Yassaroh Saat Wisuda S2 ITB (Facebook)
Dream - Ini kisah mengenai perjuangan tak kenal lelah. Meski hanya berasal dari keluarga penjual siomay, Yassaroh mengejar mimpinya menempuh pendidikan S3 di Belanda.
Yassaroh mungkin takkan pernah bermimpi. Bulan Juni ini dia akan berangkat ke Belanda. Di Universitas Groningen, Yassaroh melanjutkan pendidikan S3 bidang Ilmu Kimia.
Wanita kelahiran Surakarta, 23 Mei 1991 ini tak malu hanya berasal dari keluarga tukang Siomay. Itu bukan penghalang cita-citanya. Justru jadi pelecut dan motivasi hidup.
Kini Yassaroh tengah dalam perjalanannya menuju gelar Phd. Setelah merampung sekolah S2 di Institut Teknologi Bandung.
Sejak sekolah, kecerdasan Yassaroh memang tak diragukan. Peringkat juara kelas selalu digenggamnya. Namun itu semua tak ada bandingannya dengan kerja keras sang orangtua.
Dengan ayah berprofesi sebagai pedagang siomay dan ibu penjual nasi goreng, Yassaroh menyimpan mimpinya.
Ikuti kisah Yassaroh, anak penjual siomay mengejar gelar Phd di tautan ini.
(Ism)
Kirimkan kisah nyata inspiratif disekitamu atau yang kamu temui, ke komunitas@dream.co.id, dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
1. Lampirkan satu paragraf dari konten blog/website yang ingin dipublish
2. Sertakan link blog atau sosmed
3. Foto dengan ukuran high-res
4. Isi di luar tanggung jawab redaksi
Dream - Tak ada kata mustahil jika seseorang mau bersungguh-sungguh berusaha. Bagaimanapun keterbatasannya, jika berniat sungguh-sungguh dan bekerja keras maka apapun bisa terjadi.
Hal ini dibuktikan oleh Fadhila Haifa' Afifah. Seorang remaja perempuan yang mampu menghafalkan 30 juz Alquran hanya dalam waktu 16 bulan, yakni selama Juni 2013 hingga Oktober 2014.
Gadis kelahiran 17 April 2000 ini mulai memiliki niatan menghafal Alquran sejak kelas VI madrasah ibtidaiyah karnea membaca hadis yang berisi keutamaan menghafal Alquran, yakni bisa menyelamatkan orangtua di akhirat kelak.
Ayahnya, Poniran, bekerja sebagai tukang tambal ban dan ibunya, Darmini berjualan sembako. Dila, sapaan akrabnya, melanjutkan sekolah di salah satu pondok pesantren setingkat SMP di Madiun dan mampu menghafalkan Alquran sedikitnya 2-3 lembar per hari.
Biasanya, Dila memanfaatkan waktu selepas Subuh, sore setelah Ashar, dan usai Maghrib sampai pukul 20.00 WIB. Metode menghafal Dila adalah dengan membaca dulu teks Alquran berulang-ulang hingga lancar.
Gadis yang bercita-cita menjadi dosen Matematika ini bahkan sempat menghafal 17,5 lembar dalam sehari. Tepat pada 31 Oktober 2014 lalu, Dila menamatkan hafalan Qurannya.
Selengkapnya baca di sini.
Dream - Ini kisah inspiratif dari Klanarong Srisakul. Pemuda yang baru lulus dari Universitas Chulalongkor, Thailand. Srisakul menulis kisah ini pada halaman Facebook.
Dikutip Dream dari Asia One, dulu Klanarong merasa malu dengan pekerjaan sang ayah, yang hanya seorang tukang sampah.
“ Saat saya masih muda saya malu dengan kondisi ayah saya. Saya bertanya mengapa ayah saya tak mengenakan seragam keren seperti ayah teman-teman saya yang menjadi tentara, polisi,” tulis Klanarong.
Ya, sang ayah memang hanya sopir truk sampah. Sehari-hari hanya bergulat dengan sisa-sisa bahan makanan maupun barang-barang rumah tangga. Karib dengan bau busuk dan pakaian yang kotor.
Namun seiring waktu berjalan, Klanarong akhirnya sadar. Dia sadar setelah sang ayah berkisah tentang perjalanan hidupnya. Dari cerita itu, L;anarong tahu bahwa sang ayah berhenti sekolah saat berada di kelas 4.
“ Dan dia memberi tahu saya bahwa mimpinya adalah melihat anaknya bersekolah,” tambah Klanarong.
Kisah itulah yang membuat hati Klanarong semakin luluh. Dia kemudian berusaha keras untuk meraih mimpi dengan melamar menjadi tentara, namun gagal.
