Siapa yang Paling Depresi Saat Pandemi?

Reporter : Razdkanya Ramadhanty
Rabu, 22 Juli 2020 14:01
Siapa yang Paling Depresi Saat Pandemi?
Ada tiga kelompok yang disurvei yakni mahasiswa, wartawan, dan tenaga kesehatan.

Dream - Baru-baru ini, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Dr Adiatama Yudisitira Manogar Siregar, melakukan penelitian mengenai dampak pandemi Covid-19, berdasarkan tren gejala depresif dan perilaku pada masyarakat.

Menurutnya, pandemi Covid-19 yang menerpa Indonesia selama lima bulan ini cukup memengaruhi mental masyarakat.

Apalagi, tak sedikit orang yang terkena imbas dari imbauan #dirumahaja guna menekan persebaran virus Covid-19. Banyak masyarakat yang harus dirumahkan, terkena pemotongan gaji, bahkan ada yang terkena PHK.

1 dari 4 halaman

Terkait penelitian ini, kata Adiatma, tidak bertujuan untuk memetakan seseorang depresi atau tidak, tapi ada gejala depresi atau tidak.

Penelitian yang juga melibatkan para peneliti dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Psikologi, dan Klinik Kesehatan Unpad dilakukan dengan menyebar ke tiga kelompok profesi yang sudah dipetakan yakni, 1.465 mahasiswa, 563 tenaga kesehatan, dan 98 wartawan dari berbagai wilayah di Indonesia berhasil terjaring dalam penelitian ini.

Lantas, siapa yang paling mengalami gejala depresi?

Seperti dikutip dari situs unpad.ac.id pada Rabu, 22 Juli 2020, penelitian ini menggunakan instrumen Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD)-10 dengan 10 item pertanyaan seputar kondisi psikis responden.

Hasilnya, di urutan teratas justru ditempati mahasiswa, wartawan, dan yang paling bontot adalah tenaga kesehatan. Kok bisa? Berikut penjelasnnya yang dilansir dari Liputan6.com: 

2 dari 4 halaman

Mahasiswa Rentan Alami Gejala Depresi

Ilustrasi Mahasiswa

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 51,16 persen mahasiswa merasa pesimistis, 42,98 persen merasa khawatir terhadap pandemi COVID-19, dan hampir 60 persen merasa media sosial mengakibatkan kecemasan.

Menurut Adiatma, gejala depresif pada mahasiswa terjadi karena adanya pembatasan fisik serta didorong sikap khawatir dan pesimitis.

Walaupun dalam praktiknya, penerapan pembatasan sosial dan pembatasan fisik kurang mereka lakukan, padahal mereka sudah cukup paham.

" Sangat bisa dimengerti, karena mahasiswa masih energetik dan sering berekspresi di luar tempat tinggalnya," kata Adiatma.

3 dari 4 halaman

Wartawan Tempati Posisi Ke-2

Ilustrasi Wartawan

Di posisi ke-2 adalah wartawan. Pada kelompok orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita diketahui presentase gejala depresif sebanyak 45,92 persen.

Dari angka sebesar itu, wartawan yang masih keluar rumah, apalagi meliput ke zona merah, memiliki gejala depresif lebih besar.

Menurut Adiatma, ada sejumlah faktor yang menyebabkan munculnya gejala depresif pada wartawan, selain karena harus keluar rumah.

Dia, menjelaskan, faktor ini berbeda dengan yang muncul pada mahasiswa. Salah satu faktornya mengenai status kepegawaian mereka.

“ Orang sebagai wartawan tetap jauh lebih aman ketimbang wartawan tidak tetap atau kontributor, dari sisi finansial. Hal ini yang menjadi salah satu kemungkinan munculnya gejala depresif pada wartawan,” katanya.

4 dari 4 halaman

Tenaga Medis

Ilustrasi Tenaga Medis

Siapa sangka jika hasil dari penelitian tersebut memerlihatkan, tenaga kesehatan memiliki gejala depresif lebih rendah ketimbang mahasiswa dan wartawan, yaitu hanya 28 persen.

Adiatma, menduga, rendahnya presentase ini karena tenaga kesehatan dalam praktiknya lebih siap menghadapi situasi seperti pandemi Covid-19

Dari hasil dijabarkan, tenaga kesehatan yang pernah kontak langsung atau menanganani pasien terkonfirmasi positif Corona memiliki peluang 1,84 kali mengalami gejala depresif.

" Sebagai profesi yang berada di garda depan penanganan Covid-19, kemungkinan mengalami gejala depresif terhadap tenaga kesehatan cukup tinggi," ujarnya.

(Sumber: Liputan6.com)

Beri Komentar