilo telah memicu respon keras dari pemerintah pusat. Kementerian Kehutanan RI melaporkan telah mengirimkan pasukan gabungan tambahan yang terdiri dari 30 personel TNI dan 20 polisi kehutanan ke lokasi pada Selasa (25/11). Pengerahan ini dilakukan pasca-perusakan pos komando Satuan Tugas (Satgas) Kehutanan oleh massa yang menolak penertiban.

Satgas Kehutanan, yang beroperasi intensif di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tercatat telah menyita sekitar 4.700 hektare lahan sawit ilegal di kawasan taman nasional tersebut. Operasi ini mencakup pemutusan akses jalan dan perobohan infrastruktur perkebunan ilegal.

" Operasi penegakan hukum kami di Tesso Nilo dirancang untuk memutus mata rantai bisnis yang merusak kawasan ini, bukan untuk mengorbankan masyarakat. Fokus kami tertuju pada pemilik lahan, pemodal, dan operator alat berat yang berbisnis di dalam kawasan hutan negara," tegas Dwi Januarto Nugroho, pejabat senior Kementerian Kehutanan, dilansir dari Reuters, 27 November 2025.

2 dari 4 halaman

Deforestasi Sistemik di Bengkulu

Deforestasi Sistemik di Bengkulu © Deforistasi di Lanskap Seblat, Bengkulu | Foto: Dok. IPB

Situasi serupa terjadi di lanskap Seblat, Bengkulu. Guru Besar Ekologi dan Manajemen Satwa Liar IPB University, Prof. Burhanuddin Masyud, memaparkan data deforestasi yang mengkhawatirkan.

Dalam periode singkat antara Januari 2024 hingga Oktober 2025, tercatat 1.585 hektare habitat gajah telah hilang. Angka deforestasi tersebut belum memperhitungkan estimasi 4.000 hektare area perambahan ilegal yang diduga kuat telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Burhanuddin menekankan bahwa ancaman terbesar bukan hanya pada berkurangnya luasan hutan, melainkan pada fragmentasi habitat. Terputusnya koridor migrasi musiman, seperti yang terjadi di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, berdampak fatal pada siklus biologi gajah. Terhambatnya pertemuan antar-kelompok untuk kawin secara langsung menekan angka reproduksi dan mempercepat kepunahan lokal.

" Jika koridor musiman hilang, sinkronisasi perilaku fisiologis untuk kawin dapat terganggu. Ketika reproduksi terganggu, penurunan populasi menjadi tak terhindarkan," tegas Burhanuddin dalam keterangan tertulisnya.

3 dari 4 halaman

Dampak Ekologis Lintas Sektor

Kerusakan habitat gajah ini terbukti membawa dampak ekologis luas yang merugikan manusia. Di Pelalawan, degradasi hutan di hulu Sungai Nilo yang berada di dalam kawasan TNTN telah memicu bencana hidrometeorologi rutin.

Heru Sutmantoro mencatat bahwa Desa Air Hitam dan Lubuk Kembang Bunga kini menjadi langganan banjir tahunan akibat hilangnya daya serap air di area tangkapan hujan.

“ Hulu sungainya kan ada di Taman Nasional Tesso Nilo. Sungai Nilo yang bermuara ke Sungai Kampar itu hulunya di Tesso Nilo. Jadi bukan hanya gajah yang terdampak, tapi kehidupan manusia juga mengalami masalah,” pungkas Heru.

4 dari 4 halaman

Usulan Langkah Strategis

Sebagai langkah strategis, Prof. Burhanuddin menekankan pentingnya koordinasi antarlembaga untuk segera melakukan pemetaan ulang wilayah jelajah gajah secara komprehensif, terutama pada area-area yang terhubung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Ia juga menyoroti keharusan implementasi ketat Undang-Undang No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya terkait penetapan area pelestarian seperti koridor ekologis dan kawasan bernilai konservasi tinggi.

Selain itu, pengembangan wilayah konservasi gajah menggunakan pendekatan flying squad dianggap sebagai solusi realistis yang terbukti efektif di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Program ini, kata dia, tidak hanya berfungsi untuk mereduksi konflik, tetapi juga membuka peluang bagi wisata edukasi bagi masyarakat.

Beri Komentar