Kecewa, Muhammadiyah dan NU Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 23 Juli 2020 13:01
Kecewa, Muhammadiyah dan NU Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud
Dua ormas Islam yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan ini menilai seleksi penerima POP tidak jelas.

Dream - Program Organisasi Penggerak yang digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan menuai polemik. Seleksi organisasi yang dapat mengikuti program ini dinilai bermasalah lantaran meloloskan lembaga yang tergolong organisasi pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR).

Atas hal tersebut, Ormas Islam Muhammadiyah yang berpengalaman puluhan tahun bergerak di bidang pendidikan memutuskan mundur dari program tersebut. Salah satu pertimbangannya yaitu memperhatikan perkembangan masyarakat terkait program ini.

" Setelah mengikuti proses seleksi POP dan memperhatikan perkembangan yang muncul di masyarakat tentang POP di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, dengan ini kami sampaikan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah mundur dari program tersebut," ujar Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, dikutip dari Liputan6.com.

Kasiyarno mengatakan Muhammadiyah memutuskan undur diri dengan sejumlah pertimbangan. Pertama, Muhammadiyah punya pengalaman puluhan tahun di bidang pendidikan yang tentunya tidak bisa disamakan dengan organisasi baru muncul. Terlebih dengan organisasi CSR yang seharusnya justru mendanai programnya sendiri, bukan menerima dana dari pemerintah.

" Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," kata dia.

1 dari 4 halaman

Disamakan Dengan CSR

Pertimbangan lain, kriteria pemilihan Ormas yang dinyatakan lolos evaluasi proposal tidak jelas. Sebabnya, Kemendikbud turut menyertakan CSR dan perusahaan swasta dalam seleksi tersebut.

" Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapat bantuan dari pemerintah," kata Kasiyarno.

Lebih lanjut, Kasiyarno menyatakan Muhammadiyah terus berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan. Sekalipun dilaksanakan tanpa tergabung dalam POP.

 

2 dari 4 halaman

LP Ma'aruf NU Turut Mundur

Keputusan yang sama juga diambil Nahdlatul Ulama. Sayap organisasinya yang bergerak di bidang pendidikan, Lembaga Pendidikan Ma'arif NU, memutuskan untuk undur dari POP.

Ketua LP Ma'arif NU, Arifin Junaidi, mengatakan sedari awal dia menilai program Kemendikbud tersebut janggal. Pihaknya sempat diminta untuk mengajukan proposal dua hari jelang penutupan seleksi administrasi.

" Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja, syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka, dinyatakan proposal kami ditolak," kata Arifin.

Arifin mengaku heran karena meski sudah ada pengumuman, Kemendikbud ternyata kembali menghubungi LP Ma'arif NU dan meminta lembaga tersebut untuk melengkapi syarat yang ditetapkan. Anehnya, kata dia, LP Ma'arif diminta menggunakan badan hukum sendiri, bukan badan hukum NU.

" Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," kata Arifin 

 

3 dari 4 halaman

Janggal

Belum selesai, Kemendikbud kembali menghubungi dan meminta surat kuasa dari NU. Padahal, terang Arifin, hal itu tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi yang dia kelola.

" Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," kata dia.

Rabu kemarin, Arifin mengatakan pihaknya kembali dihubungi Kemendikbud dan diminta untuk ikut dalam rapat koordinasi POP. Sementara, Surat Keputusan (SK) organisasi yang lolos belum diterbitkan oleh Kemendikbud.

" Dari sumber lain, kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi atau yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," kata dia.

Lebih lanjut, Arifin menerangkan LP Ma'arif NU tengah fokus menggarap pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah dengan porsi 15 persen dari 21 ribu orang kepala sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Para peserta pelatihan tersebut nantinya berkewajiban melatih guru dan tenaga pengajar di satuan pendidikannya, sementara POP harus selesai akhir tahun.

" Meski kami tidak ikut POP, kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Jawaban Kemendikbud

Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani, mengatakan pihaknya menghargai keputusan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan LP Ma'arif NU untuk mundur dari POP.

" Kemendikbud terus menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh pihak sesuai komitmen bersama bahwa Program Organisasi Penggerak bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia," ucap Evy.

Evy menerangkan POP merupakan program pemberdayaan komunitas pendidikan Indonesia dari mana sama. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas belajar anak-anak Indonesia yang fokus pada fondasi pendidikan yaitu literasi, numerasi, dan karakter.

" Program Organisasi Penggerak merupakan kolaborasi pemerintah dengan komunitas-komunitas pendidikan yang telah berjuang di berbagai pelosok Indonesia. Sebuah perjuangan bersama, gerakan kolaborasi, dan sinergi untuk satu tujuan, anak-anak Indonesia dan kualitas belajar mereka," kata dia.

Evy melanjutkan POP dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat. Evaluasi dilakukan oleh lembaga independen, bukan dari Kemendikbud.

" Evaluasi dilakukan lembaga independen, yakni SMERU Research Institute menggunakan metode evaluasi double blind review dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi, Kemendikbud tidak intervensi terhadap hasil tim evaluator demi memastikan prinsip imparsialitas," terang Evy.

Sumber: Liputan6.com/Yopi Makdori

 

 

 

 

 

 

 

Beri Komentar