“ Saya pikir ayah saya tidak menangis, tapi kemudian saya ketahui bahwa dia diam-diam menangis.”
Klanarong lagi-lagi melihat perjuangan sang ayah untuknya. Saat pengumuman hasil ujian masuk universitas diumumkan. Saat itu, sang ayah rela cuti untuk melihat pengumuman penerimaan mahasiswa baru untuk Klanarong.
“ Ayah saya kembali menumpahkan air matanya. Ini saat yang membanggakan untuk keluarga kecil kami,” tambah Klanarong.
Perjuangan dan pengorbanan sang ayah telah membuat Klanarong kehabisan kata-kata. Dia menyesal telah merasa malu dengan kondisi sang ayah. Dan kini, Klanarong telah lulus dari universitas paling sohor di Negeri Gajah Putih itu.
“ Sekarang, saya ingin berterimakasih kepada ayah karena telah menjadi dirinya sendiri dan untuk semua bantuannya. Terimakasih untuk lelah, airmata, dan masa-masa bersama yang tidak menyenangkan.”
Dan setelah lulus itu, Klanarong bersujud di bawah kaki sang ayah. Di depan truk sampah yang dulu membuatnya malu. “ Sekarang, saya ingin ayah bahagia dengan keberhasilan kami. Ayah tidak boleh merasa malu lagi, sebab ayah adalah ayah nomor satu. Saya bangga kepadamu,” tulis Klanarong.
Kisah ini juga diunggah oleh Bangkok Post ke Fanspage Facebook. Dan terang saja, banyak pengguna Facebook yang merasa terharu dengan kisah Klanarong ini.
" Kisah ini membuatku bersemangat dan aku ingin menjadi seperti ini di masa mendatang," demikian tulis pengguna Facebook, Ali Moh. Selain itu, banyak netizen yang trenyuh. " Saya hampir menangis, terimakasih atas kisahmu," tulis Suchon Sungthong. (ism)
Dream - Kisah inspiratif datang dari sebuah keluarga penjual minuman dengan gerobak dorong asal Kendari, Sulawesi Tenggara bernama Laponi dan Ruwaeda. Meskipun memiliki ekonomi pas-pasan, kedua pasangan suami-istri tersebut mampu menyekolahkan hingga ke bangku perguruan tinggi negeri.
Dua anak mereka yang kembar, Nassar dan Hafiad diterima di dua perguruan tinggi negeri. Nassar diterima di program studi Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari. Adapun, Hafiad diterima di program studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Laponi mengingat, dalam kondisi pas-pasan dirinya selalu mengajarkan anak-anaknya untuk selalu semangat meraih cita-citanya. " Mereka penurut, tidak mengeluh. Saya selalu menyuruh mereka belajar saja," katanya.
Selain kedua anaknya itu, Laponi juga memiliki anak bungsu yang baru masuk pendidikan sekolah dasar. Awalnya, Laponi khawatir tidak dapat membiayai ketiga sekolah anaknya itu. Sebab, dari berjualan aneka minuman itu hasilnya tidak banyak.
" Sehari nggak tentu, kadang Rp 50 ribu, kadang bisa sampai Rp 150 ribu," kata Laponi, seperti yang dikutip Dream.co.id dari laman ugm.ac.id, Senin, 12 Oktober 2015.
Untungnya, Hafiad yang baru masuk di UGM mendapat bantuan beasiswa Bidikmisi. Artinya, dia dibebaskan dari biaya kuliah selama delapan semester.
(Ism, Sumber: ugm.ac.id)
Dream - Theresa Christya Alfiani, melihat wanita berparas cantik dan cerdas ini tentu tak akan ada yang mengira. jika ia berprofesi sebagai tukang jamu.
Theresa menjual jamu kecantikan alami bermerk 'Sinok Kemayu'. Bukan penjual jamu ecek-ecek, wanita berusia 25 tahun ini telah memiliki bisnis jamu yang mumpuni bahkan hingga merambah pasar Malaysia dan Jerman.
Theresa adalah seorang sarjana komunikasi dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) cumlaude dari Universitas Diponegoro, Semarang. Tak seperti sarjana kebanyakan, gadis cantik ini justru lebih memilih mendirikan usaha sendiri dibandingkan harus bekerja di perusahaan orang lain.
Menurutnya, menjadi pegawai kantor tidak memiliki tantangan. Hingga akhirnya Theresa memulai bisnisnya sendiri dengan memproduksi jamu Sinok Kemayu. Perlahan tapi pasti, produk yang dipasarkannya lewat penjualan online itu kini sukses dan laris manis.
Theresa mengaku sempat mengalami perjuangan berat di awal memulai usaha. Ia kadang tak tidur sampai tengah malam karena harus meracik dan merebus jamu.
