Qorry Natawijaya Saat Jadi Pramugari Dan Saat Buka Usaha (Merdeka)
Dream – Siang itu suasana sebuah rumah makan cukup ramai. Beberapa orang yang menggunakan seragam jaket hijau bertulis Grab dan Gojek terlihat tengah menunggu pesanan makanan. Sambil memainkan telepon genggam, ada dari mereka yang duduk menunggu di kursi luar. Tapi ada juga yang duduk di dalam rumah makan.
Rumah makan itu cukup luas. Ukurannya 150 meter persegi. Di bagian atas rumah makan itu ada papan bertulis “ RM Mataram, Nasi Balap Puyung.” Lokasinya terletak di Jalan Marsekal Surya Darma, RT 01 RW 06, Karang Sari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Persis di samping Lapangan AURI, Bandara Soekarno Hatta.
Masuk ke bagian dalam rumah makan, di sebelah kanan ada meja makan lesehan. Mereka yang makan di situ duduk bersila di atas permukaan kayu coklat. Di sana, sebuah keluarga kecil terlihat tengah asyik menikmati hidangan. Sementara di sebelah kiri adalah meja yang menggunakan bangku. Di situ juga terlihat penuh. Belum lagi mereka yang antre berdiri menunggu di depan meja kasir.
Itulah suasana rumah makan yang menyediakan makanan khas Lombok, nasi balap puyung, di suatu siang di pekan ketiga bulan Februari 2022. Nasi balap puyung merupakan paduan nasi putih yang dilengkapi ayam goreng rempah, serundeng kentang, tumis buncis, dan diolesi sambal khas Lombok yang rasanya pedas legit. Harga makanan ini di rumah makan itu cukup terjangkau. Dijual dengan harga Rp 10 ribu-Rp 29 ribu per porsi. Cukup ramah kantong.
Pemilik rumah makan itu adalah Qorry Natawijaya, 30 tahun. Dia adalah mantan pramugari Air Asia yang kontrak kerjanya tidak diperpanjang pada bulan November 2020. Gara-gara pandemi yang memukul dunia penerbangan, dia terpaksa alih profesi.
“ Maret 2020, pandemi datang. Sebagai pramugari saya dirumahkan. Saat itu masih terima gaji penuh. Saya dirumahkan sampai Agustus 2020. Bulan November 2020, kontrak habis dan tidak diperpanjang lagi,” kisah Qorry ke Dream.co.id yang menghubunginya pekan lalu.
Dengan modal Rp 4 juta, dia membuka usaha rumah makan itu sejak Januari 2020. Ia mengambilalih sewa rumah makan yang awalnya cuma berukuran 4 x 5 meter. Ternyata usahanya sukses. Sehingga dia menyewa lagi warung di sebelahnya sehingga warung itu kini berukuran 150 meter persegi.
***
Qorry Natawijaya lahir di Bogor, 1 Oktober 1991. Ia menghabiskan pendidikan SD sampai SMA di Bogor. Ia juga menyelesaikan kuliah D3 di Universitas Pakuan Bogor. Kini, dia berdomisili di Jalan Marsekal Surya Darma, Tangerang.
Qorry memulai profesi sebagai pramugari di tahun 2012. Ketika lulus kuliah, ia memutuskan melamar kerja sebagai pramugari di Garuda Indonesia.
Setelah lulus tes, dia mengikuti training internal di Garuda selama enam bulan. Pada Juli 2013 dia mulai terbang sebagai pramugari Garuda dengan jenis pesawat Boeing 737-800. Ia mendapat semua rute. Mulai dari penerbangan domestik sampai penerbangan internasional.
Saat itu dia diikat tiga tahun kontrak kerja. Dua tahun kontrak pertama. Lanjut setahun di kontrak kedua. Setelah selesai kontrak, dia dijanjikan akan jadi karyawan tetap.
Tapi pada awal tahun 2016, sebelum kontrak kerjanya berakhir, dia justru mengundurkan diri dari Garuda karena ingin buka usaha. Padahal saat jadi pramugari dia menerima upah Rp 20 juta-Rp 35 juta per bulan, tergantung jam terbang dalam sebulan.
Setelah mengundurkan diri, dia mencoba-coba membuka usaha. Tapi setelah setengah tahun mencoba, dia selalu gagal. Akhirnya dia menyerah dan memutuskan bekerja kembali sebagai pramugari.
Akhirnya Qorry melamar lagi ke Garuda Indonesia. Ia sempat ikut kursus dengan biaya Rp 35 juta di pertengahan 2016.
Pada bulan Januari 2017, saat ikut seleksi, dia dinyatakan tidak lolos tes masuk. Alasannya, karena dulu dia pernah mengundurkan diri dari Garuda.
Qorry kemudian mulai melamar ke maspakai penerbangan lain. Di antaranya ke Air Asia dan Pelita Air.
