Ilustrasi (KLY)
Dream - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan laporan sementara hasil penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT610.
Hasil penyelidikan sementara menunjukkan pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Senin 29 Oktober 2018 itu tidak pecah di udara.
“ Pesawat mengalami pecah ketika bersentuhan dengan air dan pesawat tidak pecah di udara,” kata Kepala KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam keterangan pers di Hotel Ibis, Jakarta Timur, Senin 5 November 2018.
Menurut Soerjanto, apabila pesawat pecah saat masih berada di udara, maka serpihannya akan lebar. Namun tidak pada serpihan-serpihan pesawat JT610 tersebut.
“ Pesawat saat menyentuh air dalam keadaan utuh,” tegas dia.
Soerjanto menambahkan, mesin pesawat juga masih hidup saat masuk ke dalam air. Kesimpulan ini diambil dengan melihat salah satu kondisi mesin yang ditemukan dengan turbin berantakan.
“ Hal ini ditandai dengan hilangnya semua sudut turbin maupun kompresor, menandakan mesin dalam kondisi hidup dengan putaran cukup tinggi,” tutur dia.
Menurut dia, mesin pesawat PK-LQP yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta ke Pangkalpinang itu tidak mengalami masalah.
“ Kami belum identifikasi, tapi dari temuan bagian-bagian mesin, kedua mesin dalam kondisi hidup dan dengan rpm yang cukup tinggi,” jelas dia.
“ Ini kita katakan bahwa ini seperti bonggolnya jagung, kalau kipasnya seperti jagung. Kalau seperti ini, mesin berputar cukup tinggi,” tambah Soerjono.
Konferensi pers ini dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, pendiri Lion Group Rusdi Kirana, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo, dan Direksi Lion Air. (ism)
Dream - Pesawat Lion Air PK-LQP sempat memberikan sinyal bahaya beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali, pada Minggu 28 Oktober 2018. Sinyal itu merupakan tanda terjadinya masalah teknis pada pesawat.
Tapi beberapa saat kemudian, peringatan itu dicabut dan pesawat tetap terbang ke Jakarta, tidak jadi mendarat kembali ke bandara Bali. Sehingga, otoritas bandara tak mengambil tindakan karena pesawat yang keesokan harinya jatuh di perairan Karawang itu bisa terbang dengan normal.
“ Kapten pilot sendiri cukup percaya diri untuk terbang ke Jakarta dari Denpasar,” kata Kepala otoritas bandara untuk wilayah Bali-Nusa Tenggara, Herson, dikutip dari laman The Eangle, Jumat 2 November 2018.
Pilot pesawat lain yang hendak mendarat di bandara Bali sesaat setelah penerbangan Lion Air PK-LQP mengaku diperintahkan berputar-putar di atas bandara.
Mereka diminta mendengar percakapan radio antara pilot Lion Air PK-LQP dengan menara kontrol lalulintas udara.
“ Karena panggilan 'Pan-Pan', kami diberitahu untuk menunda pendaratan, mengitari bandara di udara sebelum mendarat,” ujar pilot yang enggan disebut identitasnya itu.
Menurut pilot itu, pesawat Lion Air diminta mendarat kembali ke bandara Bali. Namun pilot Lion Air mengatakan bahwa masalah yang dialami sudah bisa diatasi. “ Dan dia akan tetap terbang ke Jakarta,” tambah pilot yang mendarat setelah penerbangan Lion Air itu.
Pilot menggunakan panggilan 'Pan-Pan' sebagai tanda situasi mendesak. Sinyal tersebut setingkat di bawah 'Mayday', yang menandakan situasi yang lebih parah.
Akhirnya, pesawat Lion Air dengan jenis Boeing 737 Max 8 itu mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, tangerang, Banten, pada pukul 22.55 WIB, pada hari Minggu malam itu.
Keesokan harinya, pesawat yang sama terbang ke Pangkalpinang pada pukul 06.20 WIB. Namun setelah 13 menit mengudara, pesawat berisi 189 orang tersebut jatuh ke perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, setelah pilot meminta kembali mendarat ke Bandara Soetta.
Dream - Penemuan kotak hitam atau black box Lion Air yang jatuh di Tanjung Karawang, Jawa Barat, memberikan satu titik terang tentang peristiwa mengenaskan tersebut.
