Kisah Pilu 3 Yatim Piatu Bertahan Hidup di Gubuk Lapuk

Reporter : Eko Huda S
Jumat, 26 November 2021 17:00
Kisah Pilu 3 Yatim Piatu Bertahan Hidup di Gubuk Lapuk
"Makan ya cuma sekali aja, karena ga ada lagi Pak," ucap Fatmawati, lirih.

Dream - Sungguh tak mudah hidup Fatmawati dan dua adiknya. Mereka harus bertahan hidup tanpa kedua orangtua, yang sudah meninggal. Ketiganya yatim piatu.

Sang ayah wafat dua tahun silam. Sementara ibunda mereka sudah menghadap Sang Khaliq terlebih dahulu. Kini Fatmawati dan kedua adiknya hidup dalam kondisi sangat terbatas.

" Tidak ada Ayah dan Ibu, 3 anak yatim piatu ini mencoba berjuang sendiri demi bisa bertahan hidup," demikian keterangan unggahan akun Instagram @rumahyatim.

1 dari 7 halaman

Sehari-hari, Fatmawati dan kedua adiknya menyambung hidup dengan pekerjaan seadanya. Mereka kadang kala membuat sapu lidi untuk dijual. Pendapatan mereka jelas sangat kecil, tak cukup untuk hidup.

" Mereka membuat sapu lidi untuk dijual, dan pilunya mereka hanya bisa mendapat uang 20 ribu/minggu," tambah keterangan itu.

2 dari 7 halaman

Akibatnya, mereka kerap kelaparan. Segala penderitaan itu mereka lalui dalam sebuah gubuk lapuk yang tidak layak huni, peninggalan almarhum orangtua mereka.

" Makan ya cuma sekali aja, karena ga ada lagi Pak," ucap Fatmawati, lirih.

3 dari 7 halaman

Kisah Viona, Yatim Piatu Jadi Dokter Spesialis Bedah Sekaligus Perwira Polri

Dream - Ketika orangtua meninggal, sebagian besar anak mungkin kehilangan harapan dan patah semangat. Dunia seolah berhenti ebrputar.

Namun hal itu tidak berlaku bagi Dokter Regine Viona. Dia tidak menyerah meski harus melalui jalan berliku, tanpa orangtuanya.

Melalui kanal YouTube Joker Group Indonesia, wanita itu menceritakan kisahnya menjadi orang yang sukses.

Viona merupakan seorang dokter spesialis bedah yang kini tengah mengikuti pendidikan di Setukpa untuk menjadi seorang perwira Polri.

Penasaran bagaimana kisahnya? Simak ulasannya berikut ini!

4 dari 7 halaman

ilustrasi

Viona merupakan anak tunggal. Orangtuanya meninggal ketika dia belum menjadi siapa-siapa. Kondisi itu tentu tak mudah bagi siapapun, termasuk Viona.

" Latar belakang keluarga saya, saya yatim piatu dan saya anak tunggal," ujar Viona.

5 dari 7 halaman

ilustrasi

Hidup tanpa kedua orangtua memang tak mudah bagi Viona. Namun dia berhasil menyelesaikan pendidikan kedokteran umum di Universitas Atma Jaya Jakarta.

Hebatnya, Viona masuk jurusan kedokteran umum dengan jalur beasiswa. Dia menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2006.

" Saya menyelesaikan pendidikan kedokteran umum saya di Universitas Atma Jaya Jakarta dengan beasiswa penuh hingga pada akhir masa pendidikan," lanjut Viona.

6 dari 7 halaman

ilustrasi

Viona pun akhirnya bekerja sebagai dokter umum di Sulawesi Tenggara. Kala itu ia merupakan Pekerja Tidak Tetap (PTT) selama 4 tahun lamanya. Selama itu dia benar-benar menabung karena ingin meraih gelar spesialis bedah.

Hingga akhirnya, Viona berhasil mendapatkan gelar spesialis bedah setelah menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. 

" Saya menabung untuk bisa melanjutkan pendidikan spesialis dan bidang spesialis yang saya minati saat itu adalah spesialis bedah," papar dia.

7 dari 7 halaman

ilustrasi

Setelah itu, Viona bekerja menjadi salah seorang dokter spesialis bedah di Rumah Sakit Bhayangkara Denpasar, Bali. Melihat minimnya dokter organik Polri, membuatnya termotivasi untuk menjadi dokter perwira Polri.

Ia diberikan kepercayaan penuh sehingga akhirnya menempuh pendidikan di Setukpa. Ia juga mengungkap keinginannya setelah dilantik sebagai dokter perwira Polri.

" Yang pertama saya akan membantu program pemerintah untuk menurunkan angka Covid di Indonesia. Ke dua, di manapun saya ditempatkan, saya ingin meningkatkan tipe rumah sakit Bhayangkara dengan tujuan agar dapat melayani anggota Polri lebih banyak lagi pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya," tutur Viona.

 

 

Beri Komentar