Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Berpuasa merupakan ibadah yang istimewa. Perintah dari Allah SWT kepada hambanya yang hanya dilakukan selama satu bulan pada Ramadhan dengan berbagai keberkahan di dalamnya.
Untuk itu wajib menjalaninya. Termasuk mengajarkan anak-anak yang masih di bawah 7 tahun untuk berpuasa. Kewajiban puasa ini didasarkan pada firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 183. Dalam ayat tersebut, Allah berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa" .
Perlu diketahui, tidak semua orang diwajibkan puasa. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang berpuasa. Dikutip dari NU Online, jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, kewajiban puasa tidak berlaku baginya dan tidak berdosa meninggalkannya.
Abdul Wahab As-Sya’rani dalam Mizanul Kubra mengatakan:
Artinya: “ Ulama empat madzhab menyepakati kewajiban puasa bagi muslim baligh, berakal, suci, mukim, dan mampu berpuasa.”
Berdasarkan penjelasan tersebut, orang yang tidak termasuk dalam kategori ini tidak diwajibkan puasa. Misalnya, anak kecil yang belum baligh, orang gila, perempuan yang sedang haidh, atau orangtua yang sudah tidak mampu untuk berpuasa.
Meskipun anak kecil tidak diwajibkan puasa, para ulama tetap menganjurkan mereka untuk puasa. Abdul Wahab As-Sya’rani menjelaskan:
Artinya, “ Ulama sepakat anak kecil yang tidak mampu puasa dan orang gila permanen tidak diwajibkan puasa. Tapi anak kecil diminta puasa bila berumur tujuh tahun dan dipukul bila tidak mau puasa ketika umur sepuluh tahun" .
Anjuran memerintahkan anak kecil puasa ini disamakan dengan anjuran saalat. Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW
Artinya, “ Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.”
Dengan demikian, sebenarnya anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan puasa. Tetapi, mereka tetap dianjurkan puasa semampunya sebagai ajang latihan. Apalagi kalau sudah berumur sepuluh tahun.
Selengkapnya baca di sini.
Dream - Doa-doa dengan sebutan “ sakinah mawaddah warahmah” selalu kita dengar ketika adanya pernikahan. Setelah menikah, kita bukan lagi hanya berdua dengan pasangan, tapi menjadi sebuah keluarga besar.
Harapannya, dengan menikah dan kehadiran anak, akan memberi ketentraman. Dikutip dari BincangMuslimah.com, pernikahan dianggap sebagai gerbang untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya, memelihara keluarga kecil yang akan berdampak pada struktur yang lebih besar yakni kehidupan bermasyarakat.
Apabila dilihat dari segi bahasa, sakinah berasal dari kata “ sakana” yang berarti tenang, tenteram, dan damai. Secara istilah, sakinah bermakna keluarga yang terbangun atas dasar cinta kasih dan kasih sayang serta rahmah dalam bimbingan Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW.
Keduanya mengacu pada makna membentuk rumah tangga dengan situasi dan kondisi yang tenang, tenteram dan damai, dalam ajaran agama Islam.
Dalam paparan Relasi Suami dalam Islam (Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2004), Sri Mulyati menuliskan bahwa keluarga sakinah bisa diartikan sebagai keluarga atau rumah tangga dalam artian institusi terkecil masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram dan sejahtera, dinaungi cinta dan kasih sayang di antara para anggotanya.
Umumnya, keluarga sakinah diartikan sebagai keluarga yang terbangun atas dasar cinta dan kasih sayang serta rahmat di bawah bimbingan Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW, masing-masing anggota keluarga saling menjaga hubungan silaturahim, sehingga rumah tangga menjadi tenang, tentram dan damai. Ketenangan dan kedamaian tersebut membuat kehidupan bermasyarakat menjadi harmonis.
Ahmadi Sofyan dalam bukunya The Best Husband in Islam (Lintas Pustaka, 2006) menyatakan bahwa ada empat kiat minimal menuju keluarga yang sakinah. Pertama, rumah tangga sebagai pusat ketentraman batin dan ketenangan jiwa. Kedua, rumah tangga sebagai pusat ilmu. Ketiga, rumah tangga sebagai pusat nasehat. Terakhir, rumah tangga sebagai pusat kemuliaan.
Kriteria tersebut membuka penafsiran bahwa untuk mewujudkan keluarga sakinah, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan berusaha menjadikan rumah tangga sebagai pusat ketentraman batin dan ketenangan jiwa yang juga tercantum dalam Q.S. Ar-Rum ayat 21 yang menjelaskan bahwa Allah Swt. menciptakan perempuan sebagai istri yang menjadi sumber ketenangan di rumah dan dasar munculnya kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah).
Artinya: “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Rum: 21)
Selengkapnya baca di sini.
Advertisement
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Doodle Art Indonesia, Tempat Ngumpul para Seniman Doodle
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
Penampilan Alya Zurayya di Acara Dream Day Ramadan Fest 2023 Day 6
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
BCA dan Entitas Raih Laba Bersih Rp43,4 Triliun hingga Kuartal III 2025
Mentereng! Penampakan Jam Tangan Suami Nikita Willy Senilai Rp9 Miliar