Setelah melakukan penyisiran selama empat hari di kedalaman 30 meter, kotak hitam atau black box Lion Air itu ditemukan sekitar 500 meter dari dari titik hilang kontak pesawat rute Jakarta-Tanjung Pinang tersebut.
Dengan penemuan black box Lion Air yang jatuh setelah 13 menit lepas landas ini, sebagian teka-teki penyebab kecelakaan itu dapat terungkap.
Selanjutnya, black box Lion Air tersebut akan dibawa Tim SAR untuk diteliti lebih lanjut oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Pembacaan data black box Lion Air itu akan mengungkap apa saja yang terjadi sebelum detik-detik jatuhnya Lion Air.
Dilansir dari Liputan6.com, berikut deretan fakta di balik penemuan black box Lion Air yang jatuh di Tanjung Karawang.
Tim penyelam dari TNI AL akhirnya menemukan black box Lion Air JT 610 yang jatuh di Tanjung Karawang. Benda itu ditemukan oleh salah seorang prajurit Korps Marinir dari satuan Intai Amfibi (Taifib), Sersan Satu Hendra Syahputra.
Sertu Hendra mengatakan, dia sempat merasa putus asa mencari black box Lion Air jatuh tersebut. Sebab, pesawat Lion Air JT610 meledak menjadi bongkahan kecil dan menyebar di perairan Tanjung Karawang.
Namun, akhirnya kotak hitam Lion Air tersebut dapat ditemukan dalam kondisi dipenuhi lumpur.
" Memang kami sempat putus asa karena pesawat menjadi bongkahan-bongkahan kecil, lalu kami temukan dan kami mendapat black box warna oranye," kata Sertu Hendra di Tanjung Karawang, Kamis (1/11/2018).
Sinyal black box pesawat Lion Air JT610 tersebut berhasil ditemukan pada kedalaman 32 meter. Lokasi sinyal berada di lintasan pipa Pertamina.
Begitu lokasi sinyal ditemukan, area pencarian tidak diperluas lagi. Arus bawah laut yang cukup kencang sempat membuat kotak hitam Lion Air secara visual belum terlihat.
Kotak hitam tapi berwarna oranye itu ditemukan di luar badan pesawat Lion Air dalam kondisi utuh meski dipenuhi lumpur.
" Kami mendapatkan black box warna oranye. Kondisinya utuh, kemudian ada alat-alat sedikit di dalam lumpur," ujar Hendra, Kamis (1/11/2018).
Black box Lion Air yang ditemukan Sertu Hendra merupakan FDR atau flight data recorder. Seperti diketahui, setiap pesawat memiliki dua jenis black box, yaitu perekam data penerbangan (Flight Data Recorder/FDR) dan perekam suara kokpit (Cockpit Voice Recorder/CVR).
" Black box ada dua, FDR (flight data recorder) sama CVR (cockpit voice recorder), satu merekam pembicaraan, satu merekam perjalanan dari pesawat. Satu sudah ditemukan, sehingga diharapkan satu lagi ditemukan," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kemenhub, Jakarta, Kamis (1/11/2018).
Seperti dikutip dari Merdeka.com, FDR yang ditemukan itu ditempatkan dalam kotak berisi air. Tujuannya untuk mencegah kerusakan memory chip akibat pengeringan yang tidak terkontrol.
" Kenapa di air, kita khawatir terjadi pengeringan yang tidak terkontrol, di dalamnya menyusut, khawatir data tidak bisa terbaca. Prosedurnya seperti itu jika black box ditemukan di dalam air," jelas Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di pelabuhan JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (1/11/2018).
Terkait proses pembacaan data di FDR, KNKT membutuhkan waktu satu hingga dua pekan. " FDR ini berisi data penerbangan selama 25 jam. Jadi kita bisa mengetahui data penerbangan sebelumnya," katanya.
Dia menjelaskan, FDR berisi rekaman data pesawat seperti arah, ketinggian dan lain-lain. " Dengan ditemukan FDR ini kita bisa menguak misteri kenapa pesawat ini mengalami kecelakaan," ujarnya.
Penemuan kotak hitam Lion Air membuat Tim SAR bisa segera menguak penyebab jatuhnya pesawat dengan tujuan Pangkal Pinang tersebut. Begitu ditemukan, black box Lion Air itu dimasukkan dalam kontainer berwarna biru dan dibawa ke posko di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Advertisement