Suasana Pusat Pendidikan Etnis Uighur (Foto: BBC World)
Dream - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Muhyiddin Junaidi menceritakan pengalamannya saat diajak pemerintah China melihat langsung kondisi masyarakat muslim Uighur.
Kunjungan yang dilakukan pada Februari 2019 itu dilakukan bersama 15 orang perwakilan dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
" Kami delegasi ormas, tiga ormas dan tiga wartawan untuk kunjungan ke Xinjiang," ujar Muhyiddin di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Dalam kunjungan itu, Muhyiddin melihat beberapa kecurigaan tentang pelayanan yang diberikan kepada delegasi yang berkunjung. Pertama, para tamu tidak diizinkan untuk sembarangan pergi ke luar ketika berada di dalam hotel tamu undangan. Larangan juga berlaku meski delegasi hanya inggin membeli air minum.
Kecurigaan kedua yakni mengenai petunjuk arah kiblat yang terkesan baru dibuat ketika kedatangan delegasi ormas dari Indonesia tiba.
" Arah kiblat yang baru dibuat dan lama kan tahu ya, kami mulai curiga," kata dia.
Muhyiddin melanjutkan, delegasi Indonesia kemudian dibawa ke museum kekerasan di Xinjiang. Di sana, ditampilkan mengenai umat Islam yang dianggap sudah terpapar radikal dan masuk dalam jaringan ISIS.
Muhyiddin mengatakan, dalam hukum konstitusi China disebutkan, hukum beragama di Negeri Tirai Bambu itu harus di ruang tertutup. Bahkan, orang tua yang mengajarkan agama ke anaknya sejak dini akan dianggap radikal.
" Kalau Anda pakai hijab di ruang terbuka maka masuk pusat pendidikan untuk re-education center tidak boleh sholat, tidak baca Al-Qur'an," ucap dia.
Menurutnya, pekerja juga dilarang menunaikan sholat Jumat. Apabila itu dilakukan, pekerja tersebut akan dibawa ke re-education center.
" Makanya kalau di masjid itu kalau sholat Jumat kebanyakan orang tua yang sudah tidak bekerja," ujar dia.
Dream - Gelandang Arsenal, Mesut Ozil, mengkritik peran dunia Muslim terhadap penanganan etnis Uighur di China, Jumat 13 Desemeber 2019. Kritik tersebut ditulis Ozil di Twitter pribadinya.
“ (Di Cina) Quran dibakar, masjid ditutup, sekolah-sekolah teologi Islam, madrasah dilarang, cendekiawan agama dibunuh satu per satu. Terlepas dari semua ini, umat Islam tetap diam,” tulis Ozil.
Menurut Sky News, akibat pernyataan itu, stasiun televisi China, CCTV 5, enggan menayangkan pertandingan penting Arsenal melawan Manchester City.
CCTV 5 beralasan, pernyataan Ozil membuat kecewa penggemar sepak bola dan otoritas resmi sepakbola China. Laga tersebut berkesudahan dengan kemenangan Manchester City, 0-3.
#Hay?rl?CumalarDo?uTürkistan ???????? pic.twitter.com/dJgeK4KSIk
— Mesut Özil (@MesutOzil1088)December 13, 2019
Sebagai ganti siaran langsung, CCTV 5 menayangkan siaran ulang Totenham Hotspur melawan Wolves yang berkesudahan 2-1.
China merupakan pangsa pasar besar Premier League. Hak siar Premier League di China mencapai 700 juta dollar, atau sekitar Rp981 miliar, untuk musim 2019 hingga 2022.
Arsenal belum memberi komentar resmi mengenai pernyataan Ozil. Klub London Utara itu membagikan penjelasan untuk penggemarnya di China melalui Weibo.
" Konten tersebut merupakan ekspresi personal dan pendapat pribadi Ozil. Sebagai klub sebakbola, Arsenal selalu menganut prinsip tidak terlibat dalam politik," tulis Arsenal.
Dream - Sebanyak 17 media massa yang bermitra, diantaranya BBC Panorama dan The Guardian, bekerja dalam Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) menerima bocoran dokumen pemerintah China mengenai etnis Uighur.
Dilaporkan BBC World, Dokumen-dokumen yang bocor memperlihatkan dugaan terjadinya pencucian otak sistematis atas ratusan ribu Muslim Uighur di kamp-kamp penjara keamanan tinggi.
Disebutkan, Pemerintah Cina mengklaim memberikan pendidikan dan pelatihan sukarela di wilayah Xinjiang.
Tetapi dokumen resmi yang dilihat oleh BBC Panorama menunjukkan, bagaimana para tahanan dikurung, diindoktrinasi, dan dihukum.
Duta Besar China untuk Inggris membantah keberadaan dokumen itu dan menyebutnya sebagai berita palsu.
Meski begitu, investigasi telah menemukan bukti baru yang membantah klaim Beijing kamp-kamp penahanan, yang telah dibangun di Xinjiang dalam tiga tahun terakhir.
Sekitar satu juta orang, kebanyakan dari komunitas Muslim Uighur, diduga telah ditahan tanpa pengadilan.
Dokumen-dokumen pemerintah China yang bocor, yang diberi label ICIJ " The China Cables" , termasuk memo sembilan halaman yang dikirim pada 2017 oleh Zhu Hailun, yang saat itu wakil sekretaris Partai Komunis Xinjiang dan pejabat keamanan top kawasan itu, kepada mereka yang menjalankan kamp-kamp.
Instruksi itu diduga memperjelas bahwa kamp harus dijalankan sebagai penjara dengan keamanan tinggi, dengan disiplin ketat, pemberian hukuman, dan tidak ada pelarian.
Memo itu berisi:
" Jangan izinkan melarikan diri"
" Tingkatkan disiplin dan hukuman atas pelanggaran perilaku"
" Promosikan pertobatan dan pengakuan"
" Jadikan belajar bahasa Mandarin sebagai prioritas utama"
" Dorong siswa untuk benar-benar mengubah"
" [Pastikan] cakupan video pengawasan penuh asrama dan ruang kelas bebas dari titik buta"
Kamp reedukasi etnis Uighur (Foto: Shutterstock)
Dokumen-dokumen itu mengungkapkan bagaimana setiap aspek kehidupan tahanan dipantau dan dikendalikan, " Para siswa harus memiliki posisi tempat tidur tetap, posisi antrian tetap, kursi kelas tetap, dan stasiun tetap selama pekerjaan keterampilan, dan sangat dilarang untuk mengubah (pola) ini."
" Menerapkan norma perilaku dan persyaratan disiplin untuk bangun, menelepon, mencuci, pergi ke toilet, mengatur dan mengurus rumah tangga, makan, belajar, tidur, menutup pintu dan sebagainya."
Dokumen lain mengonfirmasi skala luar biasa penahanan. Salah satu dokumen mengungkapkan, 15.000 orang dari Xinjiang selatan dikirim ke kamp selama hanya satu pekan pada 2017.
Direktur Human Rights Watch di China, Sophie Richardson, mengatakan memo yang bocor itu harus digunakan jaksa penuntut sebagai pertimbangan.
" Ini adalah bukti yang dapat ditindaklanjuti, mendokumentasikan pelanggaran HAM berat," kata Sophie.
Sistem hukuman dan hadiah membantu menentukan apakah narapidana diizinkan melakukan kontak dengan keluarga dan kapan mereka dibebaskan.
Mereka hanya dipertimbangkan untuk dibebaskan setelah empat komite Partai Komunis melihat bukti bahwa mereka telah berubah.
Dokumen-dokumen yang bocor juga mengungkapkan, bagaimana pemerintah Cina menggunakan pengawasan massal dan program kepolisian yang menganalisis data pribadi.
Satu dokumen menunjukkan bagaimana sistem menandai 1,8 juta orang hanya karena mereka memiliki aplikasi berbagi data bernama Zapya di ponsel mereka.
Dokumen-dokumen itu diduga termasuk arahan eksplisit untuk menangkap warga Uighur dengan kewarganegaraan asing dan untuk melacak warga Uighur yang tinggal di luar negeri.
Pemerintah China meminta kedutaan dan konsulat China terlibat dalam jaring global dalam pelacakan itu.
Advertisement
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Lebih dari Sekadar Kulit Sehat: Cerita Enam Selebriti Merawat Kepercayaan Diri yang Autentik
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Fakta-Fakta di Balik Meninggalnya Nandi Juliawan, Pemeran Encuy Preman Pensiun
Kisah-Kisah Ajaib Pestapora 2025: Dari Hujan Dadakan hingga Vokalis yang Nyaris Hilang di Kerumunan!
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan