Terima Kasih Jakob Oetama, Maestro Pers Indonesia

Reporter : Ahmad Baiquni
Rabu, 9 September 2020 15:34
Terima Kasih Jakob Oetama, Maestro Pers Indonesia
Jakob telah berpulang untuk selamanya.

Dream - Jakob Oetama telah pergi meninggalkan dunia untuk selamanya pada Rabu, 9 September 2020. Kepergian Jakob menjadi kesedihan tersendiri bagi Indonesia, terutama insan pers.

Jakob meninggal di usia 88 tahun. Dia sempat dirawat di RS Mitra Keluarga Kemayoran, Jakarta Pusat.

Jakob punya catatan karier cukup panjang. Usai keluar dari Seminari di Yogyakarta, Jakob punya keinginan meneruskan jejak sang ayah menjadi guru.

Sang ayah lalu meminta Jakob muda untuk pergi ke Jakarta menemui Yohanes Yosep Supatmo. Nama ini adalah kerabat sang ayah pemilik Yayasan Pendidikan Budaya yang mengelola sekolah-sekolah budaya.

Tetapi, Jacob tidak menjadi guru di yayasan tersebut namun di SMP Mardiyuwana Cipanas. Karir itu dijalani Jakob dari 1952 hingga 1953.

Jacob lalu pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta, pada 1953-1954. Setelah itu pindah mengajar ke SMP Van Lith Gunung Sahari pada 1954-1956.

 

1 dari 3 halaman

Dari Guru Jadi Jurnalis

Selama mengajar, Jakob melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dia mengambil kuliah B-1 Ilmu Sejarah. Setelah lulus, melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Jakob mulai berkarir di dunia jurnalistik sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur di Jakarta. Dia pun memutuskan berhenti mengajar pada 1956.

Sempat bimbang memilih jadi wartawan atau guru, Jakob menemui Pastor JW Oudejans OFM yang saat itu menjadi pemimpin umum mingguan Penabur. Dari sang pastor, Jakob mendapatkan saran guru sudah banyak tapi wartawan tidak. Atas saran itu, Jakob mantap meniti karir sebagai jurnalis.

 

2 dari 3 halaman

Berdirinya Intisari dan Kompas

Awal 1960, Jakob mengenal Petrus Kanisius Ojong. Keduanya memiliki pandangan yang sama soal politik dan kemanusiaan.

Pada 1961, PK Ojong mengajak Jakob mendirikan majalah Intisari yan berisi perkembangan dunia sains. Tokoh lain yang turut berperan dalam pendirian majalah tersebut yaitu J. Adisubrata dan Irawati SH.

Majalah Intisari pertama kali terbit pada 17 Agustus 1963. Ternyata, respon pembaca sangat baik hingga majalah ini memiliki oplah sebanyak 11 ribu eksemplar.

Pada 1965, Jakob bersama PK Ojong mendirikan Surat Kabar Kompas. Nama Kompas sendiri adalah pemberian dari Presiden Soekarno, yang berarti penunjuk arah.

Surat Kabar Kompas kemudian menjelma menjadi media besar. Kini, surat kabar tersebut telah melahirkan perusahaan media Kompas Gramedia Grup.

Dalam perjalanan waktu, Jakob merasa perlu ada media di Indonesia yang menyampaikan laporan dalam Bahasa Inggris. Dia lalu menggagas lahirnya The Jakarta Post pada 25 April 1983 dan hingga saat ini menjadi rujukan masyarakat dunia soal informasi mengenai Indonesia.

 

3 dari 3 halaman

Aktif di Sejumlah Organisasi Pers

Jakob juga aktif dalam sejumlah organisasi pers. Dia pernah menjabat sebagai pembina pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Jakob juga meraih banyak penghargaan seperti gelar Doktor Honoris Causa bidang Komunikasi dari Universitas Gadjah Mada. Selain itu, sebagai penerima Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah Indonesia pada 1973.

Pemikiran dan gagasan Jakob turut membangun dunia pers Indonesia. Jejaknya akan selalu diingat oleh sejumlah insan jurnalis Indonesia, terutama bagi kami jurnalis Dream.co.id dan grup Kapanlagi Youniverse (KLY.) 

Selamat jalan dan terima kasih Pak JO. Jasamu kan terkenang selamanya.

(Sumber: Kompas TV)

Beri Komentar