Di Pelita dia sebetulnya sudah lolos sampai tahap wawancara akhir. “ Tapi saya memutuskan tidak melanjutkan karena saya diterima di di Air Asia pada bulan Agustus 2017,” katanya.
Bulan November 2017, Qorry menandatangani kontrak kerja selama dua tahun. Lalu saat kontrak itu habis, kontrak diperpanjang lagi satu tahun sehingga kontrak kerjanya akan berakhir pada November 2020.
Di Air Asia, Qorry terbang untuk rute domestik dan internasional. Ia mendapat gaji Rp 20 juta per bulan sesuai jam terbang.
Maret 2020, pandemi datang menerjang Indonesia. Qorry kemudian dirumahkan oleh Air Asia. Saat dirumahkan, Qorry masih menerima gaji penuh. Ia dirumahkan sampai bulan Agustus 2020.
Pada bulan November 2020, kontrak kerjanya habis sebagai pramugari, dan tidak diperpanjang.
Ia diberitahu kontraknya tidak diperpanjang melalui pertemuan Zoom, di minggu terakhir bulan November 2020. Ada tujuh orang dari manajemen Air Asia yang hadir. Sementara Qorry hadir seorang diri.
Pertemuan Zoom itu diadakan jam satu siang. Di situ chief atau atasan Qorry meminta maaf karena situasi penerbangan tidak memungkinkan, sehingga kontrak Qorry tidak diperpanjang. Pertemuan itu berlangsung 30 menit.
“ Kesan saya, pemutusan hubungan kerja itu manusiawi, karena saya diundang sendiri sementara manajemen yang hadir sampai tujuh orang. Saya lihat Air Asia lebih manusiawi sedikit ketimbang maskapai lain,” kata Qorry.
Saat itu Qorry tidak menangis. Tapi mata dia berkaca-kaca.
Karena, bagi Qorry, profesi pramugari adalah pilihan profesinya sejak kecil. Sejak duduk di bangku SD, saat ditanya guru mau jadi apa saat dia besar nanti, Qorry selalu menjawab gagah: ingin jadi pramugari!
Qorry mengaku waktu kecil dia pernah naik pesawat. Dan ketika melihat pramugari untuk pertama kali dia senang. Sehingga sejak kecil dia memutuskan ingin menjadi pramugari.
“ Saya beruntung penghasilan sebagai pramugari cukup besar dan bisa saya gunakan untuk modal usaha,” katanya.
***
Qorry mengaku asli orang Bogor. Tapi dia amat suka kuliner Lombok yang dia singgahi ketika terbang sebagai pramugari. Nasi balap puyung adalah kuliner khas Lombok favoritnya.
“ Saya suka makan nasi dengan sambal pedas. Nah, saat mencoba nasi balap puyung, saya bisa tambah nasi sampai dua kali karena nikmat,” ujarnya.
Untuk berjualan nasi balap puyung, Qorry sempat melakukan riset selama dua minggu di Lombok pada bulan November 2019. Ia sengaja terbang ke Lombok supaya bisa melakukan riset pasar. Di sana nasi balap puyung sudah seperti nasi Padang. Dijual di mana-mana. Lalu Qorry akhirnya menemukan nasi balap puyung yang cocok dengan selera lidahnya.
Ia datangi tempat penjualan nasi balap puyung itu. Bahkan, karyawannya sempat dia mau bajak. Tapi, karyawan itu menolak karena dia tidak tahu resep rahasia nasi balap puyung. Makanan langsung didrop dalam bentuk jadi dari pusat. Sehingga si karyawan tinggal memasarkan.
Akhirnya Qorry membeli sambal dan lauknya di rumah makan itu dalam jumlah banyak. Lalu saat tiba di rumah mamanya, dia dan sang mama mulai mengutak-utik adonan sambalnya. Mencoba semua variasi bumbu dan cabai. Sayangnya, rasa yang pas di lidah tak didapat.
Qorry belum putus asa. Di tempat kosnya, ia terus mencoba menemukan resep rahasia sambal nasi balap puyung itu. Berbagai ramuan sambal dibuatnya. “ Sampai suatu hari saya temukan rasanya sudah mirip dengan rasa sambal yang saya suka di Lombok,” ungkapnya.
Lalu, dia menawarkan sambal temuannya itu ke temannya sesama pramugari yang juga menyukai nasi balap puyung. Dan teman pramugari itu bilang rasanya sudah 11-12 dengan yang di Lombok. Artinya: sudah sama. Di sinilah, Qorry pun makin mantap membuka usaha nasi balap puyung.
Ia pertama kali membuka usaha “ RM Mataram Nasi Balap Puyung” di bulan Januari 2020. Jumlah karyawannya saat itu cuma satu orang. Pernah, saat kembali dari terbang, dia harus menggantikan karyawan yang mau istirahat. Sehingga praktis 28 jam dia tidak tidur.
