Fakta 4 Ibu di NTB Susui 2 Balita di Rutan Akibat Lempari Gudang Tembakau Pabrik

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 22 Februari 2021 14:01
Fakta 4 Ibu di NTB Susui 2 Balita di Rutan Akibat Lempari Gudang Tembakau Pabrik
Empat ibu tersebut dilaporkan oleh pemilik gudang tembakau.

Dream - Empat orang ibu rumah tangga berinisial NH, M, F, dan H  harus berurusan dengan hukum setelah melakukan pengrusakan gudang tembakau Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Upaya mediasi dengan perusahaan batal mendapat penyelesaian.

Empat ibu asal Desa Wajegeseng, Kecamatan Kopang tersebut saat ini ditahan di Rutan Kelas IIB Praya. Mirisnya, dua di antaranya membawa serta balita mereka.

Kabid Humas Polda NTB, Komisaris Besar Artanto, menyatakan kepolisian tidak melakukan penahanan tersebut. Menurut dia, Polres Lombok Tengah sempat menerima laporan pengaduan dugaan pengrusakan dengan dasar Pasal 170 KUHP yang dilayangkan pemilik gudang dan sudah diproses sesuai prosedur.

" Pihak Polres Lombok Tengah telah melakukan lebih dari dua kali mediasi kedua belah pihak untuk penyelesaiannya namun tidak ada titik temu dan kesepakatan," ujar Artanto.

Karena tidak tercapai titik temu, Polres Lombok Tengah melanjutkan ke proses penyidikan. Setelah berkas dinyatakan P21 atau lengkap, kata Artanto, lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Praya.

" Selama proses itu, polisi tidak melakukan penahanan. Jadi saya tegaskan kembali bahwa tidak ada penahanan selama proses hukum yang dilakukan Polres Lombok Tengah," kata dia.

1 dari 3 halaman

Beri Jawaban Berbelit

Pelimpahan berkas terjadi pada Senin, 15 Februari 2021 dari Polres Lombok Tengah ke Kejari Praya. Pada Selasa, 16 Februari 2021, Jaksa menitipkan empat ibu tersebut ke Rutan Kelas IIB Praya, sementara kasusnya akan disidangkan akhir Februari.

Ketika ditahan, dua dari empat ibu tersebut membawa serta balitanya. Keduanya yaitu NH dan M mengajak balita masing-masing yang berumur 13 bulan dan 1 tahun bermalam di tahanan.

Juru Bicara Kejati NTB, Dedi Irawan, membantah Kejari Praya telah menahan dua balita. Ketika pelimpahan berkas, kata dia, tidak ada satupun balita yang dibawa.

Menurut Dedi, setelah pelimpahan berkas, Jaksa menanyakan kepada empat ibu tersebut apakah benar mereka melakukan tidak pidana perusakan. Tetapi, mereka memberikan jawaban berbelit-belit.

" Malah tidak mengakui perbuatannya," kata Dedi.

 

2 dari 3 halaman

Jaksa Anggap Diintimidasi

Empat ibu tersebut juga sempat memberikan pernyataan jika kasus dilanjutkan, mereka akan membawa massa sekitar 100 orang ke Kejari Praya. Meski ada tekanan, kata Dedi, jaksa tetap memproses berkas tersebut.

Dia juga menjelaskan ketika dilakukan pemeriksaan tahap kedua di Kejari Praya, empat ibu tersebut tidak didampingi pihak keluarga. Sehingga tidak ada penjamin untuk penangguhan penahanan.

" Karena dianggap berbelit-belit, tidak ada penjamin, serta mengintervensi jaksa saat ditanya, sehingga jaksa menahannya," kata Dedi.

Pertimbangan lain, keempat ibu tersebut dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP. Ancamannya berupa pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

" Ancaman hukuman dalam kasus yang menjeratnya juga di atas lima tahun, makanya jaksa di Praya menahannya," terang Dedi.

 

3 dari 3 halaman

Sempat Ditawarkan Damai

Sebelum ditahan, Dedi juga menerangkan, jaksa sudah meminta para ibu tersebut untuk meminta maaf kepada pelapor. Tetapi mereka menolak.

" Kita tawarkan mediasi melalui restoratif justice agar persoalan bisa selesai, mereka tidak mau," ucap dia.

Saat ditahan, empat ibu tersebut dijenguk keluarga masing-masing. Pihak keluarga pun membawa dua balita mereka.

" Sehingga foto mereka saat menyusui anaknya di Rutan Praya itu tersebar di media sosial dengan narasi tidak benar," ucap Dedi.

Lebih lanjut, Dedi menyatakan Kejaksaan tidak turut menahan dua balita tersebut. Dia menegaskan narasi yang menyebut dua balita ikut ditahan merupakan hoaks.

" Kalau bayi ikut ditahan itu hoaks, ini yang perlu kami luruskan," kata dia.

Sumber: Lombok Post

Beri Komentar