Jokowi Tunda Aturan Sekolah Lima Hari

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Selasa, 20 Juni 2017 13:10
Jokowi Tunda Aturan Sekolah Lima Hari
Presiden akan menata ulang kebijakan sekolah lima hari. Payung hukum juga ditingkatkan dari Permen menjadi Perpres.

Dream – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menata ulang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) tentang kegiatan belajar-mengajar lima hari. Rencana ini dijalankan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

" Presiden akan menata ulang terhadap aturan itu dan juga akan meningkatkan regulasinya dari yang semula Peraturan Menteri (Permen) menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf Amin usai bertemu Jokowi bersama Mendikbud Muhadjir Effendy di Istana Negara, Jakarta, dilansir setkab.go.id, Selasa, 20 Juni 2017.

Ma’ruf mengatakan penataan ulang konsep sekolah lima hari ini akan melibatkan sejumlah menteri terkait seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan kemungkinan Menteri Dalam Negeri.

Tidak hanya itu, sejumlah ormas pun akan dilibatkan agar keinginan masyarakat dapat terwadahi melalui aturan baru tersebut.

“ (Penataan ulang ini) akan melibatkan ormas-ormas Islam, termasuk melibatkan MUI, NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lain,” kata Ma’ruf.

Nantinya, kata Ma'ruf, pembahasan akan dijalankan secara menyeluruh, tidak terbatas pada persoalan jam dan lamanya pembelajaran. " Diharapkan bahwa peraturan itu menyeluruh, komprehensif, dan bisa menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat,” kata Ma’ruf

Ma’ruf mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melakukan pengembangan karakter para pelajar Indonesia. Ini untuk menangkal kemungkinan berkembangnya paham-paham radikalisme.

“ Mungkin judulnya akan diganti bukan lima hari sekolah (LHS), tetapi mungkin, yaitu pendidikan penguatan karakter,” kata dia.

Sebelumnya, kebijakan mengenai Lima Hari Sekolah tertuang dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017. Aturan ini menyebutkan sistem pembelajaran di sekolah akan dijalankan selama 8 jam sehari dan lima hari sepekan, dan akan diterapkan pada tahun ajaran 2017-2018.

Kebijakan ini menuai kritik bahkan penolakan dari berbagai pihak. Salah satunya dari NU.

Ketua Lembaga Ta’Lif wan Nasyr NU, Juri Ardiantoro, mengatakan kebijakan ini mengancam banyak institusi pendidikan informal dan pendidikan keagamaan. Selain itu, Juri menilai kebijakan ini akan mengurangi waktu anak bersosialisasi, belajar agama, dan belajar lainnya.(Sah)

Beri Komentar