“ Saya semakin fokus berusaha setelah saya dipecat dari pramugari,” tuturnya.
Usaha rumah makannya sempat terpukul saat diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang membuat pembeli tidak boleh makan di tempat.
Ia pun terpaksa melayani penjualan online melalui Grabfood dan Gofood. Ia juga menggunakan akun pribadi Instagramnya di @qorrynatawijaya dan akun usahanya di @nasibalappuyung_rmmataram untuk media promosi. Lumayan, sehari dia bisa mendapat pesanan 50 porsi.
Pada awal Januari 2020, Qorry hanya punya satu karyawan. Sekarang dia sudah punya 15 karyawan. “ Pada masa awal omzet baru Rp 50 juta sebulan. Kalau sekarang omzet sudah Rp 200 juta perbulan,” katanya.
Karena usahanya maju, dia pun memutuskan membuka cabang baru. Ia membuka cabang RM Mataram Nasi Balap Puyung di food court Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, terminal khusus yang melayani penerbangan Garuda dan Citilink.
Cabang kedua ini dibuka bulan Juni 2021. Walau omzet di bandara masih kecil, dia tetap mempertahankan. Karena setelah pandemi usai, dia percaya tempat usaha itu bakal sukses.
Qorry mengaku bukan keturunan keluarga pengusaha. Orang tuanya hanyalah karyawan swasta. Tapi memang saat dia duduk di bangku SD, orang tuanya punya bisnis sampingan, yaitu buka wartel dan warnet di rumah. Mungkin, katanya, dari sini darah pengusaha itu turun.
Walau omzet usahanya kini sudah mencapai Rp 200 juta per bulan, Qorry memutuskan tidak mengambil profit atau keuntungan dari sana. Uangnya dibiarkan saja untuk investasi dan ekspansi bisnis. “ Saya hanya terima gaji. Dan gaji itu tidak sebesar pada saat saya jadi pramugari,” ucapnya.
Saat ditanya kiat suksesnya sebagai pengusaha, dia menjawab kiatnya hanya rajin berusaha, mau belajar dari pengalaman, dan tak jera walau pernah ditipu.
“ Saya ingat cukup berat saat di-PHK. Tapi hikmahnya saya justru lebih fokus untuk mengembangkan usaha,” kenangnya.
Saat baru buka usaha rumah makan, modal Qorry memang cuma Rp 4 juta. Hal itu karena dia baru saja menutup usaha healthy food dengan kerugian yang cukup besar. Ini gara-gara dia membeli produk makanan sehat ini di Malaysia. Ia membeli dengan Ringgit Malaysia. Tapi, di Indonesia dia menjual dengan mata uang rupiah. Ya, jadi rugi. Usaha ini cuma berjalan enam bulan. Qorry rugi Rp 200 juta.
Maka, saat buka usaha nasi balap puyung modal yang tersisa cuma Rp 4 juta. Itu dia gunakan untuk mengambilalih warung yang sewanya tinggal dua bulan termasuk juga perlengkapan masaknya. Untungnya warungnya laku dan berkembang sehingga dia bisa menyewa satu kios lagi di sebelah.
Kini, Qorry sudah menikah. Ia menemukan jodohnya, seorang pramugara Air Asia, yang juga sama-sama sempat dirumahkan. Pramugara itu kebetulan membuka usaha sate taichan di samping warungnya saat dirumahkan.
Setelah berkenalan dua bulan, mereka pun memutuskan menikah. Suaminya sendiri masih bekerja di Air Asia. Lucunya, selama bekerja di Air Asia, mereka tak saling kenal satu sama lain.
Pandemi memang tak mudah bagi banyak orang. Termasuk juga bagi Qorry Natawijaya yang terpaksa dipecat dari profesinya sebagai pramugari. Tapi kini dia bersyukur. Hikmahnya sekarang dia bisa fokus jadi pengusaha kuliner yang sukses. Tak banyak pramugari yang memiliki keberuntungan seperti Qorry. Selamat! (eha)
Advertisement
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
Mantan Ketum PSSI Usulkan STY Kembali Latih Timnas, Ini Alasannya
Wanita Ini 400 Kali Operasi Plastik Selama 15 Tahun
Potret Keren Yuki Kato Taklukan Chicago Marathon 42,2 Kilometer
16 Peneliti dari ITB Masuk Daftar World Top 2% Scientists 2025
9 Kalimat Pengganti “Tidak Apa-Apa” yang Lebih Hangat dan Empatik Saat Menenangkan Orang Lain
PT Taisho Luncurkan Counterpain Medicated Plaster, Inovasi Baru untuk Atasi Nyeri Otot dan Sendi
Momen Prabowo Saksikan Penyerahan Uang Pengganti Kerugian Negara Rp13,25 Triliun dari Korupsi CPO
Bahas Asam Urat dan Pola Hidup Sehat, Obrolan Raditya Dika dan dr. Adrian Jadi Sorotan