Dream – Peringatan Hari Pahlawan jatuh setiap tanggal 10 November. Untuk memeringatinya, sebaiknya kita kembali mengingat perjuangan para pahlawan masa lalu yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan rakyat Indonesia.
Meskipun kemerdekaan telah diproklamirkan di berbagai wilayah Nusantara, rakyat masih harus berjuang untuk mempertahankannya.
Hal ini tercermin dalam pertempuran antara pejuang Indonesia dan kolonial yang datang ke bumi Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Salah satunya yang terjadi di Surabaya dikenal dengan sebutan “Pertempuran Surabaya”.
Menurut Nugroho Notosusanto dalam bukunya yang berjudul " Pertempuran Surabaya" (1985), Pertempuran Surabaya merupakan konfrontasi yang paling sengit, mencerminkan semangat patriotisme yang tinggi dari masyarakat Indonesia yang berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih.
Pertempuran Surabaya dimulai ketika pasukan sekutu dari AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Dipimpin oleh Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby, mereka bertujuan untuk mengamankan tawanan perang, melucuti senjata tentara Jepang, dan menciptakan ketertiban pasca-kemerdekaan. Namun, upaya ini menimbulkan ketegangan dengan masyarakat setempat yang menolak menyerahkan senjata mereka. Hal ini memicu penyerangan dari masyarakat Surabaya untuk mengusir pasukan sekutu.
Selain itu, pasukan sekutu juga melakukan tindakan di luar tujuan awal, termasuk serangan terhadap penjara dan upaya untuk menduduki tempat-tempat penting di kota Surabaya.
Sekutu tiba di Indonesia di bawah komando SEAC (South East Asia Command) di bawah Laksamana Louis Mountbatten. Untuk mengatasi wilayah yang terlalu luas, dibentuk AFNEI yang bertanggung jawab di Indonesia.
Pada 29 September 1945, Komandan AFNEI, Letnan Jenderal Philip Christison, tiba di Jakarta dengan tugas melucuti senjata Jepang, memulangkan tentara Jepang, membebaskan tawanan sekutu, dan mempertahankan situasi di Indonesia.
Kesepakatan antara Inggris dan Belanda dalam Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 menyebabkan resistensi dari penduduk Indonesia terhadap kedatangan sekutu, memicu pertempuran di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada tanggal 31 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mengumumkan maklumat tentang pengibaran terus menerus bendera nasional Sang Saka Merah Putih di seluruh wilayah, termasuk Surabaya.
Namun, terjadi perseteruan di Hotel Yamato, Tunjangan Surabaya, di mana pasukan sekutu dan masyarakat terlibat dalam perobekan bendera. Hal ini memicu pertempuran antara kedua belah pihak.
Pertempuran Surabaya ini diawali dengan adanya sekelompok orang Belanda di Surabaya yang dipimpin oleh Ploegman memasang bendera Belanda tanpa izin dari pemerintah RI. Hal ini menyebabkan kemarahan warga Surabaya.
Residen Soedirman mencoba berdiskusi dengan pimpinan Belanda, Ploegman, untuk menurunkan bendera dan mencegah kerusuhan. Namun, diskusi itu tidak berhasil, dan situasi semakin memanas.
Puncak kejadian terjadi saat Ploegman mengeluarkan pistol, yang menjadi pemicu pertempuran.
Ploegman dan pengawal Soedirman, Sidik, tewas dalam kejadian tersebut.
Soedirman dan pengawal lainnya berhasil menghindari insiden tersebut dan keluar dari Hotel Yamato.
Beberapa pemuda Surabaya kemudian merobek bendera Belanda, meninggalkan bagian merah dan putih saja.
Pertempuran antara masyarakat Surabaya dan pasukan sekutu Inggris terjadi dari 27 hingga 30 Oktober 1945. Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Soekarno untuk meredakan situasi. Brigadir Jenderal Mallaby meninggal dalam bentrokan tersebut, digantikan oleh Jenderal Robert Mansergh.
Pada 9 November 1945, Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yang meminta pemimpin Indonesia di Surabaya untuk menyerah tanpa syarat dan menyerahkan senjata mereka kepada Inggris.
Ultimatum ditolak, sehingga pasukan Inggris menyerang pada 10 November, memulai pertempuran antara kedua pihak. Di pihak Indonesia, terlibat 20.000 tentara dan 100.000 sukarelawan, sementara pihak Inggris memiliki sekitar 30.000 tentara dengan dukungan peralatan militer seperti tank, kapal perang, dan pesawat tempur.
Pertempuran Surabaya mencapai puncak pada 10 November 1945, ketika pasukan sekutu hendak menyerang Surabaya dan dihadang oleh masyarakat setempat. Pertempuran menyebabkan banyak korban jiwa, terutama di pihak masyarakat Surabaya yang kehilangan 20.000 nyawa, sementara pihak sekutu kehilangan sekitar 1.500 jiwa.
Pertempuran Surabaya berlangsung selama tiga minggu, menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan Indonesia. Dipimpin oleh Bung Tomo, arek-arek Surabaya menginspirasi perlawanan melalui pidato berapi-api.
Setahun kemudian, Presiden Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan untuk menghormati para pejuang. Hari ini, Indonesia masih memperingatinya untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan.
Pertempuran Surabaya berlangsung sejak akhir Oktober hingga November 1945.
Terbagi menjadi pertempuran pendahuluan, puncak pada 10 November, dan pertempuran akhir.
Sekitar 20.000 pasukan TKR dan 140.000 rakyat berpartisipasi dalam serangkaian pertempuran tersebut. Korban jiwa yang melayang pun jangan ditanyakan lagi.
Banyak pahlawan yang gugur dalam pertempuran tersebut, baik yang tergabung dalam TKR maupun warga sipil.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN