Dream - Kosmetika mungkin bukan produk konsumsi yang masuk ke dalam tubuh. Kosmetika hanya digunakan untuk bagian luar badan.
Lantaran cara penggunaan tersebut muncul pertanyaan mengapa kosmetika harus halal. Padahal, kosmetika tidak berpengaruh secara langsung terhadap kondisi tubuh.
Terkait pertanyaan ini, Wakil Direktur LPPOM MUI, Sumunar Jati, mengatakan ada aspek halal, haram, dan najis, yang terkandung dalam fikih. Aspek ini berlaku terutama saat menjalankan sholat, yang mengharuskan seseorang harus suci badan dan pakaian dari najis.
Sumunar mengatakan, aspek ini harus diperhatikan. Jangan sampai seorang Muslimah memakai kosmetika berbahan najis, sehingga membuat sholatnya tidak sah.
" Jangan sampai terjadi, terutama bagi Muslimah, yang ingin tampil cantik, tetapi malah terpapar najis karena menggunakan produk kosmetika yang tidak jelas status kehalalan atau kesuciannya. Dan akibatnya, ibadah yang dikerjakan menjadi tidak sah," ujar Sumunar, dikutip dari halalmui.org, Selasa, 17 Januari 2017.
Menurut Sumunar, banyak konsumen tidak mengetahui bahan pembuat kosmetika, yang umumnya terbuat dari bahan aktif dan aditif (tambahan). Tidak jarang bahan-bahan tersebut merupakan campuran dari banyak bahan lain, sehingga tidak terjamin kehalalannya.
" Oleh karena itu, para pemakai kosmetik perlu waspada untuk menggunakan kosmetik itu terutama bila kosmetik itu terbuat dari bahan yang berasal dari hewan atau bahkan juga organ manusia," ucap Sumunar.
Sumunar lalu memberikan contoh seperti kolagen dan plasenta. Meski dua bahan itu dapat diproduksi dari hewan yang dinyatakan halal, tetap harus diuji.
Ini lantaran ada pemahaman kolagen terbaik dibuat dari jaringan ikat kulit babi. Sementara plasenta dapat dibuat dari ari-ari manusia.
" Oleh karena itu, maka jelas produk kosmetika juga perlu diteliti dari sisi kehalalan dan kesucian. Agar umat Muslim yang menggunakannya dapat terhindar dari bahan najis yang diharamkan dalam agama.