Ia bahkan kerap menangis sendiri, terbayang teman-temannya yang nyaman bekerja di kantor dengan jam kerja teratur.
Namun perjuangan beratnya tak sia-sia. Kini, gadis berdarah Dayak itu mulai memetik hasilnya. Bisnis jamu Sinok Kemayu makin laris dan dikenal, di Indonesia dan beberapa negara. (Ism)
Dream - Siti Nur Haliza, 18 tahun, baru saja lulus dari bangku sekolah. Dia ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, duduk di bangku kuliah.
Gadis asal Japunan, Danurejan, Mertoyudan, Magelang ini sejak di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) punya minat pada bidang hubungan sosial masyarakat. Jika berkuliah, dia ingin menuntut ilmu di jurusan Sosiologi dan mewujudkan cita-cita sebagai Sosiolog.
Tetapi, tampaknya hal itu hanya akan menjadi mimpi. Ini lantaran ayahnya, Agus Wantoro, 47 tahun, tidak punya cukup uang untuk membiayai kuliahnya. Penghasilan sebagai tukang ojek yang setiap hari mendapat uang sebesar Rp30 ribu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pun demikian halnya dengan sang ibu, Sri Suwarsih. Ibu ini tidak bekerja dan lebih banyak di rumah mengurus adik Siti yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Siti tidak memilih patah arang. Dia berusaha mendaftar dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Bermodal ketekunan dalam belajar, Siti yakin bisa berkuliah di salah satu universitas negeri Indonesia. Pilihannya jatuh ke Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Benar saja, mimpi itu terwujud. Siti diterima di Jurusan Sosiologi UGM. Ditambah lagi, lolosnya Siti menjadi salah satu penerima beasiswa Bidik Misi semakin menambah kebahagiaannya.
" Alhamdulillah, saya senang sekali bisa masuk UGM, apalagi tanpa dikenai biaya sampai selesai sehingga tidak menambah beban keluarga," ujar Siti, dikutip Dream dari lamanugm.ac.id, Jumat, 3 Juli 2015.
Siti pun bercerita, sempat merasa cemas tidak bisa lolos dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru UGM. Dia begitu khawatir mengingat kondisinya yang begitu kekurangan. Untuk mengatasi kecemasannya, Siti harus seharian berada di warnet hanya untuk menunggu hasil pengumuman kelulusan.
" Dari jam 7 pagi sampai 5 sore di warnet, berkali-kali cek pengumuman. Begitu tahu lolos saya langsung sujud syukur, semoga ini membuka jalan untuk mengangkat kondisi keluarga kami," kata dia.
Meski sudah dinyatakan lulus seleksi, Siti masih tetap melamar kerja untuk membantu orangtua memenuhi kebutuhan keluarganya. Alumnus SMA 4 Magelang ini diterima bekerja di bagian logistik distributor gula pasir di dekat rumahnya.
Melihat kegigihan Siti, sang ayah, Agus mengaku bangga. Anaknya tidak pernah menyerah meski dalam keadaan yang serba sulit.
" Meski dalam kondisi yang serba sulit seperti ini, Siti tetap tekun belajar bahkan sejak bangku SD selalu meraih juara dan dapat beasiswa," ungkap Agus.
Agus pun berjanji akan berusaha lebih keras lagi supaya bisa membiayai kuliah anaknya. Apalagi jika mengingat putri sulungnya itu selalu menjalankan tirakat saat masih bersekolah.
" Saat sekolah Siti rajin puasa Senin-Kamis karena kami hanya bisa memberi uang saku untuk naik bis ke sekolah saja," terang Agus.
Sang ibu, Sri juga merasakan kebahagiaan yang sama. Dia hanya bisa mendoakan Siti mampu meraih cita-citanya.
" Tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk Siti, hanya doa semoga apa yang dicita-citakan bisa terwujud," ungkap Sri.
Advertisement
10 Usulan Dewan Pers Soal Perubahan UU tentang Hak Cipta
Arab Saudi Buat Proyek `Sulap` Sampah Jadi Energi Listrik
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia
Jakarta Doodle Fest Hadir Lagi, Ajang Unjuk Gigi para Seniman dan Ilustrator
Sah! Amanda Manopo dan Kenny Austin Resmi Menikah
Hore! Kebun Binatang Ragunan Kini Bikin Sesi Visit Malam Hari
El Rumi & Syifa Hadju Segera Menikah, Safeea Ternyata Malah Sedih
Viral Kucing Oren Jadi Wisata Baru di Jalan Sudirman Jakarta
Geger Pernikahan di Pacitan dengan Mahar Rp3 Miliar, Ternyata Pengantin Prianya Penipu
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia