Pencarian untuk Yeti berakhir bulan lalu dengan hanya satu helai rambut kuda, seperti yang diungkapkan dalam program BBC Radio 4 yang meliput ekspedisi di Himalaya.
Andrew Benfield, penulis dan guru meditasi, telah habiskan waktu bertahun-tahun cari Yeti bersama temannya yang skeptis, seorang analis politik bernama Richard Horsey.
Pasangan ini melakukan perjalanan melalui India, Myanmar, Nepal, dan Bhutan, mendengarkan cerita tentang makhluk legendaris tersebut, dan akhirnya membuat seri " Yeti," sebuah seri BBC Radio 4.
Benfield mengatakan kepada Live Science bahwa hasilnya " tidak terasa enak" setelah tiga tahun pencarian.
" Seekor kuda sama membosankannya dengan kami," kata Benfield.
Namun analisis DNA tidak membatalkan serial atau cerita orang-orang yang mereka ajak bicara, menurut pasangan tersebut.
Cerita tentang makhluk mirip kera yang berkeliaran di Himalaya telah ada selama berabad-abad. Minat Barat terhadap Yeti, atau Manusia Salju yang Mengerikan, melejit pada awal tahun 1950-an setelah pendaki gunung Inggris, Eric Shipton, kembali dari Everest dengan foto jejak kaki raksasa.
Investigasi selanjutnya yang dipimpin oleh orang Barat gagal menemukan bukti ilmiah tentang keberadaan makhluk tersebut.
Setelah bekerja dalam pengembangan internasional, Benfield tidak suka bahwa kisah lokal tentang Yeti diabaikan hanya karena penjelajah kulit putih tidak menemukannya.
" mungkin ada sesuatu dalam misteri Manusia Salju yang Mengerikan." ujar Attenborough.
BBC terlibat pada tahun 2022, tepat sebelum duo tersebut menuju ke Bhutan dan Sakteng Wildlife Sanctuary, taman nasional seluas 286 mil persegi (740 km persegi) yang didirikan, sebagian, untuk melindungi " Migoi," atau Yeti, menurut Daily Bhutan. Di sini, Horsey akhirnya mendapatkan cerita yang mengguncang skeptisismenya, dan Benfield mendapatkan rambut yang disebut-sebut sebagai Yeti.
Rambut itu sekitar 6 inci (15 cm) panjangnya. Benfield memotongnya menjadi dua bagian dan mengirim salah satunya ke Charlotte Lindqvist, seorang ahli biologi evolusi di University at Buffalo, New York. Lindqvist dan timnya menemukan bahwa DNA tersebut cocok dengan kuda Altai, sebuah ras pegunungan dari Asia.
Lindqvist juga menjadi bagian dari studi tahun 2017 yang diterbitkan dalam Proceedings of the Royal Society B yang menganalisis sembilan sampel Yeti yang diduga dan menemukan delapan berasal dari beruang dan satu berasal dari anjing. Dia sebelumnya katakan bahwa dia tidak ragu bahwa makhluk tersebut hanyalah mitos.
Benfield menerima hasil DNA tersebut tetapi masih belum melepaskan separuh rambut yang lain, yang katanya saat ini berada di lemari dapurnya.
Dia juga berbicara tentang sifat Himalaya yang luas, belum tersentuh, dan belum dijelajahi, serta mengatakan bahwa cerita Yeti berasal dari orang-orang yang mengenal wilayah tersebut.
" Siapakah saya sehingga bisa menanyai orang-orang ini? Mereka ada di luar sana setiap hari."
Horsey tidak mengira mereka akan kembali dengan membawa bukti DNA, namun mengatakan kepada Live Science bahwa Yeti lebih penting bagi masyarakat lokal daripada yang pernah dia bayangkan.
“Kami menyadari bagi sebagian besar orang, tidak masalah apakah benda itu ada secara fisik,” kata Horsey.
" Itulah peran yang dimainkannya di dunia mereka."
Sumber: Live Science
tulis Tashi.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN